Shana menutup novel yang sedari tadi ia baca. Ia sudah merasa bosan dengan aktivitasnya yang satu itu. Sehingga Shana memutuskan untuk berjalan keluar dari tenda dan melihat sekitarnya.
Seharusnya makan siang sudah siap sekarang. Tapi karena para peserta makrab masih asyik dengan aktivitas mereka, jadi itu lah alasan kenapa panitia juga bersantai-santai. Tidak ada pemberitahuan untuk makan siang dari panitia.
Shana berdecak ringan. Kemudian gadis itu menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Dengan grasah-grusuh, Shana kembali masuk ke dalam tenda.
Perasaan Shana sama sekali tidak tenang. Soal Seva, Shana tidak tahu keberadaan gadis itu.
Akhirnya karena gabut dan merasa sendirian, ia membangunkan Agatha. Butuh waktu lama memang untuk membuat Agatha terjaga.
"Sha, kudu banget ya lo bangunin gue?" tanya Agatha sambil mengucek-ngucek matanya. Kali ini gadis itu tidak marah, hanya saja tampang kecewa tercetak jelas di wajahnya. "Gue tadi mimpi indah, tapi lo mengacaukan semuanya."
Shana mengembuskan napas keras-keras. Ia pun berkata, "Ada yang lebih penting dari sekadar mimpi indah lo itu."
"Apa emangnya?" Agatha bertanya-tanya sampai dahinya berkerut rapat.
Shana berdeham lalu berujar dengan serius, "Seva kayanya menghilang deh. Dia ternyata nggak pergi sama Indi. Seharian ini, Indi sama Cairo terus. Sementara Seva bilangnya mau gabung sama kita tapi nyatanya mana, dia nggak muncul, kan?"
"Mungkin dia gabung sama yang lain," ujar Agatha enteng.
Shana memejamkan mata barang beberapa detik sembari mengatur napasnya yang cukup terengah-engah saking semangatnya yang menggebu-gebu itu. Ia kemudian menyangkal ujaran Agatha, "Kita juga nggak lihat dia sejak tadi, Tha. Oke lah, kalau memang dia join ke kelompok siapa gitu kenalannya yang lain. Tapi masa kita benar-benar nggak lihat dia di mana pun. Ini mencurigakan!"
Agatha menganggukkan kepala dengan lemas. Gadis itu pun bertanya, "Terus sekarang lo mau gimana? Kalau mau nyari Seva, emang lo tau nyari dia ke mana?"
Shana berdecak dan menggerutu, "Kalau gue tahu nyarinya ke mana, gue nggak akan kalang kabut kaya gini."
Saat Shana dan Agatha sedang mengobrol itu, ada yang menginterupsi mereka. "Permisi," ucap seorang pemuda yang berdiri di ambang pintu tenda.
Agatha langsung melongo dan tidak lagi bisa mengontrol ekspresinya. Sementara Shana hanya meringis ngeri melihat Agatha berlebihan begitu.
Ya, oke lah, ini Cairo yang datang ke tenda mereka. Tapi bersikap biasa saja kan bisa. Kenapa Agatha bertingkah seolah ia melihat artis papan atas atau selebriti dunia—meskipun Cairo cukup tampan untuk modal menjadi selebriti.
"Iya, Kak, ada yang bisa dibantu?" tanya Shana karena sepertinya Cairo juga salah tingkah melihat Agatha yang seperti orang kerasukan saking happy-nya. Untungnya, Shana masih waras dan bisa mengambil alih situasi. Gadis itu berjalan menghampiri Cairo.
Cairo berdeham sambil tersenyum canggung. "Ini mau antar hape Indi. Kalau anaknya masih tidur, tolong kamu simpan dulu ya," kata Cairo sembari mengangsurkan sebuah ponsel ke hadapan Shana.
Shana menerima ponsel itu. "Oh, iya, Kak," balas Shana kemudian.
Cairo pun menganggukkan kepala. Ia lantas berpamitan kepada Shana dan Agatha sebelum berbalik pergi.
Shana menanggapi itu dengan anggukan dan senyum kecil di bibirnya. Sementara Agatha menanggapinya dengan heboh.
Cairo terkekeh geli dan beranjak dari sana. Namun baru beberapa langkah menjauh, pemuda itu membalikkan badannya.
Shana yang masih berdiri di ambang pintu tenda bersama Agatha yang sudah merangsek mendekatinya pun sama-sama dibuat memasang wajah tanya. Pasti Cairo ada kelupaan sesuatu.
Dan benar saja, pemuda itu berjalan mendekati tenda mereka lagi untuk mengatakan, "Kalau kalian mau makan siang sekarang, udah siap, tuh. Cuma kenapa belum diumumin? Itu karena panitia kira peserta masih beraktivitas di sana."
Cairo menunjuk ke pesisir pantai. Ia kemudian menurunkan tangannya dan sekali lagi menyuruh Shana serta Agatha pergi ke aula saja kalau memang mereka sudah akan makan siang.
"Oh, iya, siap-siap, Kak," balas Agatha dengan semangat empat lima.
Shana tak memberikan tanggapan apa-apa karena ia sudah merasa terwakilkan oleh Agatha. Barulah saat Cairo kembali berpamitan untuk benar-benar cabut dari sana, Shana menganggukkan kepala.
Sepeninggal Cairo, Shana dan Agatha masih berdiri di ambang pintu tenda. Beberapa menit kemudian, mereka lantas memasang bagian teras tenda dan membuka kursi lipat portable untuk di outdoor yang memang disediakan sebagai salah satu fasilitas tenda glamping itu.
"Jadinya kita mau makan siang atau nyari Seva?" tanya Agatha. Gadis itu sedang sibuk mengutak-atik sepatu outdoor-nya. Ia pun mulai menggumam mengomentari sepatunya itu, "Sepatu gue kotor banget ya."
Shana memutar bola matanya. Ia pun menunggu hingga Agatha selesai mengurusi sepatu yang katanya kotor itu padahal sebenarnya tampak mengkilap bersihnya.
Menyadari Shana diam saja sembari menunggunya, Agatha pun meletakkan sepatu itu. "Iya, iya," katanya seolah tahu bahwa diamnya Shana adalah karena gadis itu kesal.
"Lo maunya makan siang atau nyari Seva?" Shana balas bertanya, membalikkan pertanyaan Agatha sebelumnya.
Agatha menggumam panjang. Ia lantas mengelus perutnya sembari berusaha merasakan suara-suara dari dalam sana. "Ya, kalau lo berkenan, kita mending makan siang dulu, sih," ucap Agatha kemudian.
Shana menarik napas lalu menganggukkan kepala. "Oke, kita makan siang dulu. Nggak pake lama tapi! Habis itu kita cari Seva," putus Shana berbaik hati menuruti Agatha.
Agatha mengiakan. Ia kemudian bangkit dari duduknya dan masuk ke dalam tenda untuk mengambil ponsel serta t***k bengeknya.
Shana pun melakukan hal yang sama. Gadis itu masuk ke dalam tenda untuk mencoba membangunkan Indi dan mengajak gadis itu makan siang.
Indi tampak menggeliat karena tidurnya terganggu oleh panggilan dari Shana. Dengan muka bingung karena habis bangun tidur, Indi tampak mendongak untuk melihat siapa yang membangunkannya. "Kenapa, Sha?"
"Gue sama Agatha mau makan siang ke aula. Lo gimana? Mau ikut sekalian atau nanti aja?" tanya Shana yang sudah berjongkok di dekat Indi. Saat menunggu jawaban Indi, Shana jadi teringat soal ponsel titipan dari Cairo. Sambil menyodorkan ponsel ke hadapan Indi, Shana berkata, "Oh ya, tadi Kak Cairo ke sini buat nitip ini."
"Oh, iya, thanks. By the way, kalian duluan aja ke aula. Gue nyusul nanti," balas Indi sambil bangkit dari posisi berbaringnya. Ia lantas mengambil sebuah pouch make up.
"Lo sendirian nggak apa-apa?" Agatha ikutan menimbrung dalam pembicaraan.
Indi menganggukkan kepala. "Nggak apa-apa lah, masih siang juga," candanya.
Meski benar ini masih siang, namun Shana tetap merasa keberatan meninggalkan Indi sendirian di sana. Apalagi setelah keberadaan Seva juga tidak jelas.
Melihat Shana dan Agatha tak kunjung beranjak dari sana, Indi kembali berujar, "Beneran, gue nggak apa-apa sendirian. Habis ini gue susul kalian ke aula. Oh ya, jadi kan nanti nyari Seva habis makan siang?"
"Lho, Indi tau rencana kita, Sha?" tanya Agatha sedikit terkejut.
Shana mengangguk dan membeberkan, "Karena gue udah bahas ini duluan sama Indi waktu lo tidur tadi."
Agatha ber-oh singkat. Ia pun setuju membiarkan Indi tinggal di tenda sementara ia dan Shana duluan ke aula. Ia juga meyakinkan Shana bahwa Indi akan baik-baik saja meski sendirian.
Akhirnya, Shana memutuskan menuruti perkataan Agatha. Ia pun menyambar ponsel, mengambil kacamata hitam anti radiasinya, dan merangsek keluar dari tenda. Sebelum pergi dari sana, Shana berpesan pada Indi, "In, hati-hati ya. Kalau ada apa-apa atau lo mau ke mana, jangan lupa infoin ke gue atau Agatha."
Setelah diiyakan oleh Indi, barulah Shana beringsut pergi. Ia dan Agatha menuju ke aula sambil berlari-lari karena dikejar teriknya matahari. Namun di tengah perjalanan, Shana baru teringat sesuatu. "Ya ampun!" serunya membuat Agatha berhenti mendadak.
"Kenapa?" tanya Agatha was-was.
"Kenapa kita cuma pergi berdua aja? Harusnya kita ajak Arthur sama Verrel." Shana tampak mengerucutkan bibirnya. Terlalu banyak pikiran membuat ia jadi tidak bisa berpikir dengan benar.
"Lah iya ya," sambung Agatha, "balik lagi aja gimana? Mumpung belum sampai aula juga. Daripada nanti kita di aula cuma berdua."
Shana tampak setuju. Akhirnya ia dan Agatha mengganti tujuan mereka dari aula menuju ke tenda Arthur dan Verrel.
Namun di luar dugaan mereka, mereka justru mendapati Arthur dan Verrel berjalan di kejauhan, dari arah kamar mandi bersama Hea dan Rick.
Shana dan Agatha pun tak jadi beranjak. Mereka justru menepi ke bawah pohon yang bayang-bayangnya cukup untuk menghalau panas matahari. Dari sana, mereka mengamati Arthur dan Verrel.
"Hea ada di mana-mana ya, Bund," kata Agatha sambil tersenyum kecut. "Kali ini ada urusan apa dia ketemu sama Verrel dan Arthur?"
***