Arsen duduk di ranjang kamar Lily dengan kesal, Lily masih berusaha menenangkan Arsen tapi lelaki itu tidak kunjung tenang akibat kemarahan begitu besar pada Sekar.
"Mas, jangan marah. Maafkan dia ya," mohon Lily.
"Aku tidak suka, memang benar apa yang Evans katakan. Wanita itu mana mungkin datang begitu saja tanpa ada maksud tertentu," kesal Arsen.
"Mas, orang tuanya meninggal karena aku," ucap Lily yang kini kembali sedih jika mengingatnya.
"Kau tidak usah merasa bersalah, itu semua tanggung jawabnya." Arsen lalu meninggalkan Lily dan masuk kedalam kamar mandi.
Lily kini duduk di ranjangnya dengan perasaan berkecamuk, kenapa harus dia yang merasa kan perasaan seperti ini? Lily hanya ingin membalas Budi tadi semuanya hancur begitu saja. Arsen dan Evans, kedua orang yang Lily sayangi tidak setuju dengan apa yang dia lakukan.
"Apa yang harus aku lakukan," Ucap Lily frustasi.
***
Di sisi lain kini Sekar merasa senang karena membuat hubungan Lily dan Arsen renggang, di cela pintu yang tidak tertutup rapat itu dia bisa melihat bagaimana dua orang itu saling cekcok karena dirinya.
"Aman, rasakan itu." Sekar segera kembali ke kamarnya.
Setiap harinya, Sekar harus memberikan informasi pada lelaki itu. Apa yang terjadi di rumah ini harus di laporkan semuanya, hal ini kadang membuat Sekar kesal tapi jika dia tidak melakukannya maka dia yang akan habis di tangan laki-laki itu.
"Kau kenapa dari atas?" tanya Owen.
"Em, aku nyasar Om," ujar Sekar.
"Diatas itu kamar Lily dan Evans, jangan kau kesana jika tidak ingin Evans marah padamu. Evans itu baik, kau mungkin harus berusaha lagi agar Evans mau menerima mu di rumah ini," ucap Owen menasehati.
Sekar mengangguk, dia berpikiran buruk apakah saat ini memang Owen tidak mengerti apapun? sejak awal Owen selalu mengikuti apa yang Lily katakan. Sialan memang jika menjadi Lily dia pasti akan sangat bahagia memiliki orang tua yang baik dan kaya raya seperti mereka.
Sepertinya Owen, kini Sekar kembali mengumpat, segala hal yang ada di sini memuatnya iri, dia ingin memiliki semuanya tapi tidak akan begitu mudah, dia harus menyusun rencana sendiri yang bisa saja tidak sesuai dengan apa yang orang itu siapkan untuknya.
"Sialan, susah sekali mengendalikannya," ucap Sekar.
Sekar kini menuju dapur dia ingin lebih dekat dengan Vivian, setidaknya dia ingin mengambil hati orang di sini agar semuanya berjalan dengan lancar. Vivian seperti orang yang baik mungkin Sekar dengan mudah bisa mendekati nya.
"Tante lagi apa?" tanya Sekar.
"Engga, ini lagi cek bahan soalnya mau belanja bulanan." Vivian menjelaskan.
"Tante yang belanja? ga pekerja Tante?" tanya Sekar.
"Iya, soalnya hari ini Tante akan sibuk," ucap Vivian.
"Yah, Sekar kesepian dong semua pada pergi," ujar Sekar.
"Kau bisa istirahat dulu, lagi pula tubuhmu belum begitu pulih," jelas Vivian.
Sekar mengangguk, dia merasa bosan tapi dia tidak ingin membuat kedua orang tua Lily kesal padanya jika dia memaksa untuk ikut mereka pergi lagi pula dia baru dua hari di sini dia tidak mungkin langsung melakukan apa yang ingin dia lakukan, Sekar tidak mau rencananya terbongkar sebelum dia berhasil melakukan semua misi yang sudah dia susun sebelumnya.
"Hati-hati Tante, Sekar ke kamar dulu." ucap Sekar ceria.
"Iya, selamat istirahat," ucap Vivian.
***
Lily menyiapkan baju Arsen, sebenarnya dia tidak pernah melihat Arsen semarah ini kepadanya, Arsen selalu sebentar jika marah kepadanya tapi ini? Lily bahkan serba salah melihat Arsen yang mendiamkannya.
"Mas, jangan marah." Lily mendekati Arsen yang baru keluar kamar mandi.
"Udah, kamu cepet mandi. Udah jam segini," ujar Arsen.
"Ga mau, aku ga suka kamu cuekin aku!" kesal Lily pada Arsen.
"Makanya nurut, udah ah kalau lama aku tinggal," ancam Arsen.
"Bodo amat, Mas udah ga sayang aku." Lily lalu kembali berbaring di ranjang dan menutup dirinya dengan selimut.
Arsen menggelengkan kepalanya, Lily memang luar biasa, dia yang kesal kini langsung hilang amarahnya.
"Udah, ayo mandi. Mas gamau telat," ucap Arsen.
"Ga mau, mas cuekin aku terus," ujar Lily.
"Mas ga cuek sayang, udah ah jangan ngambek. Ayo nanti Mas telat," bujuk Arsen.
"berapa menit waktunya?" tanya Lily.
"Jam setengah 8 harus berangkat," ucap Arsen.
Lily segera masuk ke dalam kamar mandi, sebentar lagi jam setengah delapan dan jujur saja bersiap-siap menjadi Lily sebagai sekretaris Arsen sangat lama, belum lagi rambutnya dan segala hal yang di lakukan agar kulitnya lebih coklat, Lily pikir tidak ada waktu untuk melakukan semua itu.
Setelah menunggu hampir 20 menit kini Lily sudah siap membawa tas miliknya, bukan tas yang biasa Lily pakai ke kantor, dia benar-benar menjadi dirinya sendiri saat ini.
"Kau memakai ini?" tanya Arsen tak suka.
"Menjadi Lily terlalu lama, kau bisa memanggil ku dengan nama Yocelyn, ayo sayang." ajak Lily.
"Kau terlalu cantik, Argh" kesal Arsen.
"Kau kenapa sih, sayang? masih kesal?" tanya Lily yang kini menggandeng tangan Arsen.
Arsen diam, dia cemburu! dia lebih suka Lily berpenampilan seperti biasanya karena Lily dengan penampilan ini pasti membuatnya menjadi pusat perhatian.
"Jangan marah," mohon Lily.
"Aku tak suka, dia melakukan hal itu padamu," ucap Arsen.
Lily tau Arsen hanya khawatir tentangnya karena itulah dia berusaha untuk melakukan yang terbaik agar Arsen tidak khawatir masalah ini. Dia bisa menghadapi semuanya dengan baik, ada keluarga yang mendampinginya juga.
"Kamu nanti ikut ke Bandung, besok weekend kita liburan ke sana saja," ucap Arsen.
"Mama ada acara apa?" tanya Lily.
"Acara keluarga aja kok," jawab Arsen.
Arsen hanya tidak ingin Lily terus di bodohi oleh Sekar, bagaimanapun kini Lily adalah tanggung jawabnya dia tidak ingin ada seseorang yang membuat Lily terluka terlebih itu karena Sekar.
Sikap Sekar memang belum terlihat, tapi Arsen tau bahwa datangnya Sekar penuh dengan rencana yang akan membuat hidup Lily tidak tenang.
"Aku akan memperkenalkan bahwa kamu adalah tunangan ku, aku tidak mengatakan kau dari keluarga mana yang pasti aku ingin melakukan itu. Jangan menolak," ucap Arsen ketika berada di dalam mobil dan tidak mau ada penolakan.
"Kau memang, mempergunakan dengan baik situasi ini," ucap Lily kesal.
"Ya, aku harus melakukan itu." Arsen tersenyum kecil.
"Aku memakai kaca mata, aku tak ingin banyak orang yang memotret ku," ujar Lily.
"Iya sayang, lakukan hal yang membuatmu nyaman," ucap Arsen.
***
Evans sampai di kantor dengan perasaan kesal, adiknya di perdaya oleh Sekar tapi sampai saat ini pun dia tidak menyadari, sejak awal feeling nya sudah buruk pada wanita itu dan dia tidak ingin semuanya menjadi lebih runyam jika Evans tidak bertindak.
"Sialan, Wanita ini memang dari masa lalu tapi aku tak tahu, apakah dia ada hubungan dengan laki-laki itu atau tidak." Evans kesal.
Evans tau bagaimana penyebab semua ini, kedua orang tuanya jujur pada Evans dan sebagai anak dia tidak menyalahkan kedua orang tuanya, baik Owen dan Vivian sama-sama mencintai seharusnya laki-laki itu tidak memaksa Vivian untuk bersamanya jika tidak ada kebahagiaan di dalamnya.
Korban dari segala balas dendam dirasakan oleh Lily, sejak kecil Evans kasihan melihat adiknya yang selalu ketakutan semenjak penculikan itu.
Evans tidak ingin jika semuanya akan kembali terulang seperti dulu, sudah cukup adiknya menderita dan dia tidak akan membiarkan Lily kembali merasakan kesedihan akibat kesalahan masa lalu.
"Kenapa Papa tidak melakukan sesuatu? dia dengan mudah percaya begitu saja?" ucap Evans bertanya-tanya.
Evans keluar dari ruangannya, dia menuju cafetaria untuk sarapan.
"Gara-gara wanita itu, aku jadi kelaparan di pagi hari seperti ini," ucap Evans kesal.
Evans memang orang yang keras kepala, jika dia tidak suka maka dia akan memperlihatkan semua itu dengan jelas, Evans curiga dengan Sekar karena itulah dia menolak kedatangan Sekar di rumahnya.
"Kau kenapa menjadi kesal begini?" tanya seorang wanita yang menghampiri Evans.
"Kepo banget jadi orang, kau yang ngapain di sini?" tanya Evans balik.
"Orang kalau ga ikut rapat ya gitu, orang aku mau promosikan produk baru perusahaan ini kok." ujar Wanita itu lalu duduk di kursi depan Evans.
"Menyebalkan," ucap Evans lalu melanjutkan makannya.
Wanita ini adalah adik dari sahabat Evans, mereka memang sudah kenal akrab dan jika bertemu seperti biasanya akan saling menyebalkan antara satu dengan yang lainnya.
"Kau, sudah makan?" tanya Evans.
"Sudah, tadi aja diantar Abang kesini," ucap Arlita.
"Aldi memang menyebalkan, kenapa tidak mampir coba? udah kesini juga malah balik." Kesal Evans.
Emosinya memang sedang tidak stabil karena itulah dia marah-marah sejak tadi, Arlita saja tidak tau bagaimana menghadapi Evans yang seperti sedang puber ini.
"Kau seperti anak baru gede, marah-marah Mulu, Aku ke sana ya sebentar lagi mau mulai," pamit Arlita.
"Dasar Bocil," teriak Arsen.
***
Arsen dan Lily kini sudah sampai di tempat pertemuan, bahkan rekan bisnis Arsen saja tidak mengenali jika wanita ini adalah Lily. Wajah dan penampilan Lily sangat berbeda karena itulah banyak orang yang tidak mengenalinya.
"Sayang, kamu nanti di ruangan ku aja, aku mau di temani," ucap Arsen.
"Hem, kamu sangat manja," goda Lily.
"Jangan buat aku kesal," bisik Arsen di telinga Lily.
Lily tersenyum, dia mencubit kecil lengan Arsen, kekasihnya memang dalam mode tidak bisa di ganggu saat ini. Arsen sangat sensitif dan pastinya posesif.
"Kau mau ambil cemilan lagi nggak?" tanya Arsen.
"Enggak, aku udah kenyang Mas, ini memang di hotel pertemuannya?" tanya Lily.
"Ya, dia menginap di sini sayang. Apa kau mau menginap juga denganku? kita bikin Arsen junior yang banyak," goda Arsen.
"Mas, nanti papa marah!" kesal Lily dengan godaan Arsen.
Andaikan kau tau jika saat ini mereka sudah sah menjadi pasangan suami istri, mungkin Lily tidak menolak apa yang dia inginkan, tapi apa daya? Arsen harus menahan hasratnya demi keberlangsungan rencana yang sudah di susun sebelumnya.
"Kenapa? Papa pasti senang jika punya cucu," ujar Arsen semakin membuat Lily memerah.
Kekasihnya memang menyebalkan, sudah tau jika dia sangat malu tapi bisa-bisanya Arsen membicarakan hal itu tanpa pertimbangan sama sekali.
"Mas ih, menyebalkan!" kesal Lily lalu melepas genggaman tangannya.
Arsen tersenyum lebar, menggoda Lily merupakan hal yang sangat menyenangkan baginya, Lily memang seperti itu tapi tidak ada salahnya jika Arsen meminta hak nya, suatu saat dia akan melakukan hal itu dia ingin memiliki Lily seutuhnya.
"Nantikan semuanya sayang,"
***
Sekar diam-diam menemui laki-laki itu, dia berusaha keluar rumah tapi banyak pasang mata yang melihatnya. Mereka juga penasaran dengan suatu kebenaran tapi tingkah Sekar sangat mencurigakan.
Sekar tidak tau jika Vivian sudah pulang berbelanja karena itulah dia menganggap aman jika bertemu dengan laki-laki itu saat ini.
"Bu, Sekar kok sepertinya mencurigakan ya?" ucap salah satu pelayan yang bekerja sangat lama di rumah ini.
"Mencurigakan kenapa Bi?" tanya Vivian.
"Dia sepertinya menemui seseorang di luar sana, Ibu dan Bapak harus hati-hati," ucap pelayan itu.
"Bi, Bibi diam ya kita main aman bibi awasi Sekar jika aku tidak di rumah, tapi jangan sampai ada yang tau," ujar Vivian.
Bibi mengangguk, memang sepertinya rencana itu tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan orang lain bersama dengannya.
"Sekar," panggil Vivian.
Sekar terkejut, dia memang menyembunyikan sesuatu jika tidak dia tidak akan bertingkah aneh seperti ini. Vivian harus semakin berhati-hati jika tidak mau semuanya berantakan.
"Tante pulang kapan?" tanya Sekar.
"Baru saja, sini Tante belikan obat untuk luka mu," ujar Vivian.
Vivian akan mendekati Sekar untuk tau apa yang kini sedang di rencanakan, dia tidak ingin jika segala hal yang tidak di perhatikan akan semakin membuat kehidupan keluarga ini berantakan.
"Makasih ya Tante," ucap Sekar.
Vivian mengangguk, dia lalu meminta pelayan lain menata bahan masakan yang sudah dia beli, Vivian lelah fisik dan pikirannya saat ini.
"Ya Tuhan, aku lelah"
***
Banyak pasang mata yang melihat Arsen dan Lily saat ini, mereka terkejut dengan apa yang dia lihat. Bos nya tidak pernah membawa wanita bersamanya tapi kini dia bersama wanita cantik yang sangat mempesona saat ini.
"Dia siapa? gila cantik banget," puji orang lain.
"Mereka sangat serasi," semua pujian itu bahkan terdengar sampai di telinga Lily dan Arsen.
Arsen tau semuanya tidak akan tau jika ini merupakan Lily yang selalu mereka bully, Lily sangat cantik dengan pesonanya tersendiri, tidak ada yang bisa melewatkan pesona cantik Lily.
Mereka sudah sampai di depan ruangan Arsen, pegangan Lily pun terlepas dengan lemas.
"Kau dengar kan? kau sangat cantik, aku tak suka kau jadi pusat perhatian," ujar Arsen.
Lily tidak mendengar apa yang Arsen katakan, dia memeluk Arsen dan bersyukur atas apa yang dia alami saat ini, tapi di sisi lain dia merasa sedih, kenapa wajah seseorang bisa menjadi pembeda dalam memperlakukan orang lain? bukankah mereka sama-sama makhluk Tuhan? kenapa tidak ada perlakuan yang sama untuk hal tersebut? Lily hanya berharap moral mereka bisa sedikit berubah demi kehidupan yang lebih baik.
"Kau milikku," bisik Arsen yang langsung mencium bibir manis Lily.
Arsen tidak peduli dia masih di kantor, sejak tadi dia tergoda dengan bibir manis istrinya, jika boleh dia ingin segera memasukkan miliknya dan memiliki Lily seutuhnya, tapi dia tidak egois dia takut jika Lily marah ketika dia memaksa untuk melakukannya.
Lily berada diatas pangkuan Arsen, rok nya sudah naik ke atas hingga memperlihatkan paha mulusnya. Arsen mengusapnya dengan perlahan membuat gelenyar aneh itu muncul seketika.
nafsu keduanya memuncak, saling memuaskan antara satu dengan yang lainnya adalah yang mereka butuhkan saat ini.
"Aku menginginkanmu, Sekarang!"