bc

Pernikahan Tanpa Malam Pertama

book_age18+
6.7K
IKUTI
26.1K
BACA
love-triangle
contract marriage
love after marriage
forced
goodgirl
CEO
campus
affair
wife
stubborn
like
intro-logo
Uraian

Semua wanita tentu berharap menikah sekali seumur hidup dengan lelaki yang mencintai dan dicintai olehnya, bahkan bermimpi bisa selalu hidup bahagia bersama pasangan hingga kelak di surga. Namun, semua itu tidak dialami oleh Dinda.

Mahasiswi semester dua ini terpaksa menikah dengan Putra, anak konglomerat terkemuka di Surabaya demi menyelamatkan perusahaan sang papa dari kebangkrutan.

Kenyataan bahwa Putra mencintai wanita lain, membuat Dinda merasa kecewa, bahkan ratusan malam mereka lalui dalam kebekuan tanpa ada kehangatan malam pertama. Di saat yang sama, sang mantan kekasih hadir di antara mereka menawarkan cinta yang dahulu belum usai.

Mana yang harus Dinda pilih, mempertahankan pernikahan atau menyerah dan kembali pada sang mantan?

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1-Perjodohan
Air mata Dinda seolah tak mau berhenti mengalir semenjak ultimatum sang papa tadi sore. Terkadang dirinya bertanya, apakah menjadi anak yang berbakti harus dengan cara seperti itu? Dinda Putri Baskoro adalah seorang gadis berusia dua puluh tahun yang baru kuliah semester dua fakultas ekonomi sebuah perguruan tinggi negeri di Surabaya. Andi Baskoro, sang papa, tadi sore telah menjodohkannya dengan anak dari salah satu rekan bisnisnya, Surya Adinata, seorang konglomerat terkemuka di Surabaya. Perusahaan Andi Baskoro diambang kehancuran karena mengalami kerugian yang tidak sedikit sehingga memerlukan suntikan dana dari perusahaan besar sekelas Adinata group. Surya Adinata sanggup menjadi investor tunggal di perusahaan Andi Baskoro dengan syarat lelaki itu mau menikahkan menikahkan Dinda dengan anak laki-lakinya yang bernama Putra Alreza Adinata. Tanpa meminta persetujuan Dinda, lelaki paruh baya itu menyanggupi perjodohan yang diminta Surya karena dia yakin putrinya adalah anak yang patuh. Besok malam, Surya Adinata akan datang ke rumah Andi Baskoro bersama Putra untuk melamar Dinda. "Jika kamu masih ingin Papa anggap sebagai anak, terima lamaran Putra besok dan jangan banyak drama," titah Andi sore tadi saat pulang dari kantor. Dinda ternganga tak percaya mendengar ultimatum dari sang papa. Di rumah itu, perintah papa adalah serupa sabda raja yang harus dipatuhi tanpa ada negosiasi. "Tapi, Pa. Dinda kan masih kuliah dan baru semester dua. Lagipula, Dinda kan sudah punya--" "Pacar maksudmu? Laki-laki yang belum jelas masa depannya itu? Lelaki yang meninggalkan kamu begitu saja tanpa perjuangan. Apa yang kamu harapkan dari dia? Kamu bisa tetap kuliah meskipun sudah menjadi nyonya Adinata," potong Andi. "Tapi Pa--" "Jangan membantah! Sudah saatnya kamu balas budi kepada Papa, berkorban untuk perusahaan yang sudah Papa rintis bersama mendiang mamamu. Jangan mengikuti ego kamu sendiri, Dinda! Kecuali kamu sudah bosan menjadi anak Papa," ucap Andi penuh penekanan. Lelaki paruh baya itu menatap Dinda dengan sorot mata tajam, kemudian berbalik meninggalkannya sendiri di kamar. Andi memang selalu semena-mena terhadap putrinya, meskipun sebenarnya itu adalah caranya menunjukkan rasa sayang. Semenjak mamanya meninggal dunia, Dinda hanya tinggal bersama sang papa. Meski lelaki paruh baya itu itu suka memaksakan kehendak, tetapi dia yakin semua adalah untuk kebahagiaannya. Dinda menghapus air matanya, seketika ingatannya tertuju pada seorang lelaki yang pernah mengisi hatinya beberapa tahun lalu. Satriyo nama lelaki itu. Dia adalah sahabat sekaligus kakak kelas Dinda sejak SMA. Dia pria yang baik, sederhana dan juga penyayang. Rasa cinta tumbuh seiring waktu kebersamaan mereka berjalan, sehingga keduanya memutuskan untuk berpacaran. Sudah banyak hari-hari dia lalui bersama Satriyo, mereka bahagia seolah tidak akan pernah berpisah. Namun, satu bulan setelah kelulusan Satriyo dari SMA, dia pamit untuk melanjutkan kuliah ke Amerika. Lelaki itu minta mereka putus, karena tidak sanggup menjalani cinta jarak jauh. Hati Dinda hancur, begitu pun Satriyo, tetapi apa mau dikata. Takdir yang memisahkan mereka. "Din, aku tidak mau mengikatmu. Jika selama aku pergi, kamu jatuh cinta pada lelaki lain, aku ikhlas. Namun, bila ternyata setelah aku kembali cintamu masih untukku, semoga Allah mempertemukan kita dalam ikatan suci." Kata-kata terakhir Satriyo waktu itu masih sangat teringat di benaknya. Kata yang diucapkan Satriyo saat malam terakhir sebelum dia terbang ke Amerika. Dinda membuka kembali album foto kenangannya bersama Satriyo saat masih duduk di bangku SMA. Gadis itu pernah berjanji pada dirinya sendiri, akan menunggu Satriyo pulang dan kembali merajut kisah cinta mereka. Namun, semua itu seolah sirna karena permintaan Andi Baskoro sore tadi. Haruskah Dinda menikah dengan lelaki yang bahkan belum ia kenal sebelumnya Haruskah dia mengubur harapan untuk bisa bersama Satriyo, mengarungi bahtera rumah tangga impian mereka? "Maafkan aku, Sat! Mungkin benar kata Papa, sudah saatnya aku balas budi dengan berbakti pada beliau," gumam Dinda lirih sambil menutup album foto kenangan mereka di masa lalu. *** Putra Alreza Adinata, lelaki tampan bertubuh atletis dan bercambang tipis yang akan menjadi suami Dinda itu duduk dengan tegap di sofa ruang tamu bersama papinya, Surya Adinata. Sorot mata lelaki itu begitu dingin dan tidak bersahabat, bahkan dia tidak menoleh sedikitpun ke arah Dinda. Apa sebenarnya dia juga tidak menginginkan perjodohan ini? Meskipun tak dapat dipungkiri, lelaki itu memang menarik, gagah dan tampan. Namun, sikapnya begitu dingin dan angkuh. Tak sepatah katapun dia ucapkan selama pertemuan itu. Putra memiliki wajah yang tampan. Dia juga lelaki yang sukses dalam hal bisnis. Tidak menutup kemungkinan jika lelaki sepertinya sudah punya pacar. Pasti di luar sana banyak perempuan yang mengejar untuk mendapatkan cintanya. Mungkin saja dia pun bernasib sama dengan Dinda, terpaksa menerima perjodohan ini karena orang tua. "Putra, Dinda, kalian ngobrol aja dulu, biar saling mengenal. Papi ada urusan sebentar." Ucapan Surya Adinata membuyarkan lamunan Dinda. Gadis itu hanya mengangguk begitupula Putra. Beberapa saat kemudian, Surya pergi bersama Andi menggunakan mobil entah kemana. Sepertinya kedua orang itu sengaja meninggalkan Dinda dan Putra berdua untuk saling mengenal satu sama lain. Suasana hening, Putra tetap sibuk dengan ponselnya, sementara Dinda pun enggan mendahului menyapa. Beberapa saat mereka hanya terdiam. "Kuliah dimana?" tanya pria dingin itu memecah kesunyian. Dinda melihat ke arah pria itu. Ternyata dia sudah meletakkan ponselnya di meja. "Unesa," jawab Dinda singkat. "Jurusan?" "Ekonomi." "Hmm ...." Hening, lelaki itu kembali sibuk dengan ponselnya. "Fix, berarti dia sama sepertiku, terpaksa menerima perjodohan ini. Namun, untuk apa dia harus menerima perjodohan ini? Bukankah orang tuanya konglomerat yang kekayaannya tidak akan habis dimakan tujuh turunan? Perusahaannya pun pasti baik-baik saja. Di sini Papalah yang membutuhkan Om Surya. Ah ... entahlah," pikir Dinda. Hingga Andi dan Surya kembali, mereka tidak lagi mengobrol. *** "Saya terima nikah dan kawinnya Dinda Putri Baskoro binti Andi Baskoro dengan maskawin tersebut dibayar tunai." "Bagaimana para saksi ... sah?" "SAH." "Alhamdulillah ... barokallohu lakuma, wa baroka alaikuma wa jama'a bainakuma bil khoir ...." Pesta pernikahan digelar sangat mewah. Dinda dirias bagaikan putri raja yang cantik jelita bersanding dengan pangeran tampan idaman para wanita. Semua pasang mata melirik ke arah pasangan pengantin yang terlihat berbahagia, meskipun pada kenyataannya tidak. Dinda dan Putra mungkin juga merasakan hal yang sama, raut wajah keduanya menunjukkan kekesalan. Tamu-tamu undangan wanita yang mungkin teman-teman Putra, banyak yang iri dan memandang sinis pada Dinda. Mungkin mereka adalah wanita-wanita yang naksir pada Putra, atau mungkin salah satu dari mereka adalah pacar Putra. "Ah ... bodo amat. Aku ingin acara ini cepat selesai. Meski pesta ini sangatlah mewah tapi aku tidak menikmatinya, kepalaku pening," batin Dinda sembari memijat pelipisnya. Bahkan beberapa temannya yang datang ke pesta tidak dia hiraukan. *** Pesta pun usai, setelah membersihkan diri, Dinda menjatuhkan tubuhnya di ranjang. Badan terasa penat setelah mengikuti serangkaian acara pernikahan. "Apa memang semua pasangan pengantin merasakan seperti ini, ya?" batin Dinda. Dinda mengedarkan pandangan keliling kamar. Kamar mewah yang di booking Surya Adinata untuk malam pengantin mereka benar-benar membuat takjub. Ranjang mewah berukuran besar, fasilitas yang lengkap serta dekorasi yang mewah membuat siapapun akan nyaman tinggal di sana. Tak berapa lama, Putra memasuki kamar. Setelah membuka jasnya dan meletakkan ponsel di nakas, lelaki itu masuk ke kamar mandi. Tidak ada obrolan di antara mereka seperti layaknya pengantin baru pada umumnya, dia memang pria yang dingin. Tak berapa lama, ponsel Putra berbunyi, tapi Dinda tidak menghiraukan. Lagi pula dia merasa tidak berhak mengotak-atik barang pribadi Putra, meskipun lelaki itu sekarang berstatus suaminya. Beberapa kali panggilan itu terus berbunyi, hingga Dinda penasaran untuk mengetahui siapa sebenarnya yang menelepon Putra. Dinda mendekati ponsel suaminya sehingga terlihat jelas olehnya foto profil si penelepon. Tampak di layar ponsel itu, seorang wanita cantik berambut hitam panjang, beralis tipis dengan iris mata berwarna kecoklatan serta menggunakan pakaian seksi. Entah kenapa tiba-tiba d**a Dinda bergemuruh. Mungkinkah wanita itu cemburu? Dinda mengabaikan ponsel Putra dan kembali berbaring, tetapi panggilan itu kembali berdering. Kali ini wanita itu benar-benar merasa kesal kemudian mendekati ponsel dan berniat mengangkatnya. "Siapa yang mengizinkanmu menyentuh ponselku!" teriak Putra. Dinda terkejut karena tiba-tiba Putra sudah berdiri di depan pintu kamar mandi dengan sorot mata tajam. Kedua tangan pria itu masih memegang handuk untuk mengeringkan rambutnya yang basah. Aroma wangi sampo menyeruak keseluruh penjuru kamar. Seketika Dinda menarik tangannya yang semula hendak menyentuh benda pipih itu. "M-maaf aku tadi hanya--" "Aku peringatkan padamu, jangan pernah berani menyentuh barang-barang pribadiku. Ingat ... status kita suami-istri hanya di atas kertas. Jangan pernah berharap lebih karena aku tidak pernah mengharapkan pernikahan ini," ucap Putra seraya menyambar ponselnya dan berbalik hendak meninggalkan Dinda Mendapat perlakuan seperti itu, hati Dinda sakit. Memang pernikahan ini dia terima karena keterpaksaan, tetapi bukan berarti lelaki itu bisa memaki seenaknya. "Satu lagi, Dinda. Jangan pernah kamu mengadukan sikapku kepada Papi maupun Papa. Kamu harus bersikap seolah pernikahan kita baik-baik saja. Ingat itu!" Putra kemudian keluar dari kamar dengan perasaan kesal. "Ya Allah ... pernikahan macam apa ini?" batin Dinda menangis. Di malam pertamanya, sang suami malah pergi entah kemana, meninggalkan Dinda yang memeluk sepi dalam dinginnya malam. Tiba-tiba wanita itu merindukan Satriyo.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.2K
bc

TERNODA

read
198.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.6K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.4K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
54.7K
bc

My Secret Little Wife

read
132.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook