bc

Suami Keduaku Malaikat

book_age18+
132
IKUTI
1K
BACA
billionaire
contract marriage
love after marriage
scandal
bitch
superhero
tragedy
bxg
supernatural
wife
like
intro-logo
Uraian

Dengan alasan dijodohkan oleh sang Ayah, ternyata Nara dijadikan tebusan hutang oleh Toni. Setelah menikah hidupnya semakin jungkir balik. Pernikahan pertamanya penuh dengan kesediaan, kisah pilunya tersembunyi rapat dibalik senyumannya. Tuhan menghadirkan seseorang, dia yang membantunya bangkit dari keterpurukan, dia yang memberikan harapan bagi gadis itu untuk bertahan. Namanya Fadilah Zhaky, lelaki yang menjadikan Nara sebagai ratu dalam hidupnya.

chap-preview
Pratinjau gratis
01. Anara Rusman
Saya dilahirkan dari rahim manusia, saya dibesarkan oleh manusia, tapi kenapa seolah saya hidup dengan Monster. Belasan tahun yang telah berlalu adalah waktu yang begitu menyiksaku, bergelantungan seperti mayat hidup, menyaksikan kebahagiaan orang lain yang hanya seperti mimpi pada jalan hidup saya. Sebelumnya perkenalkan, nama saya Anara Rusman, anak sulung dari satu saudara, yaitu satu adik saya bernama Febriansyah. Aku hidup dengan keluarga utuh, ada Ayah ada Ibu dan ada saudara, namun apa yang membuat aku kurang bersyukur? Apakah seorang anak yang setiap hari di permainkan seperti barang akan selalu bahagia? Ayahku bernama Toni Rusman, bukan orang biasa di mata orang lain, tetapi di mataku dia hanya seorang penyiksa yang berjasa atas hidupnya diriku hingga saat ini. Dia dikenal dengan watak keras nya, menjadi pemimpin sebuah pusat perjudian, perusahaan minuman keras yang ilegal, dan kini dia bangkrut. Aku semula bahagia saat mendengar bisnis kotor nya itu bangkrut, aku tidak takut menjadi gembel atau miskin, tapi ternyata semua itu tak berhenti setelah kekayaan harta sekalipun telah direnggut darinya. Setiap hari dia marah besar, emosinya sering tersulut amarah, bertengkar dengan ibu ku, dan aku hanya diam membisu memeluk adik tercinta ku siang dan malam. Mereka telah dewasa tapi pikiran dan cara penyelesaian masalahnya begitu egois seperti permainan anak kecil. Di usiaku yang terbilang muda ini, tiada hari tanpa bertengkar. Setiap hari kami menderita, aku dan adikku, perihal ibu ku? Mungkin dia juga menderita tapi entah kenapa seolah hatiku telah mati perihal mereka berdua. Siapa yang salah tidak dapat disimpulkan oleh seorang anak, di mata seorang anak orang tua tetaplah orang tua, walau seburuk apapun mereka, hanya saja untuk diriku adalah aku telah mati rasa pada mereka, keluarga ku hanya satu, yaitu adikku. *** Pagi telah tiba, hari baru di awal baru, ya hari ini adalah tanggal pertama di bulan kesepuluh, aku berharap begitu besar walau aku tahu itu akan percuma. Nara berharap pada bulan ini akan ada awal baru yang akan membuat semua menjadi bahagia dan damai, yaitu tidak ada pertengkaran sama sekali. Yah, itulah harapannya, begitu sederhana tapi berjuta bahagia. "Kak, Febri pakai pensil baru ya?" ucap seorang anak kecil usia tujuh tahun, dengan seragam Sekolah Dasar, menatap Nara dengan wajah polosnya. "Terserah padamu, lagi pula apa pensil mu sudah habis?" sahut seorang gadis berseragam SMA yang duduk di kelas 12 itu, sambil mengenakan sepatu nya dengan perlahan dan sudah rapi bersiap mengawali hari dengan ceria. "Tak apalah, biar tulisan Febri jadi makin cantik, mirip Kakak!" jawabnya dengan begitu semangat mengatakan seorang kakak nya adalah orang paling cantik, dia berbeda, di lain tempat yang biasanya seorang adik akan mengejek kakaknya dirinya malah menjadikan satu-satunya kakak untuk dipuji terus menerus. Dia tidak pernah memuji ibunya sejak lama, hubungan dekat dengan keluarga juga telah lama merenggang, kini seolah dalam rumah itu ada dua belah bagian yang begitu berbeda, satu sisi dengan tawa anak-anak dan satu sisi penuh amarah yang mencekik leher. Nara hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya, melihat tingkah sang adik yang begitu polos. Mereka turun dari tangga, dengan tangan yang saling bergandengan, di ayun-ayunkan perlahan dengan senyum merekah, tapi senyum itu pudar seketika saat menderita sebuah teriakan. "Mas! Saya ini manusia! Berhenti kasar pada saya!" teriak seorang wanita paruh baya dengan tangis nya yang berlinang. "Kamu manusia?" sahut seorang pria paruh baya dengan pakaian lusuh tak jelas, dia mengucap sepatah dua patah kata dengan penegasan penuh amarah. Plak! Satu tamparan mendarat begitu kencang, menyisakan luka yang mengalirkan darah segar pada sudut bibir si wanita itu. Nara yang melihatnya hanya diam tak berkutik, sang adik respek ketakutan dan memeluknya begitu erat di tengah-tengah anak tangga dan menutup matanya. Tangan kanan nya memeluk perlahan tubuh mungil sang adik dan tangan kirinya meremas kuat pembatas tangga rumah. Matanya panas, penuh derita, lagi-lagi dia melihat hal yang sama, memang sudah tidak asing lagi, tapi hal itu akan tetap menyakitkan untuk dirinya dan sang adik. "Kau itu bukan manusia! Kau itu p*****r! Kesana kemari mengobral tubuh mu itu! sudah berapa korban yang kau rayu Ha!" maki seorang pria paruh baya itu yang diketahui adalah Toni, ayah dari Nara dan Febri. Wanita itu hanya menangis tersedu-sedu menahan perih dari sudut bibirnya, inilah yang membuat Nara tak tahu harus apa dan membela siapa, dia tidak tahu apa yang harus di perbuat, dia hanya menginginkan satu keluarga yang utuh dan bahagia. "Salahku apa Mas! apa yang aku perbuat hingga kau berbuat seperti ini! Aku menyesal menikahi mu dulu!" jawab Anita (ibu dari Nara dan Febri, sekaligus istri dari Toni) dia menangis tak tertahan lagi. "Apa kau bilang? kau menyesal! seharusnya yang menyesal itu aku bukan dirimu itu dasar p*****r!" amarah nya sudah menggebu-gebu, di tendang nya perut sang istri dan membuat Febri berteriak begitu kencang dan berlari ke arah sang ibu yang tidak sadarkan diri itu. "Mama! ...." teriak Febri sambil berlari turun dari tangga dengan seragam sekolahnya yang sudah rapi itu, tapi semua telah menjadi buruk di pagi hari seperti ini. Toni hanya diam tak peduli melihat derita keluarganya, entah apa yang ada dalam pikirannya itu, membuat Nara muak dan tak habis pikir. Nara turun cepat dari tangga dan melepas tas sekolah nya sembarang di anak tangga itu, dia menatap sang Ayah dengan mata panas dan hati yang hancur dan remuk, berulang kali dia melihat kekerasan ini, ibu nya yang di tendang, di tampar, di tarik rambutnya, semua sudah biasa, tapi ini kondisi fisik ibunya telah memburuk. "Pa, kami ini keluarga mu, perlakuan kami dengan adil, setidaknya jika bukan untuk aku dan Mama, berikan rasa aman untuk anak kecil itu, dia itu anak mu!" ucap Nara berlinang air mata, derita yang dia pendam selama ini baru saja dia katakan. Selama ini dia tidak pernah mengucap kata saat orang tuanya bertengkar, tapi kini karena itu terjadi begitu saja dan kesabarannya telah memuncak. "Tau dari mana kamu! kamu itu sama seperti ibu mu! tidak pernah menurut pada ku! aku ini kalian anggap apa ha! pajangan? gambar?" jawab Toni berteriak pada sang putri di depan wajahnya langsung. Dia telah melakukan kesalahan besar, apa yang dia perbuat untuk saat ini adalah hal fatal yang akan berimbas buruk di masa depan. "Dan kau anak haram! jangan pedulikan wanita p*****r itu! dia sama sekali tidak berhak untuk dikasihani!" lanjut Toni menyebut putra bungsu nya sebagai anak haram, entah apa yang ada dalam pikiran pria tua ini, hidup tinggal beberapa saat lagi tapi pikiran dan cara pikirnya begitu buruk. Nara mendengar nya langsung tersenyum miring, dia menatap wajah dan seluruh tubuh sang ayah dengan senyum miring penuh derita dan kebencian, dari balik senyum Nara itu, Febri sedang menangis meraung-raung karena ibunya tak sadarkan diri. "Kau menyebut anak malang itu sebagai anak haram? kau tega? bahkan kau tidak merasa sedikitpun telah berdosa? kau ini manusia apa Monster?" ucap Nara dengan penuh rasa kecewa dan kebencian, saat dia berhenti di kalimat terakhirnya, sebuah tamparan melayang begitu kuat. Plak! Tangan Toni telah menampar wajah sang putri tanpa rasa kasihan, Nara masih diam berdiri menahan kuat tubuhnya agar tidak tumbang karena pukulan itu. Wajahnya berpaling menatap arah kanan nya, dengan rambut yang menutupi seluruh wajahnya sempurna, rasa pusing pada kepalanya dia tahan sekuat tenaga, dia tidak boleh tumbang karena pukulan seorang ayah nya itu. "Dasar anak tidak tahu malu! kau durhaka! sama seperti ibu mu! percuma kau aku sekolahkan jika tidak ada perbedaan antara sekolah maupun tidak!" lanjut Toni sambil menundingkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Nara. Nara seketika mendongakkan kepalanya dan mengibaskan rambut yang menghalangi wajahnya itu, dia menatap langit-langit rumah sambil menahan rasa panas pada sisi pipinya. Dan beralih menatap Toni, "Saya bersekolah diajarkan untuk melakukan kewajiban saya, saya diajarkan untuk mempertahankan apa hak saya, dan saya sadar jika benar selama ini saya dibesarkan oleh manusia tapi saya hidup bersama seorang monster yang rela melihat keluarganya mati di tangannya sendiri. Saya sadar jika seorang manusia yang kehilangan iman dan cahaya hati nya maka hanya ada kegelapan yang menyelimutinya, saya sadar jika saya Putri mu, dan saya minta maaf karena telah membentak Anda dan berkata kasar, tapi perlu Anda ingat, kunci surga utama anak itu ada pada orangtuanya, tapi jika orang tuanya seperti ini adakah anak yang bisa memenuhi kewajiban dan pergi ke surga?" jawab Nara membungkam mulut seorang Toni, menatap diam tak bergeming, mulutnya beku dan hanya menatap Nara yang berlalu bersama sang adik yang membopong pergi istrinya. Pagi yang begitu luar biasa, menguji mental seorang anak dalam derita belenggu keluarga.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Bukan Cinta Pertama

read
58.9K
bc

Way Back Into Love || Indonesia

read
13.1K
bc

MANTAN TERINDAH

read
10.0K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
39.9K
bc

Long Road

read
148.2K
bc

Undesirable Baby (Tamat)

read
1.1M
bc

Undesirable Baby 2 : With You

read
168.2K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook