Im Sorry

1427 Kata
Anjani kembali bersiap menjalankan tugasnya membersihkan kamar CEO barunya. Mereka tidak pernah bertemu lagi sejak hari itu. Anjani akan membersihkan kamar itu saat sang CEO sudah meninggalkan kamar. Dan hari ini Anjani meminta Rafa menemaninya untuk membersihkan bagian yang sulit dijangkaunya. " Jan..udah pernah ketemu pak Gerald langsung belum?",tanya Rafa pada Anjani yang sedang mengisi coolbar di dekat pantry. " Udah" jawab Anjani singkat tanpa menghentikan pekerjaannya. "Orangnya ngga banyak omong ya Jan..Ngga keliatan friendly jg" Lanjut Rafa "Iya sih dikit. Mungkin orangnya emang bukan tipe yang banyak ngomong kali Raf. Biasa kan bos-bos suka gitu" " Iya sih. Tau ngga kalau sekarang anak-anak PR cewek,anak HRD,bahkan hampir semua ngefans banget ama dia. Kalau kamu Jan?" Tanya Rafa yang kini berhasil membuat Anjani menghentikan kegiatanyya. "Aku?mmmm,kalau aku juga ngefans ama pak Gerald, trus yang ngefans sama kamu siapa dong Raf?" jawab Anjani yang membuat mereka berdua tertawa dan membuat Rafa melemparkan kain lap yang dipegangnya ke arah Anjani. Yang dilempari lalu menjulurkan lidahnya tepat disaat Gerald memasuki ruangan itu dan menyaksikan keakraban mereka. "Ekhmm, ini bukan tempat kalian pacaran" ucapannya yang dingin berhasil membuat kedua karyawannya langsung membereskan pekerjaan mereka. "Kamu, bawa ini ke asisten saya ke cottage dekat pantai" katanya sambil menyodorkan setumpuk berkas pada Anjani. "Mau saya saja yang bantu pak?,saya bisa lebih cepat sampai ke sana" Sanggah Rafa karena melihat berkas itu akan cukup berat dibawa oleh Anjani " Tidak usah" jawab Gerald lalu menunjuk Anjani dengan dagunya lalu menoleh ke pintu,dengan maksud agar Anajani segera pergi mengantarkan berkas itu. **** "Iiihh,berat banget...Kekanak-kanakan banget sih. Kemarin nyuruh beli minuman di luar angkasa, padahal bisa nyuruh orang lain,bisa juga delivery. ini ada Rafa depan mata,malah nyuruh gue, emang cuma mau nyusahin kayaknya" ucapnya sambil gemas pada setumpuk berkas yang di bawanya. Karena gerakannya itu,sukses membuat berkas itu berhamburan. Dengan sigap Anjani kembali mengumpulkan map-map itu lalu menindihnya dengan ponselnya. Namun tanpa sengaja satu map yang belum di pungutnya terbuka ,dan membuat berkas di dalamnya itu tertiup angin hingga ke tepi pantai. Anjani lalu berlari mengejarnya, namun angin sukses membuat kertas itu terbang ke laut. Anjani yang panik mengikuti arah terbang kertas itu tanpa sadar berlari memasuki bibir pantai dan ia yang tidak siap akan ombak yang datang tentu saja terbawa arus... Tepat di saat itu Gerald berjalan menuju cottage dan melihat Anjani yang masuk ke dalam air laut. Dengan sigap ia membuka jas dan sepatunya lalu berlari memasuki laut mengejar Anjani. Setelah digapainya tangan Anjani,ia lalu menariknya menuju tepi pantai. Lalu menghempaskan Anjani teruduk di pasir tepi pantai. Dengan posisi berdiri dan tangan di kedua pinggangnya dengan pakaian basah kuyup dan napas tersengal,ia menatap Anjani yang juga basah kuyup dan rambut tergerai yang kelihatan menahan tangis. " Apa kamu gila?apa yang kamu lakuin tadi?hah?!! kamu mau bikin masalah lagi?,apa belum cukup masalah yang kamu buat?kamu mau nyusahin saya lagi?membereskan kekacauan yang kamu buat lagi?masih belum cukup Anjani?salah saya apa Anjani?hah?!!" ucap Gerald dengan nada yang tinggi. Dan itu sukses membuat Anjani mengeluarkan airmata yang sedari tadi ditahannya. Gerald yang lalu mengusap wajahnya kasar lalu bersiap berjalan meninggalkan Anjani. Namun dengan segera Anjani berdiri dan menarik lengan bajunya " Ger...Maafin aku..aku mohon maafin aku.aku tau aku salah.aku salah banget.a.. aku minta maaf untuk semua yang udah aku lakuin ke kamu. Aku pernah nyoba untuk nyari kamu dan minta maaf, tapi..tapi kamu seperti menghilang. Aku selalu menyesal untuk apa yang aku lakuin ke kamu.akuu...aku minta maaf Ger. Dan aku tadi nggak mencoba buat masalah,aku cuma mau ngambil berkas yang ketiup angin,aku nggak punya niat lain Ger.Aku tau kamu ben.. benci sama aku,tapi aku ngga coba buat masalah Ger. Kamu boleh nganggap aku orang lain,boleh nggak kenal aku.tapi aku bener-bener minta maaf,aku nggak mencoba bikin kamu dalam masalah" ucap Anjani dengan air mata yang terus mengalir dan tubuh gemetar. Setelah selesai mendengar Anjani,ia lalu berjalan meninggalkan Anjani yang masih terisak sambil tertunduk. Namun beberapa menit kemudian Gerald kembali dan menutupi tubuh Anjani dengan jas yang tadi dilepaskannya. "Berkas itu bisa aku print ulang,itu juga bukan berkas penting. Jangan bahayakan nyawa kamu untuk hal ngga penting" Anjani mendongak melihat Gerald yang tengah memasangkan jas miliknya di tubuh basah kuyupnya. Mata itu kini sama seperti dulu, tidak sedingin beberapa hari yang lalu. Tatapan itu kini terasa sama seperti dulu. Entah mengapa kini jantung Anjani berdebar hebat berada dengan jarak sedekat ini dengan Gerald. Setelah memasangkan jasnya pada Anjani ia lalu berbalik membelakangi Anjani " Pakaian kamu transparan, kamu basah kuyup.kamu boleh pulang" Lalu Gerald pun berjalan menuju tumpukan berkas yang tadi Anjani tinggalkan di bawah pohon dan membawanya tanpa menoleh lagi pada Anjani. **** Gerald POV Aku yang memasuki private cottage milikku dengan basah kuyup langsung disambut Rivo asisten pribadi ku "Pak Gerald kenapa pak?kok bisa basah gini?" tanyanya sambil mengambil alih berkas dari tanganku "Kamu boleh kembali ke kamar kamu". ucapku padanya. Aku tidak menunggu jawabannya tapi begitu ku dengar pintu kamar yang terkunci otomatis membuat ku tahu kalau ia telah meninggalkan ruangan ini. " Apa yang udah kamu lakukan sama aku Anjani?kenapa aku ngga bisa membenci kamu?" ucapku mengusap kasar wajah ku. Aku mengingat bagaimana dulu ia menangis memohon padaku untuk menceraikannya,bagaimana dulu ia mengelabuiku untuk melarikan diri dariku,bagaimana dulu pandangan orang yang melihatku seperti seorang pecundang besar,dan bagaimana tadi ia menangis untuk meminta maaf dariku. Sungguh aku tidak pernah menyukai melihat ia menangis sedikitpun,melihatnya terluka sedikit pun. Hal itu selalu membuatku merasakan lebih sakit dari yang mungkin dirasakannya, dan saat ia menangis aku selalu ingin memeluknya,menenangkannya, mengusap lembut rambutnya. Tapi aku tahu aku tidak memiliki hak untuk itu. Karena aku tahu ia tidak menginginkannya. Dan hari ini entah kemana larinya sakit hati yang selama ini kusimpan untuknya. Semua hilang hanya karena melihatnya dalam keadaan seperti tadi. Ya,mereka benar. Aku memang pecundang. Aku selalu kalah darinya. Lamunanku buyar saat kurasakan sesuatu berbunyi samar...Kuikuti arah getaran dan nada dering suara piano dengan volume kecil itu.Ternyata itu ponsel milik Anjani yang tidak sengaja kubawa bersama berkas-berkas ku. Kulihat nama yang tertera dan membuatku sedikit tidak menyukainya " SSayangku??yang benar aja Anjani!" ucapku lalu melemparkannya ke tempat tidur. Aku lalu berjalan menuju kamar mandi dan mengganti pakaian ku Baru saja aku ingin mengancingkan kemeja ku, suara instrumen piano milik Richard Marx itu kembali menggangguku. Kulihat nama yang tertera,membuatku mengernyitkan kening ku "Good Manager ?,cih,dasar perempuan aneh" **** Sore ini aku dan Rivo akan meeting dengan beberapa client kami di kantor utama. Dalam perjalanan menuju kantor, aku merasa haus dan aku meminta Rivo untuk membelikan ku minuman di Kafe yang terdekat. Setelah menunggu beberapa saat, Rivo datang dengan segelas Cappucino di tangannya dan sebuah paperbag yang kulihat berisi air mineral dan kotak yang bertuliskan smoked chicken sandwich with extra cheese. "Kenapa beli makanan?saya lagi ngga lapar" tanyaku pada Rivo sambil meminum cappucino ku. "Oh,maaf pak. ini saya ngga beli. tadi mbak Anjani,room service pak Gerald yang nitip buat bapak. Katanya sebagai ucapan terima kasih sudah bantuin bawa berkasnya. Karena saya ngga ngerti jadi saya terima aja pak" "Anjani?Anjani room service saya?" tanyaku memperjelas. "Iya pak. yang selalu bersihin kamar bapak. Yang kemarin bapak suruh beli minuman di kafe teman bapak" jawab Rivo. "Pak Gerald ingat mbak Anjani kan pak?" lanjutnya "Tentu aja"...Ya,tentu saja aku mengingat Anjani,aku bahkan tidak pernah melupakannya setelah pertama kali melihatnya di acara pernikahan salah satu keluargaku,aku bahkan mengenal tiap inci tubuhnya. Ya,tentu saja aku sangat mengingat istri ku itu. "Oh ya,ternyata mbak Anjani juga bekerja di coffee shop tadi pak" Rivo melanjutkan ceritanya padaku. "Tadi mbak Anjani cerita katanya tiap hari sepulang shift di hotel,dia akan kerja lagi di sana. Salut pak ya, wanita secantik mbak Anjani bisa ngerjain pekerjaan-pekerjaan kayak gitu. Padahal dengan modal tampang kayak gitu, kalau daftar jadi model pasti keterima. Orang dia cantik banget,saya aja suka banget liatnya" Aku langsung menoleh tidak suka padanya lewat kaca spion yang ada di hadapannya. "Ekhm,maaf pak. emm,kalau bapak ngga mau, simpan aja pak.nanti biar saya yang makan,sayang juga kalau ngga dimakan,tadi dimasukin air mineral juga katanya biar ngga seret setelah makan dan minum kopi" ucapnya mencoba menetralkan suasana. "Saya lapar" ucapku sambil membuka paperbag itu memakan apa yang telah ia siapkan untukku. Ahhh,aku pasti sudah gila...mengapa aku merasa bahagia hanya dengan membayangkan kalau ia yang menyiapkan ini untukku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN