Jodohku
Ben bolak -balik di bale-bale bambu. Ia tak dapat nyenyak. Malam bertabur bintang, terang-benderang. Keindahan hakiki yang tak digubris. Keindahan yang tampak pada netra namun tak sampai menikam relung jiwa.
Bale- bale bambu di depan rumahya itu terasa panas sekali malam ini. Ben tahu apa yag merisaukannya. Bukan hanya tentang tertangkapya ia di malam lalu, namun terlebih karena kata-kata menohok dari seorang teman lamanya yang juga bagian dri kelompok penyamun tersebut.
"Kupikir kau sudah berkeluarga sekarang!" bisiknya tepat di telinga Ben. Ben sampai harus lebih merapat lagi agar bisa mendengar dengan jelas. Ben berjongkok di samping lelaki yang sudah lama tak dijumpainya itu. "Kau sendiri, kenapa belum berkeluarga?" balas Ben cepat. Ia tahu bahwa kelompok penyamun itu hanya berisikan pemuda lajang. "Aku patah hati. Pacarku pergi bekerja ke Malaysia." Tatapannya mulai nanar, basah oleh genangan kenangan-menurut Ben.
Percakapan singkat itu segera teralihkan dengan rencana yang disampaikan pemimpin gerombolan. Kini, Ben terus mengulang hal tersebut di kepalanya. Hal yang terasa lebih meresahkan ketimbang sekedar menjadi bahan pembicaraan warga kampung akibat menjadi mata-mata. Setidaknya lelaki beruntung itu pernah merasakan dicintai dan mencintai seorang wanita dibandingkan dirinya yang belum pernah sama sekali. Ingin rasanya ia bertukar tempat dengn temannya itu. Merasakan kegetiran yang membuat matanya berkabut saat bicara tentang wanita.
Malam semakin tinggi. Ben tertidur akhirnya setelah lelah memikirkan siapa wanita yang akan menjadi jodohnya.