7. My Hana

1090 Kata
Hana dan Damian semakin terlihat manis dari hari ke hari. Pasangan muda itu selalu bersama di luar jam pelajaran. Banyak siswi yang menatap iri pada Hana, siswi lugu dengan segala prestasi yang telah ia ukir untuk sekolahnya. Hubungan mereka sudah sebulan lamanya. Damian semakin sering berada di sisi Hana sejak jabatannya sebagai ketua OSIS telah berakhir. Hana yang awalnya merasa rendah diri dalam bergaul kini mulai beradaptasi dengan pertemanannya dengan teman-teman Damian. "Sayang!" Hana menoleh. "Kenapa, Kak?" "Kamu cantik!" Hana mendengus. "Udah berapa kali coba kamu bilang gitu! Lama-lama bikin aku kesal!" "Eh, kesal? Memangnya ada orang kesal mukanya merah gini?" Damian mencubit gemas pipi Hana. "Ih, Kak Dami! Awas, ya!" Hana mengejar Damian hingga mereka sampai di depan kelas Hana. "Udah sana! Belajar yang rajin, jangan mikirin aku terus!" ledek Damian. "Siapa juga yang mikirin kamu!" sungut Hana. "Udah, aku masuk dulu!" "Eits, tunggu dulu!" Damian menahan lengan Hana. "Ada apa, Kak?" tanya Hana bingung. Damian tak menjawab. Ia justru mendaratkan kecupan di pipi gadis itu. "Malu, Kak!" Damian terkekeh seraya merapikan poni yang hampir menutupi kacamata Hana. "Masuk sana!" Hana menjawab dengan anggukan kepala lalu masuk ke dalam kelasnya. Setelah Damian melihat kekasihnya masuk ke dalam kelas, ia pun berjalan menuju ruang kelasnya sendiri. *** "Oh, jadi ini pacarnya Damian?" Seseorang mencegah Hana keluar dari toilet khusus perempuan yang letaknya tak jauh dari kelas Damian. "Ada apa, ya, Kak?" tanya Hana sopan. Gadis yang mencegahnya itu langsung menarik rambut panjang Hana yang diikat ekor kuda. "Heh, lo dengerin gue! Lo tuh gak pantas banget sama Damian! Lo cuma mau numpang populer, kan? Lo cuma mau manfaatin Damian biar pamor lo sebagai siswa teladan di sekolah naik!" "Kak Adis, sakit, Kak!" pekik Hana. "Lo harus jauhin Damian karena Damian cuma milik gue!" "ADISTI!" "Dam, a-aku ... ini gak seperti-" "Kalau Hana pacarku, memangnya kenapa?" Gadis yang bernama Adisti itu tertawa sinis. "Cewek cupu ini gak ada apa-apanya dibanding aku!" "Gak ada apa-apanya kamu bilang? Hana gak seperti kamu yang murahan!" Adisti terkejut. "Apa maksud kamu?" "Semua siswa di sini tahu kalau yang sering pakai gudang sekolah itu kamu!" "Ka-kamu kok-" "Sebaiknya kamu tak menghina pacarku atau rahasiamu terbongkar!" desis Damian. Damian segera meraih lengan Hana lalu membawa kekasihnya itu pergi dari toilet. "Kak, terima kasih," ucap Hana. Damian tersenyum seraya merapikan rambut Hana yang terlihat berantakan akibat ditarik. "Eh, mau ngapain?" "Ikat rambut kamu. Kenapa?" "Biar aku sendiri," tolak Hana. "Duduk tenang, Sayang!" Hana akhirnya menurut. "Nah, sudah!" Damian tersenyum puas begitu selesai mengikat rambut kekasihnya. Hana menoleh ke belakang seraya tersenyum. "Terima kasih." "Gak usah sampai berterima kasih. Eh, waktu istirahat bentar lagi habis. Kamu udah makan?" Hana menggeleng. "Ke kantin sekarang!" "Eh, tapi Kak-" "Daripada kamu sakit, lebih baik kamu makan dulu!" ucap Damian tegas. "Iya deh, Kak!" balas Hana pasrah. *** Siswa kelas XI IPA 2 sedang mengikuti pelajaran Matematika dengan sangat bersemangat. Pasalnya, guru yang mengajari mereka kali ini adalah mahasiswa jurusan Pendidikan Matematika yang sedang mengikuti program magang dari universitas tempat mereka kuliah dan bekerja sama dengan sekolah. Mahasiswa yang bernama Yudit itu terlihat semakin tampan saat menjelaskan persamaan diferensial di papan tulis. "Na, dia ganteng, ya!" celetuk Gracia tiba-tiba tanpa mengalihkan fokusnya pada wajah Yudit. "Ingat Kak Nino, Cia!" bisik Hana tajam. "Ish, orang lagi mengagumi ciptaan Tuhan kok! Kalau soal cinta mah tetap Abang Nino seorang," ujar Gracia. Hana hanya merespon ucapan sahabatnya dengan menggeleng geli. Yudit memberikan latihan soal pada seluruh siswa. Saat semua siswa sedang mengerjakan soal, mata Yudit tak lepas dari sosok Hana. Gadis pendiam namun murah senyum itu menjadi pusat perhatian Yudit sejak ajang perkenalan beberapa menit sebelum ia memberikan materi pelajaran. "Na!" bisik Gracia. "Apa sih?" Hana memutar bola matanya malas. "Kak Yudit ngelirik ke sini mulu!" Hana pun mendongak dan langsung bertatapan dengan sosok Yudit. Seketika ia menunduk kembali dan menyelesaikan latihan soal. Tiga puluh menit berlalu, Hana berdiri dan segera maju untuk mengumpulkan buku latihannya. Yudit pun tersenyum saat gadis itu menghampirinya. "Udah selesai, Dek?" Hana mengangguk pelan. Yudit memeriksa jawaban dari setiap soal yang Hana tulis. "Dek, ini benar semua!" celetuk Yudit. "Wajar, Kak! Pemegang medali emas olimpiade Matematika tingkat nasional jangan diremehin!" ucap salah satu siswa secara tiba-tiba. "Benarkah? Wah, berarti saya harus mundur teratur ini!" sahut Yudit. "Lho, kenapa?" Akhirnya suara Hana yang membuat Yudit penasaran terdengar juga. "Ah, karena ternyata kamu lebih jago daripada saya," kekeh Yudit. "Saya bukan siapa-siapa kok, Kak. Andai bukan karena bimbingan guru, saya tidak mungkin mampu seperti ini," ungkap Hana apa adanya. Yudit tertegun sejenak. Matanya menelisik lebih dalam sosok gadis yang masih berdiri di hadapannya. Tanpa mereka ketahui, Damian melihat mereka sembari mengepalkan kedua tangannya. "Berani sekali mahasiswa itu menatap Hana-ku!" desis Damian. *** Bel tanda jam pelajaran berakhir berbunyi. Seluruh siswa bersiap keluar dari kelas setelah guru keluar dari kelas tempat mereka mengajar. Saat Hana dan Gracia baru selesai menyimpan buku-buku mereka ke dalam tas, Yudit menghampiri Hana tanpa memutuskan pandangannya dari Hana. "Mau pulang, Dek?" Hana menoleh sebentar pada Gracia lalu kembali fokus pada Yudit. "Iya, Kak," jawab Hana. "Mau bareng?" tawar Yudit. "Hana pulang bersama saya!" Suara seseorang yang sangat Hana kenali tiba-tiba terdengar. Ia semakin dekat melangkah dengan tatapan tajam dan langsung merangkul pinggang Hana saat ia sudah berada di sampingnya. "Kamu kenapa bisa di sini?" tanya Yudit bingung. "Karena Hana adalah pacar saya, Kak. Saya yang antar dia pulang. Permisi!" ucap Damian datar lalu bergegas pergi tanpa melepaskan rangkulannya. Setelah sampai di tempat parkir, Hana berhenti melangkah di belakang Damian. "Kak!" "Kenapa? Kamu gak suka aku begini?" Tatapan Damian masih sama, akan tetapi itu terlihat lucu di mata Hana. "Bukan gitu, aku cuma mau bilang terima kasih karena sudah datang di waktu yang tepat," ucap Hana jujur. Tatapan Damian langsung berubah disertai helaan napas lega. "Ah, Sayang! Baru aja kita jadian, udah ada aja sainganku. Kamu gak tertarik sama dia, kan?" Hana menggeleng. "Kenapa?" tanya Damian penasaran. "Aku udah punya kamu kok, masa masih ngelirik yang lain!" jawab Hana. Damian tertawa lalu memeluk kekasihnya. "Kamu cuma punyaku, Sayang. Apa yang menjadi milikku, gak boleh dilirik orang lain!" Hana mengangguk sembari memejamkan mata dan menghidu aroma maskulin dari tubuh Damian yang sangat ia sukai. "Mau langsung pulang?" tanya Damian. Hana mengangguk lagi. "Kenapa sih kamu jarang banget ngomong?" "Aku ... aku cuma malu, bikin kamu repot mulu. Udah jemput aku di rumah, sekarang antar aku pulang lagi." "Aku ikhlas, Sayang. Jangan merasa gak enak lagi, ya!" Damian naik duduk di atas motornya setelah membantu Hana memakai helm disusul gadis itu. Tak lama kemudian, motor itu melaju dengan kecepatan sedang meninggalkan sekolah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN