The Hottest Woman
Happy Reading . . .
***
Langkah yang terlihat begitu lurus, yang seakan terdapat garis lurus tidak terlihat di sepanjang lantai yang terbuat dari keramik itu mengiringi sebuah kaki jenjang yang sedang melangkah dengan sempurnanya seakan berada di atas catwalk. Suara hentakan yang membentur lantai kemaruk dan berasal dari sepatu hak tinggi yang dikenakannya itu pun terdengar seperti berlomba-lomba mengisi keheningan situasi lobby yang sedang dilaluinya itu, karena sebagian besar kaum adam yang berada di tempat tersebut sedang berfantasi liar pada pikirannya masing-masing ketika melihat seorang wanita yang kesempurnaannya bagi setiap pria sudah melampaui batas.
Wanita yang sudah tidak asing lagi bagi seisi gedung McCarter & co., termasuk kaum pria itu sedang melintasi lobby untuk memasuki gedung kantor menuju lift. Savannah Wilder, sang wanita pemilik tubuh tinggi, semakin disempurnakan dengan bentuk postur tubuh ramping namun berisi dibagian yang seharusnya, warna kulit sedikit coklat alami tanpa bantuan alat apapun. Semua kesempurnaan yang Savannah miliki itu ia dapatkan secara alami. Tidak hanya para kaum wanita saja, setiap kaum pria yang melihat sosok Savannah yang bergitu sempurna itu pun juga sudah pasti akan mendambakannya.
Sudah tidak terhitung lagi banyaknya pria yang mencoba untuk mendekati dan meminta wanita itu agar ingin menjadi kekasihnya. Tetapi Savannah tidak mempedulikan hal itu, karena ia hanya ingin berfokus kepada karir dan pekerjaan yang ia miliki saat ini, yang jika diingat untuk mendapatkannya pun tidaklah mudah dan membutuhkan banyak perjuangan untuk dapat diraih sebelumnya.
Di sini, McCarter & co. Savannah berjuang dengan begitu mati-matian dan membutuhkan pengorbanan yang luar biasa besarnya untuk bisa bersaing dengan para pemburu pekerja lainnya, sebelum wanita itu yang pada akhirnya diterima dan dipekerjakan sebagai sekretaris sekaligus asisten pribadi seorang Jamie McCarter. Nama yang memiliki pengaruh besar, karena ia yang merupakan pemilik sekaligus pemimpin McCarter & co.
Perusahaan retail terbesar yang namanya sudah terpajang dan dibuka di sebagian besar sudut kota. Tidak hanya itu saja, McCarter & co. juga membangun sebuah wahana taman bermain di dua dari lima pulau pribadi milik keluarga McCarter yang dibuka untuk pengunjung umum. Maka, sudah tidak heran lagi jika begitu banyaknya persaingan yang berada di sana demi dapat menggantungkan masa depannya pada perusahaan bonafit yang nama baiknya sudah tersebar dan terdengar dengan begitu luasnya.
Dan tahun ini, adalah tahun kedua untuk Savannah sudah bekerja pada perusahaan tersebut. Dan memiliki pekerjaan di tempat yang cukup menyenangkan dan atasan yang sangat mendukung atas perkembangan di setiap kinerjanya itu membuat Savannah merasa sangat nyaman bisa bekerja di sana, sekaligus begitu merasa beruntung di saat yang bersamaan karena memiliki kesempatan yang sangat langka itu.
Dengan senyuman akan rasa semangat pagi yang selalu Savannah rasakan di setiap melangkah memasuki lift yang akan membawanya ke lantai dimana ruangan kerjanya berada, namun tiba-tiba saja langsung dihadapkan oleh wajah lesu dan sangat tidak bersemangat dari sosok yang baru saja masuk bersamaan dengan pintu lift yang langsung tertutup dan membawa lift tersebut menuju lantai tiga puluh lima, dengan diisi oleh dua orang saja di dalamnya.
Pandangan Savannah yang semula menatap sosok yang terakhir masuk ke dalam lift dan kini sudah berdiri tepat di sampingnya, langsung membuat wanita itu kembali mengalihkan pandangannya dan menatap lurus menuju pintu lift yang berada tepat di depannya.
"Seharusnya kau tidak menghancurkan perasaanku pagi ini yang sudah merasa cukup senang dan bersemangat, dengan wajah datar nan menyebalkanmu itu." Cibiran yang keluar dari mulut Savannah, membuat seseorang yang diajaknya berbicara itu justru menimpali dengan terkekeh.
"Itu semua karena seorang wanita yang lagi dan lagi, untuk yang kesekian kalinya mengingkari janji kencannya. Terdengar menyebalkan, bukan? Dan selain harus dibuat menunggu selama berjam-jam, si pria juga harus menerima kenyataan telak bahwa wanita itu rupanya tidak bisa datang."
Balasan yang penuh dengan sinisme itu langsung membuat rasa kekesalan Savannah meluap dengan begitu cepatnya. Dan, saat ini juga wanita itu mampu menyemburkan kemarahannya tepat di hadapan pria yang dengan beraninya sudah menyindir dirinya itu dengan kata-kata sinis seperti tadi.
"Dylan, aku sibuk! Kau tahu semalam aku keluar dari gedung ini pukul berapa? Pukul sebelas malam. Dimana kebanyakan orang dengan nikmatnya sudah berada di atas ranjangnya, dan sudah tiba di alam mimpinya masing-masing. Sedangkan aku, baru bisa bernafas dengan lega setelah aku dengan lelahnya menyelesaikan pekerjaanku itu. Dan sekarang kau masih protes di saat semalam aku sudah menghubungimu dan menjelaskan mengenai situasi yang sesungguhnya?" Seru Savannah yang kini sudah menaruh kedua tangan yang dikepal itu, di sisi masing-masing pinggangnya sambil memberikan tatapan tajam kepada pria yang kini masih memandangnya dengan senyuman yang selalu membuat wanita itu merasa kesal di setiap melihatnya.
"Okay. Aku mengerti."
"Kau tidak mengerti! Jika kau mengerti, kau tidak akan terus melemparkan protes dan juga sindiran kepadaku seperti tadi."
"Bagaimana bisa di saat kau sedang marah seperti ini, kau justru semakin terlihat panas, Savee milikku?"
Sebuah pelukan di pinggang bersamaan dengan rendahnya intonasi suara yang terdengar di telinga Savannah, membuat rasa kesal yang sebelumnya begitu menguasai dirinya langsung menguap entah kemana. Bahu wanita itu yang sebelumnya menegang akibat rasa amarahnya, dengan seketika langsung mengendur bersamaan dengan tenangnya perasaan pada saat mendengar suara yang seakan sedang menenangkan dirinya itu.
"Kau sedang merayuku?"
"Aku tidak merayu. Itu adalah sebuah fakta dan kenyataan. Kau wanita yang memang begitu panas, Savee."
Dylan McCarter. Si sulung dari keturunan McCarter, namun memiliki nasib yang kurang beruntung karena seorang McCarter yang hanya bekerja sebagai akuntan di perusahaan milik keluarga itu. Permasalahan pribadi dengan keluarga yang melatarbelakangi Dylan yang seorang McCarter, namun hanya bekerja sebagai pegawai biasa saja. Namun, semua itu tidak menutup mata Savannah akan sifat sederhana, apa adanya, menyenangkan, dan masih banyak hal lainnya yang wanita itu sukai terhadap pria yang mencintainya itu.
Ya, Dylan dengan mudahnya mengatakan bahwa ia mencintai Savannah sejak pandangan pertama. Sejak wanita itu mulai bekerja di perusahaan tersebut, Dylan sudah mulai tergila-gila pada sosok Savannah. Dan hingga sampai dua tahun mereka saling mengenal, perasaan Dylan tidak pernah berubah namun justru ia semakin mencintai wanita itu. Tetapi, sayangnya perasaan itu tidak Savannah anggap lebih. Savannah hanya menganggap Dylan sebagai teman istimewanya saja. Tidak lebih dari sekedar teman, namun sikap keduanya justru sudah lebih jauh dari kata teman.
Semua itu karena Savannah yang tidak ingin permasalahan komitmen yang selalu bisa menjadi kesalah pahaman dalam suatu hubungan yang bisa saja menjadi sampai menghancurkan karir yang dengan susah payahnya sudah wanita itu bangun hingga sampai bisa bekerja di perusahaan yang luar biasa ini. Savannah tidak ingin hal-hal yang tidak terlalu penting dalam kehidupannya saat ini mengenai hal percintaan, bisa menghancurkan mimpinya karena wanita itu yang masih ingin berfokus pada karir dan pekerjaannya.
Karir dan percintaan bagi Savannah tidak pernah berhasil jika dipersatukan. Maka, wanita itu pun sudah memilih dengan berkomitmen untuk tidak dulu menjalin hubungan dengan status dan membuat kehidupannya menjadi semakin dipersulit hanya karena masalah seperti itu. Dan sedangkan Dylan yang mengetahui keinginan Savannah, hanya bisa menerima akan hubungan di dalam zona pertemanan seperti yang wanita itu inginkan dan juga menghargai selama Savannah tidak melarang dirinya untuk selalu memberikan perhatian lebih karena perasaan sayangnya yang akan selalu diberikan Dylan terhadap wanita itu.
"Aku akan menggantinya setelah pergantian jabatan ini berakhir, okay?" Ucap Savannah sambil menaruh kedua tangannya pada bahu tegas pria di hadapannya yang cukup lebih tinggi darinya, dan sedikit melingkarkan tangannya di sana.
"Hahh..., aku bertaruh kau akan mengingkarinya lagi." Balas Dylan dengan jengah.
"Hei, itu terdengar kasar kau tahu?"
"Bukankah kau menyukai hal yang bersifat kasar?"
"Itu bahkan terdengar sangat tidak relevan."
"Malam ini, di apartemen-ku?"
Ajakan itu, seperti sebuah sinyal dimana Dylan ingin menghabiskan malam bersama dengan wanita yang dicintainya itu seperti yang sudah cukup sering terjadi dan berlalu itu.
"Hmm..., aku harus melihat agenda pekerjaanku terlebih dahulu okay?"
"Kau sudah lama tidak berkunjung ke apartemen-ku."
"Akan aku usahakan, tetapi aku tidak bisa berjanji. Karena jika aku berjanji, aku bisa saja mengecewakanmu lagi."
"Okay."
"Tetapi aku minta agar kau jangan terlalu berharap, okay?"
"Aku sudah biasa dengan yang seperti itu. Jadi, apapun itu keputusannya, langsung beritahu aku."
"Okay."
"Hei, omong-omong. Apakah aku sudah mengatakan kalau pagi ini kau terlihat begitu menawan? Kuning, tidak biasanya kau memakai warna itu?" Komentar Dylan sambil menilai dress casual bewarna kuning muda yang cukup cerah, yang Savannah kenakan hari ini untuk bekerja.
"A. Kau belum mengatakan kalau pagi ini aku terlihat begitu menawan. Dan, B. Suasana hatiku sedang begitu senang pagi ini. Jadi, aku memutuskan untuk mengenakan warna yang cerah ini."
"Ada apa dengan suasana hatimu?"
"Hanya senang saja."
"Tanpa alasan?"
"Memangnya semua hal yang terjadi harus berdasarkan dengan alasan?"
"Tidak juga."
"Menyebalkan!" Cibir Savannah yang bersamaan dengan terbukanya pintu lift dimana lantai ruangan kerja Dylan berada. "Itu lantaimu, sampai bertemu jam makan siang nanti. Kau yang membayar."
"Okay. Sampai bertemu nanti."
Sebuah kecupan singkat Dylan berikan pada bibir Savannah, sebelum dengan cepat pria itu melangkah keluar dari lift dan meninggalkan Savannah yang hanya tersenyum dengan disusul oleh pintu lift yang langsung kembali tertutup. Lantai ruang kerja Dylan dan Savannah yang hanya berbeda lima lantai saja itu, membuat dengan cepat Savannah yang langsung tiba di lantai ruangan kerjanya berada. Setelah pintu lift terbuka, Savannah pun melangkahkan kakinya menuju ruangan kerja miliknya yang berada tepat di samping ruangan kerja atasannya.
Pada saat wanita itu sedang menaruh tas di kursi kerja miliknya, ia sudah melihat keberadaan sang atasan yang berada di meja kerjanya. Ruangan Savannah yang dibatasi dengan sebuah pintu otomatis yang terbuat dari kaca besar dan tebal dapat membuatnya melihat dengan jelas apakah atasannya itu sedang berada di ruangannya atau tidak. Dan setelah melihat sang atasan yang kini sudah berada di kursi kebesarannya, membuat wanita itu langsung bergegas membuatkan kopi untuk atasannya seperti hal yang sudah seharusnya ia lakukan setiap paginya.
Ruangan kerja Savannah yang dilengkapi bar kecil di sudut ruangannya, memang diperuntukkan kepada sang atasan agar dapat membuatkan kopi di setiap paginya dengan cepat atau jika atasannya itu sedang membutuhkan suatu minuman yang bisa Savannah buatkan dalam waktu yang singkat. Setelah secangkir kopi sudah selesai dibuatnya, Savannah mengambil tablet dari atas mejanya yang berisi agenda pekerjaan sang atasan hari ini dan langsung melangkah menuju ruangan kerja di sampingnya dengan membawa secangkir kopi dan sebuah tablet di kedua tangannya itu.
Dengan melalui pintu otomatis tersebut, Savannah melangkah menghampiri sambil menyapa dengan hangat sang atasan yang sedang berada di kursi kebesarannya dan menatap sebuah dokumen yang berada di tangannya.
"Selamat pagi, sir McCarter. Kopi anda seperti biasanya. Tanpa gula dan krimer," sapa Savannah sambil menaruh secangkir kopi di atas meja tepat di hadapan sang atasan, lalu ia memundurkan posisinya hingga cukup berjarak dengan berdiri tepat di depan meja atasannya tersebut.
"Kau datang di saat yang tepat, Savannah. Dan aroma kopi buatanmu ini selalu saja membuat saya menjadi merasa tenang. Tidak hanya aromanya, rasanya pun juga tidak kalah nikmatnya. Kau pandai membuat kopi."
"Terima kasih, sir. Saya merasa sangat terhormat mengetahui Anda yang rupanya sangat menyukai kopi buatan saya.”
Jamie McCarter, pria paruh baya sang pemilik dan juga pemimpin McCarter & co. Atasan dimana Savannah bekerja itu, memiliki kepribadian yang hangat. Membuat Savannah semakin mencintai pekerjaannya itu. Namun dibalik kehangatannya itu, nama besar Jamie McCarter tidaklah sembarangan. Banyak pihak yang selalu ingin menghancurkan nama besarnya itu, namun tidak ada satu pun yang berhasil karena sesungguhnya ia memiliki banyak cara licik yang justru akan membuat hancur pihak yang ingin bertindak tidak sesuai dengan kehendaknya. Di balik sifat hangatnya itu, tidak ada yang pernah menduga jika sesungguhnya Jamie McCarter adalah seorang pengancam yang handal.
"Jadi, bagaimana dengan semua persiapannya?" Tanya Jamie sambil menikmati kopi di pagi harinya itu.
"Penyambutan sederhana, seperti yang Anda inginkan, sir. Segelas Champagne untuk para petinggi perusahaan yang hanya akan menyambut kedatangannya dalam dua hari lagi."
Ya, akan ada pergantian kepemilikan dan kemimpinan McCarter & co., dalam beberapa hari ke depan. Maka, hal itulah yang membuat Savannah harus mengingkari janji kencannya dengan Dylan karena pekerjaan wanita itu yang seakan terasa menjadi bertambah sepuluh kali lipat dari biasanya. Karena selain is yang harus mempersiapkan acara penyambutan sederhana untuk pemimpin baru seperti yang diinginkan sang atasan tersebut, Savannah juga harus mengganti seluruh deskripsi pekerjaannya menjadi ditujukan kepada sang pemimpin dan atasan barunya nanti.
"Tambahkan beberapa perwakilan dari setiap Departemen untuk berada dalam penyambutan itu. Saya ingin semua yang menjadi bagian dalam perusahaan ini mengetahui siapa pemimpin baru mereka."
"Baik, sir. Akan saya kirimkan e-mail kepada setiap Departemen untuk dapat mengirim setiap perwakilannya."
"Lalu, apakah ada rumor yang beredar di lingkungan pegawai yang lainnya?"
"Mengenai pemimpin baru ini, sir?"
"Ya."
"Sudah sejak lama rumor tersebar mengenai hal itu, sir."
"Ada yang dilebih-lebihkan?"
"Kebanyakan dari mereka hanya bertanya-tanya mengenai sosok yang akan menjadi pengganti Anda, sir."
"Bagaimana dengan Departemen akuntansi?"
Departemen akuntansi. Mendengar kalimat itu, pikiran Savannah langsung mengerti kemana arah tujuan pembicaraan atasannya itu.
"Tidak berbeda, sir. Semua pegawai hanya bertanya-tanya siapa yang akan menjadi penggantinya saja. Dan tidak lebih dari itu."
"Itu hal yang bagus."
"Baik. Apakah ada tambahan lagi yang ingin Anda lakukan untuk acara penyambutan tersebut?"
"Tidak ada. Tetapi..., berbicara mengenai Departemen akuntansi. Saya cukup sering melihat dan mendengar bahwa kau yang sedang dekat dengan salah satu pegawai di bagian itu. Apakah kau sedang menjalin hubungan yang serius dengannya?"
"Saya tidak menjalin hubungan bersama dengan seseorang yang Anda maksudkan itu, sir. Hubungan kami tidak lebih dari sekedar teman biasa saja."
"Sesungguhnya saya tidak ingin tahu apalagi melarang kau yang ingin menjalin hubungan dengan siapapun itu, Savannah. Tetapi di sini kau bekerja untuk saya. Saya harus peduli dengan seseorang seperti kau yang dekat dan berada di lingkungan kerja saya. Saya tidak ingin orang seperti kau harus berhubungan dengan pria yang tidak baik seperti dia. Pria itu tidaklah baik untuk dirimu, Savannah. Kau bekerja di sini untuk masa depanmu, bukan? Dan jika kau memutuskan untuk memiliki hubungan dengan seseorang yang berada jauh di bawah dirimu, itu tidaklah adil. Tidak adil untuk dirimu sendiri karena kau harus bersanding dengan seseorang yang tidak pantas untukmu. Maafkan saya jika di sini saya terdengar seperti menasihati dan melarangmu yang ingin memiliki teman dari kalangan apapun. Tetapi, lihatlah dirimu. Kau masih berusia sangat muda, kau memiliki penampilan yang luar biasa menarik, otak cerdasmu sudah membuktikannya langsung dengan nilai rata-rata yang begitu memuaskan pada saat kau berada di perguruan tinggi dulu adalah sebuah tambahan yang melengkapi kesempurnaan dirimu, Savannah. Dan di tambah lagi, baru dua tahun kau bekerja untuk saya. Saya sudah merasa sangat puas dengan segala kinerjamu selama ini. Di sini saya hanya ingin memperingati dirimu saja yang berstatus sebagai asisten pribadi dan sekretaris saya. Kau adalah tanggung jawab saya, Savannah. Jika kau tidak bisa meraih masa depanmu hanya karena tidak bisa mencari pasangan yang seimbang, semua itu akan terasa percuma. Sekali lagi, saya minta maaf karena saya tidak bermaksud untuk ikut campur ke dalam kehidupan pribadimu. Tetapi, saya hanya ingin memperingati dirimu sejak awal saja, Savannah. Saya peduli denganmu, dan kau adalah tanggung jawab saja. Setiap pegawai yang bekerja untuk saya dalam lingkungan yang dekat, sudah saya anggap seperti kerabat, rekan, atau bahkan keluarga. Jadi, saya harus melakukan hal itu untuk dirimu."
Sudah jelas di sini bahwa Jamie benar-benar menyuruh Savannah untuk menjauhi Dylan. Atasannya itu melarang wanita itu untuk berhubungan dengan sang anak, tetapi semua alasan itu terdengar seperti Jamie lebih memikirkan, lebih khawatir dan lebih mempedulikan Savannah dibandingkan dengan sang anak. Dan wanita itu pun juga sudah mengetahui dengan jelas akan setiap ucapan panjang Jamie yang hanya tertuju pada satu titik persoalan, dimana dirinya yang dilarang untuk berhubungan dengan Dylan kembali.
Sesungguhnya Savannah sudah sedikit mengetahui mengenai hubungan Dylan bersama dengan McCarter yang lainnya hingga bisa sampai terasa sangat renggang dan jauh dari kata harmonis. Semua itu karena Dylan yang selalu bersifat terbuka pada saat bersama dengannya. Tetapi Savannah tahu, ia tidak bisa masuk lebih dalam lagi kepada keluarga McCarter karena ia sama sekali tidak memiliki hak untuk hal tersebut. Maka dari itu, Savannah ingin menjaga dirinya untuk tidak ingin mengetahui lebih jauh lagi mengapa keluarga McCarter bisa benar-benar jauh dari kata harmonis.
"Tidak, sir. Anda tidak perlu meminta maaf. Saya justru senang jika ada seseorang yang menegur atau mengatakan hal apapun itu langsung di depan saya. Saya sangat menghargainya."
"Kau tidak tersinggung, bukan?"
"Sama sekali tidak, sir. Saya justru sangat berterimakasih karena Anda sangat peduli dan sampai memikirkan diri saya. Itu sangat berarti besar untuk saya, sir. Sekali lagi, terima kasih."
"Saya hanya ingin kau tidak salah dalam memilih, Savannah."
"Saya mengerti, sir."
"Bagus jika kau ingin menerima kritikan atau saran dari orang lain, Savannah. Saya benar-benar tidak salah memilih peganti sekretaris saya yang dulu, yang bahkan bagi saya kinerjanya tidak pernah memuaskan. Dan pengganti saya nanti pasti akan sangat beruntung bisa memiliki seorang pekerja yang begitu pandai, inisiatif, cekatan, seperti dirimu."
"Terima kasih atas segala pujian yang Anda berikan kepada saya itu, sir. Saya sangat menghargainya."
"Baiklah. Jadi, apa saja agenda saya hari ini?"
Mendengar hal tersebut, membuat Savannah langsung menyalakan layar tablet yang sejak tadi berada di dalam genggaman tangannya dan membuka catatan yang sudah ia buat kemarin mengenai agenda apa saja yang atasannya itu akan lakukan hari ini. Setelah memberikan nasihat di pagi hari kepada Savannah tadi, Jamie yang langsung mengarah kepada pekerjaan dan itu artinya sudah tidak ada lagi kata main-main, membuat Savannah tidak begitu memikirkan lagi mengenai hal yang Jamie singgung akan hubungan dirinya bersama Dylan itu.
Tetapi setelah Savannah sudah membacakan seluruh agenda pekerjaan yang akan Jamie lakukan hari ini. Pada saat wanita itu sudah berada di meja kerjanya, pikirannya justru langsung tertuju kembali kepada setiap ucapan ataupun peringatan yang diberikan oleh atasannya tadi. Ia dilarang untuk memiliki hubungan dengan Dylan, tetapi sayangnya Savannah tidak bisa melakukan hal itu. Ia tidak bisa mengakhiri hubungan walau yang hanya sebatas teman saja dengan Dylan, Savannah tetap tidak bisa karena hal itu akan menjadi tidak adil untuk Dylan yang mencintai dirinya.
Dan pemikiran-pemikiran yang mulai menyita perhatian Savannah itu pun membuatnya langsung mengirim pesan kepada Dylan untuk mengatakan bahwa malam ini dirinya ingin datang ke apartemen pria itu seperti undangan yang sudah pria itu layangkan pada saat di dalam lift tadi. Savannah ingin membicarakan mengenai perihal yang atasannya ucapkan kepadanya tadi bersama Dylan. Tidak bermaksud untuk ingin mengetahui lebih dalam lagi mengenai permasalahan pribadi keluarga McCarter, tetapi Savannah hanya ingin mengetahui mengapa keluarga itu bisa begitu terpecah hingga dirinya yang juga sampai dilarang untuk memiliki hubungan dengan Dylan yang katanya bukanlah merupakan pria yang baik seperti yang Jamie McCarter katakan kepada wanita itu tadi.
***
To be continued . . .