Like a Stranger

1311 Kata
Gerald POV "Riv, udah siapin materi meetingnya?" tanyaku pada Rivo, asisten pribadi yang telah menjadi sahabatku. Kami berjalan memasuki president suite yang akan menjadi tempatku sementara memeriksa beberapa hal penting di hotel yang baru saja ku pimpin. Di depan ku berjalan Ryo,pria berumur 45 tahun. Orang yang bertanggung jawab mengurus segala keperluanku selama disini.. Kubuka kacamata hitamku sambil memasuki ruangan itu, namun apa yang kulihat sungguh tidak pernah terpikir oleh ku. Wanita itu berdiri di hadapan ku dengan wajah terkejutnya. Memakai seragam room attendant yang tidak mengurangi wajah cantiknya. Membuat ku sangat terkejut tapi dengan cepat segera ku ubah kembali raut wajah ku sedatar biasanya. "Kalian semua boleh keluar" Ujar ku sambil melewati mereka dan memasuki ruang tidur ku. Aku duduk di tepi ranjang dan mengusap wajahku dengan kasar. Ku tumpu kening ku dengan kedua telapak tanganku.Jantung ku berdetak hebat. Aku membenci wanita itu. Mungkin dia pun masih membenci ku. Hatiku sakit mengingat apa yang telah dilakukannya padaku. Gerald Flashback "Jani, buka pintunya sayang. Kita bicarain baik-baik" ucapku sambil mengetuk pintu kamar mandi yg dikuncinya dari dalam "Pergi kamu Ger,aku benci sama kamu" teriak Anjani dari dalam Seketika hatiku seperti tertusuk mendengarnya. Mengapa ia harus mengatakannya setelah apa yang baru kami lakukan. Aku menarik nafas dalam-dalam,mencoba menahan emosi ku. Aku berjalan menuju tempat tidur, kulihat tanda merah di seprai putih kami,tanda bahwa istriku baru saja memberikan mahkotanya padaku. Sungguh aku sangat bahagia tadi, tapi kenapa Anjani berubah menjadi seperti sekarang?. Aku terduduk di sisi ranjang besar kami, ku tutup wajahku dengan kedua tangan ku,mengulang kembali ingatan ku akan kejadian tadi,mencoba mencari celah kesalahan yang mungkin kulakukan. Aku menoleh saat Anjani tiba-tiba keluar dari kamar mandi dan duduk di sebelah ku. Kulihat matanya begitu sembab,ia sangat terlihat kacau. Lalu tanpa menoleh padaku ia mengucapkan hal yang menginjak harga diriku sebagai seorang pria " Aku ingin kita bercerai. Aku akan anggap yang terjadi tadi adalah kesalahan. Hal itu memang tidak seharusnya terjadi. Aku terbawa suasana. Anggap saja itu balasan atas semua biaya yang sudah kamu dan keluarga kamu keluarkan untuk pernikahan ini. Aku mohon biarin aku pergi. Aku ngga mencintai kamu, aku bahkan membenci kamu. Aku mohon" Aku tidak mengatakan apapun. Sungguh aku tidak tahu harus mengatakan apa. Aku mencoba meraih dan menggenggam tangannya. Tapi dengan cepat ia menarik tangannya dan melipatnya di depan dadanya. " Kasih aku kesempatan Anjani, aku akan menunggu sampai kamu bisa membuka hati kamu" Ucapku seraya berdiri di hadapannya, lalu aku meninggalkannya sendirian. Flashback Off Ku ambil dompet dari dalam saku jas ku, kubuka foto yang selama ini kusimpan di dalamnya. Foto yang selalu ku tatap setiap malam entah untuk apa. Ia tersenyum merekah dengan satu lesung pipi di pipi kanannya. Memamerkan deretan gigi putih rapihnya dengan warna bibir pink mudanya. Rambutnya hitam panjangnya di ikat model ponnytail rapih tanpa poni. Aku selalu membayangkan bagaimana keadannya setelah ia pergi dariku 5 tahun lalu. Meninggalkanku yang menunggunya di mall tempat kami akan makan siang. Ya,saat itu ia mengatakan ingin jalan-jalan ke mall untuk makan siang. Siapa sangka itu terakhir kali aku melihatnya sebelum ia pamit ke toilet dan hanya mengirimkan surat permohonan perceraian. Tapi sesaat tadi ia berdiri di hadapan ku. Membersihkan ruanganku. Memakai seragam karyawanku. Apakah ia salah satu karyawan ku?Apa yang terjadi dengannya, mengapa ia menjadi seperti sekarang?. Ini sungguh jauh dari bayangan ku akan kehidupannya selepas ia pergi. Anjani POV Saat keluar dari ruangan itu aku segera menarik nafas ku dalam. Lalu ku ambil ponsel dari sakuku. " Halo San, nama CEO baru kita siapa sih?" tanya ku pada Sandra. "Kenapa?berubah pikiran?lo bilang apa tadi?,Ngga mungkin dia mau ngelirik kita?trus sekarang kenapa nanya-nanya?". Ucapnya sinis sambil menirukan gaya bicara ku tadi " Iihh cepetan siapa?" aku mulai tidak sabar. " Namanya Gerald Winata.umurnya 32 tahun.Gue cuma punya info itu aja." Setelah mendengarnya aku langsung mematikan panggilan ku tanpa basa basi pada Sandra. Ia pasti mendengus kesal sekarang. Jadi benar dia. Kenapa harus dia?apa yang harus aku lakuin?tapi kenapa tadi dia seolah ngga ngenalin aku?apa dia udah lupa sama aku? Ada begitu banyak pertanyaan di kepala ku. yang entah bagaimana bisa aku mendapatkan jawabannya dan harus kutanyakan pada siapa. Aku lalu terduduk d kursi taman belakang hotel. Mengingat bagaimana dulu aku sering mengucapkan hal yang mungkin menyakitinya. **** Aku membuka pintu kamar president suite itu dengan pelan. Aku harus membereskan kamar itu karena sang CEO itu sedang keluar untuk makan siang.Sambil memasang headset di telingaku,aku memutar lagu kesukaan ku dan ikut bersenandung mendengarnya. Tidak banyak yang perlu kulakukan, hanya merapikan beberapa barang, membereskan gelas dan botol air mineral bekas minumnya dan merapikan tempat tidurnya. Melihat tempat tidur yang sedikit tidak rapih mengingatkanku pada kejadian malam 5 tahun lalu. Sewaktu kuberikan mahkotaku padanya. Dengan tujuan agar setelah itu, ia akan melepas ku. Namun entah mengapa akupun menikmatinya. Lalu dengan cepat aku menggelengkan kepalaku. "Sadar Jani,sadar. Jangan aneh- aneh" ucapku sambil menepuk kedua pipiku. Aku ingin menutup tirai kamarnya karena berpikir ia nanti akan pulang saat sudah senja dan ingin langsung beristirahat. Entah pikiran itu datang darimana,tapi kurasa aku ingin melakukannya. "Kok nggak bisa sih." Sambil mencoba menariknya lagi. Dan sepertinya penarik tirai ini tersangkut, hingga tidak bisa kubuka. " Untung aku yang liat,kalau Gerry yang liat, pasti bakal marah-marah". ucapku pada diri sendiri sambil menarik kursi yang ada disitu, mencoba menaikinya dan memutar penarik tirai yang tersangkut itu. Karena kursi yang kunaiki terlalu empuk,membuatku susah menjaga keseimbangan dan membuat ku jatuh ke lantai,dna membuat ikatan rambutku terbuka. Aku yang meringis menatap lutut ku yang lecet terkena sudut kayu kursi itu, tidak sadar bahwa ada seseorang yang berdiri tidak jauh dari hadapan ku dengan tangannya yang menyilang di d**a sedang melihatku dengan sinis. " Kenapa kamu menginjak kursi saya?"tanyanya dengan sinis dan raut wajah dingin. Saya???dia menggunakan kata SAYA??apa dia benar-benar lupa sama aku? Ada sedikit perasaan tidak enak saat mendengarnya. Dia dengan jelas mencipatakan jarak diantara kami. " Eh anu eh itu itu,maaf tadi saya coba buat benerin tirainya. Ng.. tadi nyangkut" Jawabku memberi penjelasan dengan gugup sambil mencoba berdiri tegap dan menunjuk ke arah tirai di belakang ku. "Lain kali panggil orang lain, saya tidak suka kursi saya di injak-injak. Dan kamu lanjutkan bersihkan yang lain" ucapnya sambil membuka laci nakas di samping tempat tidurnya. Lalu aku pun keluar dari kamar itu sambil tetap menatap ke arahnya sambil terus berjalan "Apa dia amnesia?apa harus seketus itu ia bicara padaku" batinku Dan saat akan mengalihkan pandanganku darinya, aku tidak sengaja menabrak daun pintu dan membuat ku meringis lagi. "Awww...iisshh.." Ringis ku sambil memegangi jidadku "Kamu ceroboh sekali.Saya akan minta Ryo mengganti kamu. Saya tidak suka karyawan yang selalu berbuat kesalahan" ucapnya sambil mengangkat telepon di samping tempat tidurnya. Bersiap menelpon pak Ryo atas kecerobohan- kecerobohan yang kulakukan. Aku refleks mengibaskan tangan ku agar ia tidak melakukannya. Aku membungkukkan sedikit tubuhku sebagai permohonan maafku " Jangan..jangan...tolong jangan kasi tau pak Ryo. saya masih baru di sini dan saya butuh kerjaan ini,sekali lagi saya minta maaf" Kuangkat sedikit kepalaku untuk melihat reaksinya,namun ternyata ia sudah berjalan dan akan melewati ku. Ada rasa lega di hatiku. Aku lalu mengikutinya keluar. Sebelum ia benar-benar keluar,ia menghentikan langkahnya. " Satu lagi, biasakan mengucapkan Pak atau ibu kalau berbicara dengan orang lain" ucapnya tetap membelakangiku. Lalu ia membuka pintu ruangan itu dan meninggalkan ku sendiri. Ada rasa janggal dihatiku melihat perlakuannya padaku. Ah,ia pasti sangat membenci ku. Tentu saja,setelah apa yang kulakukan padanya, tentunya ia tidak punya alasan untuk bersikap manis padaku. Entah mengapa tanpa sadar mataku terasa perih, leherku seperti tercekat. Sungguh aku tak tahu apa yang membuatku begitu sedih. "Maafin aku Ger...untuk semua yang sudah aku lakuin ke kamu,aku minta maaf. Kamu pasti sangat benci sama aku". ucapku lirih dalam tangis ku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN