O.H.M.Ds 1
Happy Reading . . .
***
Chicago, Illinois
~
Aku menatap kosong pada selembar kertas yang berada di tanganku ini, dengan pikiran yang kosong juga melayang entah kemana. Sudah cukup lama aku memandang dan memegang kertas di tanganku ini tanpa tahu harus berbuat hal apa. Sebuah kalimat yang tertera di atas kertas tersebut sudah berkali-kali aku baca dengan teliti, berharap hasil yang berada di sana dapat berubah, atau aku yang bisa juga salah membacanya. Namun sayangnya, hal itu hanyalah sebuah harapan kosong yang terasa sia-sia karena hasil tersebut memang sudah mutlak dan bukanlah sebuah kesalahan belaka saja.
"Maafkan aku yang belakangan ini tidak begitu memperhatikan dirimu, Grey." Ucapku dengan air mata yang mulai menetes karena rasa kehancuran yang sudah tidak bisa aku tahan lagi. Kehancuran yang datang setelah aku membaca sebuah surat hasil pemeriksaan dari rumah sakit.
"Hei, sudahlah. Tidak perlu terlalu kau pikirkan. Itu hanya sakit biasa saja, Sayang."
Sebuah rangkulan yang aku rasakan di bahu, membuatku langsung memeluk tubuh Grey dengen begitu erat. Aku tidak siap jika harus kehilangan Grey, kekasihku yang sangat aku cintai ini. Seseorang yang sudah bagaikan menjadi malaikat penjaga untukku ini, sudah menemaniku di sepanjang usia remajaku, hingga sampai saat ini yang sudah menginjak dua puluh lima tahun. Kami tumbuh bersama layaknya pasangan sehidup semati.
Greyson Mill, kekasihku yang sudah menemani disaat aku berada di titik terendah dalam hidupku setelah ditinggal pergi oleh kedua orang tuaku untuk selama-lamanya karena sebuah kecelakaan yang menimpa keduanya. Dan kini hanya dia sajalah yang aku miliki di dunia ini, tidak ada yang lain lagi. Teman, saudara, atau siapapun itu, tidak ada yang mencintaiku seperti rasa cinta yang Grey berikan untukku. Hanya dialah yang menyayangiku, mencintaiku, dan menerimaku dengan apapun itu keadaannya.
Dan kini, setelah aku yang baru saja membaca hasil pemeriksaan Grey dari sebuah rumah sakit, hatiku seakan langsung hancur dibuatnya. Sebagai kekasih, aku adalah kekasih yang buruk untuk Grey. Semua itu karena aku yang tidak begitu memperhatikan perubahan yang belakangan ini telah dirasakannya itu pun, pada akhirnya membuatku sadar akan Grey yang sudah beberapa hari jatuh sakit bahkan sampai tidak ingin untuk makan. Dan setelah pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan ada hal apa yang terjadi pada tubuh Grey, kini aku pun langsung mendapatkan kenyataan pahit ini.
Kenyataan dimana Grey menderita penyakit hati tahap satu. Kenyataan yang sangat tidak siap aku terima dan tidak aku inginkan itu justru sudah menyerang diri kekasihku. Dan kami yang masih di kursi rumah sakit ini, aku menangisi Grey yang bahkan ia saja tidak menangisi nasib hidupnya yang kini sedang dihadapkan sebuah permasalahan yang cukup besar.
"Sudahlah. Apa kau masih akan terus menangis di sini?"
"Kau tidak bisa mengatakan penyakit itu biasa saja, Grey. Itu berbahaya!"
"Aku tahu. Tetapi apa yang bisa aku lakukan? Aku tidak bisa menolak sakit yang sudah diberikan kepadaku ini, Estee."
Dengan begitu perhatiannya, Grey menghapus air mata yang mengalir melewati pipiku, dan menenangkan perasaanku yang sedang begitu terpukul ini. Bahkan disaat ia yang terkena penyakit saja, masih ingin menenangkan perasaanku yang lebih hancur dari pada Grey sendiri.
"Tetapi kenapa harus kau? Kenapa harus kau yang selalu menjaga kehidupanmu yang sangat sehat? Itu sama sekali tidak masuk akal, Grey."
"Mungkin memang sudah ditakdirkan untuk mendapatkan penyakit ini."
"Ini tidak adil untukmu!"
"Hei, kita bicarakan ini lagi saat nanti tiba di apartemen, okay?"
Lihatlah, betapa tenangnya ia disaat dirinya saja sedang sakit. Ia selalu tidak ingin membuatku merasakan kesedihan.
"Kita pulang sekarang?"
Setelah menganggukkan kepala sebagai jawaban, aku pun menggenggam erat tangan Grey dan kami pun melangkah keluar dari rumah sakit menuju mobil. Dan saat di mobil dalam perjalanan menuju apartemen pun, aku masih mencoba untuk menerima kenyataan yang sesungguhnya sampai kapan pun akan terasa sangat sulit untuk diterima.
"Kata dokter, kemungkinan sakitku ini masih bisa disembuhkan."
"Semuanya akan terasa lebih baik jika penyakit sialan itu tidak berada di dalam tubuhmu," balasku yang dengan cukup sinis.
"Hei, aku tidak menyukai sikap sinismu yang sudah keluar itu."
"Grey, aku sudah kehilangan kedua orangtuaku yang sangat aku cintai. Aku tidak siap jika harus kehilanganmu. Aku tidak ingin kau pergi dari hidupku, Grey. Aku sangat mencintaimu."
Dengan satu tangan yang tidak memegang kendali kemudi itu, Grey menggenggam tanganku kembali tak kalah erat dari sebelumnya.
"Aku tahu kau sangat mencintaiku, Sayang. Dan aku pun juga tidak akan meningalkanmu. Jadi, kau tidak perlu merasa cemas yang sangat berlebihan."
"Aku khawatir terhadapmu."
"Itu sama saja, bukan?". " Hei, aku akan baik-baik saja. Tadi aku sudah mengatakan kalau sakitku ini masih bisa disembuhkan, bukan?"
"Aku tidak percaya dengan kata-kata dokter. Dulu dokter juga yang mengatakan kalau Mom dan Dad akan baik-baik saja. Tetapi buktinya? Mereka justru pergi meninggalkanku selama-lamanya. Mereka pergi meninggalkanku sendirian di sini, Grey!"
"Kau tidak sendirian, Estee. Aku di sini, selalu di sampingmu dan akan selalu ada untukmu."
"Kau mengatakan itu sekarang, tetapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti."
"Estee, aku masih bisa sembuh. Aku akan berjuang supaya penyakit ini bisa menghilang dari tubuhku selama-lamanya. Apa kau juga akan mendukungku?"
"Tidak perlu kau minta aku pasti akan mendukungmu. Jika aku bisa, aku ingin menyembuhkanmu. Aku akan melakukan apa saja agar kau bisa terbebas dari sakit ini."
"Terima kasih untuk selalu tetap berada di sisiku, Estee. Aku sangat membutuhkan itu di saat-saat kondisiku yang seperti ini."
"Aku mencintaimu," balasku yang langsung memeluknya dengan begitu erat, tidak peduli akan Grey yang saat ini sedang mengemudi.
Karena aku ingin memperlihatkan betapa berarti dan pentingnya sosok Grey di hidupku. Dan aku yang tidak akan membiarkan Grey merasakan sendirian di saat-saat terpuruk seperti ini. Aku tidak akan membiarkan Grey menghadapi kenyataan pahit yang menimpanya itu sendirian. Aku ingin selalu berada di sampingnya dalam apapun itu kondisinya.
***
Aku sama sekali tidak bisa menutup mata, dan mengistirahatkan tubuhku. Semua itu karena pikiranku yang masih saja tidak bisa terlepas dari Grey. Sepanjang malam ini aku hanya menatapnya dalam diam yang sudah tertidur dengan pulas di sampingku. Bagaimana ia bisa bersikap setenang ini menghadapi hal yang tidaklah mudah seperti itu? Aku memang tidak tahu rasanya menderita sebuah penyakit, tetapi aku sangat mengerti bagaimana rasanya mendapati hal yang tidak diinginkan tetapi justru benar-benar terjadi di dalam kehidupan.
Aku pernah melewati masa-masa itu. Masa-masa dimana aku tidak siap kehilangan kedua orangtuaku, namun takdir justru berkata lain. Aku tidak ingin hal seperti itu nantinya bisa terjadi pada Grey. Aku tidak siap kehilangan satu-satunya orang yang aku sangat aku cintai dan hanya dialah yang aku miliki di dunia ini.
Tidak terasa aku merenungi segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi pada Grey nanti, langit di luar sana rupanya sudah mulai terang, dan malam ini aku pun sama sekali tidak tertidur. Geliat Grey yang akan terbangun dari tidurnya pun mulai aku rasakan, dan senyumanku mengiringinya yang baru saja membuka mata.
"Tidak biasanya kau terbangun terlebih dahulu."
"Aku tidak tertidur?"
"Tidak tertidur?"
"Bagaimana aku bisa tertidur jika pikiranku saja tidak bisa terlepas darimu?"
"Estee... kau sudah berlebihan. Aku baik-baik saja, kau tahu?"
"Berhenti mengatakan kau baik-baik saja, tetapi sebenarnya kau tidak merasakan hal itu, Grey!"
"Tetapi aku memang baik-baik saja. Bahkan aku merasa seperti sudah sedia kala. Estee, obat alami untukku itu hanyalah menjalani hidup lebih sehat lagi. Itu hal yang sangat mudah, bukan?"
"Kau selalu meringankan segala sesuatu hal yang terasa sangat berat, Grey."
"Aku tidak ingin merasa terbeban. Jika aku tertekan, penyakit yang aku miliki ini justru bisa semakin menjadi bertambah memburuk."
"Tetapi kau tidak bisa seperti itu. Kau tidak bisa menganggap penyakitmu ini hal yang biasa."
"Lalu aku harus apa, Estee? Bersedih? Meratapi penyakit yang ada di tubuhku ini? Merenungkan kenapa aku bisa sampai terkena penyakit ini? Jika aku seperti itu, semuanya justru hanya akan terasa sia-sia."
"Dan biar aku tebak, hari ini pasti kau akan berangkat bekerja?"
"Tentu saja. Sudah tiga hari aku mendapatkan izin. Tidak mungkin aku memperpanjang lagi, disaat aku saja sekarang sudah baik-baik saja."
"Terserah kau saja!"
Dengan kesal aku pun langsung beranjak turun dari ranjang, lalu melangkah menuju kamar mandi untuk bersiap-siap bekerja. Biarkan saja Grey melihat sikapku yang kurang bersahabat pagi ini. Itu semua karena aku yang sangat tidak suka dengan sikap keras kepala dan memudahkan segala hal dalam bentuk apapun itu.
Namun walaupun sikap menyebalkan yang sudah sejak lama tidak pernah menghilang dari sosoknya tersebut, itu semua tetap tidak pernah mengurangi rasa cintaku terhadapnya. Bagiku, Grey adalah sosok yang tetap sempurna dalam kekurangan ataupun sifat buruk yang dimilikinya itu.
***
To be continued . . .