Chapter 9 - Tips Kedua dan Penolakan

2101 Kata
Tips kedua : selain tampil cantik, wangi juga perlu! *** Alarm yang berbunyi memenuhi kamar membuat Diva tersentak bangun. Cepat-cepat gadis itu bangun dan mencuci muka, kemudian pergi ke dapur untuk menyiapkan bahan membuat nasi goreng. Bi Inah yang menyaksikan hanya  bisa tersenyum kecil. Tadi malam ia menemani Diva belajar memasak sampai tengah malam, sampai Bi Inah sendiri jatuh tertidur beberapa kali karena terkantuk-kantuk. Diva sendiri sudah menceritakan alasan kenapa ia kekeuh ingin bisa memasak nasi goreng. Wanita itu maklum, karena saat seumuran Diva Bi Inah juga pernah jatuh cinta. Dan rasanya ia mampu memberikan apa saja demi orang yang ia cinta saat itu. “Perlu bantuan, Non?” tanya Bi Inah menawarkan bantuan. “Nggak usah Bi. Kan tadi malam sudah bisa Diva. Ya, meski harus ngulang sebanyak 11 kali, hehe,” ringis Diva, menatap tong sampah yang ia yakin penuh dengan nasi goreng gagal buatannya tadi malam. “Ingat ya, Non. Jangan terlalu banyak ngasih garam.” “Siap, Bi! Nanti kalau udah matang Bibi cobain dulu ya. Kan malu misal nggak dicoba dulu terus Diva kasih ke Samudra tapi rasanya nggak enak.” Bi Inah tertawa lalu mengangguk. Keduanya pun lantas sibuk dengan kegiatan masing-masing. Diva dengan nasi gorengnya dan Bi Yana sibuk memasak sarapan untuk Diva dan dirinya sendiri, mengingat sejak kemarin sampai beberapa hari ke depan Damian dan Dava tidak akan pulang ke rumah karena urusan pekerjaan. Sampai sekitar setengah jam kemudian Diva telah selesai memasak. Ia menyuruh Bi Inah untuk mencicipi nasi gorengnya sebelum mewadahi dalam kotak bekal. “Enak Non!” puji Bi Inah sambil mengacungkan dua jempol. Membuat Diva tersenyum puas. Lantas ia mengambil kotak bekal untuk mengisinya dengan nasi goreng dan telur ceplok mata sapi. Beres, Diva pamit pada Bi Inah untuk mandi. Tak butuh waktu lama bagi Diva untuk mandi dan bersiap memakai seragam putih abu-abu. Baru saja ia berbalik hendak meninggalkan kamar, Aaron tiba-tiba muncul, membuat jantung iva hampir copot. “Bisa nggak sih kalau muncul itu pakai permisi dulu?” gerutu Diva sambil cemberut. “Kalau Diva punya penyakit jantung, Diva udah mati sejak berapa hari yang lalu tau gara-gara kamu!” Aaron tersenyum santai. “Tapi kamu nggak punya penyakit jantung kan?” Diva hanya berdesis kecil, lalu berjalan melewati Aaron. Namun beberapa detik kemudian ia menoleh dan menatap kesal pada pria itu sebab Aaron menahan tasnya hingga Diva hanya jalan di tempat. “Diva udah mau berangkat nih! Lepasin!” kata Diva sambil menggoyang tubuh, berharap dengan cara itu, Aaron akan melepas pegangannya pada tas ransel di punggung Diva. “Tunggu dulu, dong!” jawab Aaron. “Kenapa?” Aaron tidak menjawab, alih-alih matanya menyapu meja rias milik Diva di mana terdapat beberapa alat make-up yang jarang disentuh oleh Diva. Bedak dan lipgloss saja baru kemarin gadis itu pakai. Sampai iris mata hitam Aaron menemukan sebuah botol berwarna bening, ia mengambilnya. Mengocoknya sebentar dan langsung menyemprotkannya ke tubuh Diva. Bau harum wangi yang terlalu banyak disemprotkan membuat Diva terbatuk kecil. Segera, gadis berpakaian putih abu-abu itu melayangkan protes. “Aaron! Kenapa semprotin banyak-banyak?” Tersenyum, Aaron menjawab sambil menghirup dalam-dalam bau aroma parfum tersebut di pakaian Diva. “Hasil survey mengatakan bahwa selain tampil cantik, wanita juga harus wangi untuk menggaet laki-laki yang dia suka.” “Ya tapi nggak sebanyak itu juga kali kalau pakai parfum!” “Semakin banyak semakin baik, Diva.” “Semakin banyak akan membuat orang yang mencium jadi pusing!” “Ah masa? Coba sini aku cium!” Tiba-tiba Aaron memoncongkan bibir dan memajukan wajah ke depan. Jika masih tidak ingat akal sehat pasti Diva sudah akan menyambut bibir Aaron saat itu juga mengingat betapa tampan pria itu. Lihat saja, wajah yang mirip Suga BTS, di mana poster salah satu member boyband Negeri Gingseng itu memenuhi kamar Diva. Namun seberapa banyak Diva mengatakan pada Aaron bahwa wajahnya mirip sekali dengan Suga, sebanyak itu pula Aaron menyanggah. Pria itu selalu dengan percaya diri mengatakan bahwa ia jauh lebih tampan dari Suga. PAK! Telapak tangan Diva mendarat di wajah Aaron, demi menjauhkan wajah pria itu darinya. “Dikit aja Diva. Sekilas.” “Enggak!” “Oke, just kecupan tiga detik.” “Nggak mau!” “Satu detik?” Diva mendorong lebih kuat wajah Aaron yang masih saja terus ingin nyosor. Diva tidak tahu saja bahwa sebagai dewa hawa nafsu, lama tidak menyentuh wanita merupakan siksaan bagi mereka. Dan oleh sebab Aaron terjebak di dunia manusia karena Diva, Aaron jadi tidak bisa bersenang-senang atau kembali ke dunianya sendiri. “Jahat kamu!” cemberut Aaron menuding Diva. “Kamu yang me-sum, kenapa jadi Diva yang jahat?” ucap Diva tak mau kalah. “Ya karena kamu—“ “Aduuuh, udah-udah. Diva mau berangkat dulu. Keburu terlambat.” “Hei, aku belum selesai bicara!” seru Aaron tidak terima karena Diva meninggalkannya begitu saja. “Divaaaa!!!!” *** Bel istirahat makan siang telah berbunyi. Murid-murid langsung berhambur keluar dari kelas demi menghilangkan stress pasca pelajaran termasuk juga dengan Diva. Gadis itu keluar dari kelas sambil membawa kotak bekal makanan. Mengambil ponsel dari saku seragam, ia mengetikkan sebuah chat di aplikasi hijau. To : Rino Rin, Samudra ada sama kamu? Tak berselang lama pesan Diva pun dibalas. Dari : Rino Iya, Div. Kita ada di gazebo taman belakang sekolah. Sedang meeting. Biasa orang penting! Diva terkekeh geli  saat membacanya. Namun tak urung juga langkah kakinya langsung membawa Diva ke tempat yang disebut oleh Rino. Di sana ada beberapa siswa yang tergabung dalam tim basket tengah berkumpul. Sambil makan gorengan, mereka semua mendengarkan kapten utama memberi arahan tentang strategi mereka di pertandingan antar SMA nanti. Diva menunggu di bawah pohon yang lumayan jauh,. Bagaimanapun ia masih punya tata krama, jadi ia akan menunggu saja sampai rapat selesai. Rino yang melihat kehadiran Diva dari kejauhan melambaikan tangan. Ia cengengesan dan menyenggol lengan Samudra. “Sam, fans lo tuh!” bisik Rino. Samudra mengikuti arah pandang Rino dan hanya menatap datar, sama sekali tidak tertarik. “Jangan cuek-cuek atuh! Cewek cantik, bening gitu masih aja ditolak. Tipe lo yang kayak apa sih, Sam?” tanya Rino penasaran. Pasalnya sudah beberapa kali Samudra ditembak cewek cantik nan populer di sekolah tapi hati Samudra tetap tidak bergeming. Samudra melirik Rino sekilas, lantas sebuah ide jahil muncul di kepala. Ia mendekat, lalu berbisik pelan di telinga Rino. “Yang jelas dia harus punya batang.” Jelas saja Rino langsung ngucap istighfar, membuat seluruh kepala menoleh padanya. Pria itu langsung beringsut menjauh dari Samudra sambil memeluk tubuh sendiri. Sementara yang lain menatapnya aneh. *** Sambil menunggu rapat tim basket usai, Diva mengeluarkan ponsel. Membuka sebuah aplikasi oranye untuk membaca kelanjutan novel favoritnya. Ia juga mengecek kapan novel yang ia suka tersebut akan open PO, karena Diva akan menjadi pemesan pertama. Sedang asik-asiknya, tiba-tiba kepala Diva terasa dijatuhi sesuatu dari atas pohon. Ia mengaduh lantas mendongak. “Lihat apa sih sampai serius begitu?” celetuk Aaron. Satu-satunya makhluk yang tadi melempar kepala Diva dengan biji kenari. “Ck, sakit tahu!” decak Diva kesal. Tersenyum Aaron pun menghilang dari pohon dan langsung muncul lagi di samping Diva. “Div, tadi aku sempat lihat di benda pipih itu, bisa keluar video dewasa ya?” Cukup lama Diva mencerna pertanyaan Aaron sampai Diva paham maksudnya. “Maksud kamu Film Blue?” “Bukan Film Blue, Div! Orang layarnya saja nggak biru!” Diva memutar bola mata. “Emang di ponsel kamu nggak bisa keluar yang kayak gitu?” “Enggak. Mungkin dunia Dewa butuh update soal ini. Karena apa? Itu akan sangat membantu para dewa asmodeus untuk—“ “Iiih, jangan bahas hal yang enggak-enggak ah sama Diva. Geli tau!” “Geli gimana? Eh, Diva! Kamu itu sudah 17 tahun, waktu yang tepat buat belajar bagaimana cara bermain di ranjang.” Diva menggelengkan kepala sambil menutup telinga. “Nggak mau dengar, nggak mau dengarrr!” tolaknya. Aaron berdecak sedikit kesal. Gagal sudah ia merayu Diva padahal ia sudah ingin sekali mengajak Diva main sepak bola di atas ranjang nanti malam. Sebagai Dewa Asmodeus, rasanya ia sudah tidak tahan lagi untuk tidak menyentuh wanita.   “Aaron!” Diva tiba-tiba berseru, mendorong tubuh Aaron. Aaron jelas terkejut, sampai ia menyadari bahwa kedua tangannya dengan refleks memegang gundukan da-da Diva. “UPS!” katanya tanpa rasa berdosa. “Sengaja ya?” jengkel Diva. “Pergi, pergi sanaaa! Dasar dewa me-summmmm!!” usirnya selanjutnya, sambil melayangkan kotak bekalnya agar Aaron menghilang dari hadapannya. Beberapa menit kemudian rapat tim basket telah ditutup. Mereka semua bubar, sebagian menuju kantin dan sebagian lagi kembali ke kelas untuk sekedar tidur atau belajar karena jam pelajaran selanjutnya mereka ada ulangan harian. Diva cepat-cepat berbalik, ia mengejar Samudra yang berjalan dengan dua sahabatnya. “Samudra!” panggil Diva. Napasnya sedikit tersengal mengingat Diva memang tidak terbiasa dengan olah raga. Dan lari adalah salah satu jenis cabang olah raga. “Ini, nasi goreng buat kamu.” Diva menyodorkan kotak bekalnya pada Samudra. “Diva sendiri loh yang bikin. Di jamin, rasanya enak! Lebih enak dari pada yang dijual di kantin. Udah gitu gratis lagi! Hehe.” “Wah, kok Cuma Samudra. Buat kita mana nih Div?” celetuk Farrel. Yang hanya ditanggapi ringisan kecil dari Diva. “Diva nggak tau makanan favorit kalian berdua, jadi Diva Cuma buatin ini buat Samudra.” “Aduuuuh, so sweeet. Jadi iri,” kekeh Farrel, menepuk bahu Samudra. “Samud—“ “Gue nggak lapar,” sela Samudra cepat. Ia baru berjalan satu langkah tapi Diva mencekal lengannya. “Diva tau kok kamu belum makan! Istirahat pertama tadi saja Diva nggak lihat kamu ada di kantin.” Menatap tangan Diva yang menyentuh lengannya membuat Samudra merasa jijik. Dengan kasar, ia pun menarik lengannya tapi Diva yang sudah menebak reaksi Samudra menahannya sekuat tenaga. “Lepas!” desis Samudra. “Terima bekal ini dulu baru Diva lepasin!” Menarik napas dalam, Samudra menatap Diva tajam. “Lo tau jenis perempuan yang paling gue nggak suka?” Dengan polos Diva menggeleng. “Enggak, kan kamu nggak pernah bilang.” “Jenis perempuan kayak lo! Yang maksa seseorang buat terus dekat padahal gue sama sekali nggak suka. Lo rendahan! Murah!” Rino dan Farrel yang pernah mendengar kalimat itu berkali-kali keluar dari mulut Samudra hanya bisa menatap Diva bersalah sekaligus prihatin. Sedangkan Diva merasa hatinya berdenyut nyeri. Sampai-sampai tangannya melemah dan Samudra berhasil menarik diri. Tanpa mempedulikan Diva yang terluka, Samudra berlalu pergi. “Diva, sorry. Samudra emaaang itu mulut minta dicabein!” gemas Rino. Yang langsung menyusul Samudra. “Samudra emang kayak gitu. Mending lo cari cowok lain aja, jangan ke Samudra. Kalau nggak dia bakal nyakitin kamu,” nasihat Farrel dengan bijak. Mengelus bahu mungil Diva sebelum ia menyusul dua sahabatnya. Aaron yang menyaksikan kejadian tadi terdiam dan menghela napas. Ia menghampiri Diva dan bersiap menenangkan atau menghibur gadis yang tertunduk itu namun Diva malah tiba-tiba berlari, mengejar Samudra. “Tunggu!” Diva mencegah langkah Samudra lagi. Kembali napasnya tersengal. Tanpa basa-basi, ia meraih tangan Samudra dan menyerahkan kotak bekal makanannya. “Diva emang murah dan rendahan, tapi Diva bisa janji itu Cuma sama Samudra.  Dan Diva ngelakuin itu supaya Samudra bisa lihat ketulusan hati Diva. Nasi goreng ini juga salah satu bentuk ketulusan hati Diva jadi Samudra harus terima ini—Diva belum selesai ngomong! Pokoknya, Diva nggak akan menyerah sama Samudra sampai Diva lulus nanti. Diva yakin, suatu saat nanti Samudra bisa nerima Diva.” “Gue nggak—“ “Udah ya, Diva balik ke kelas dulu. Di makan ini nasi gorengnya. Besok Diva bawain lagi!” pamit Diva. Buru-buru berbalik pergi. Ia belum siap menerima kalimat penolakan dari Samudra lagi. Diva butuh waktu. Dan sepertinya nanti malam ia akan emmpersiapkan diri buat esok hari, mencari cara bagaimana agar Samudra bisa lebih terbuka padanya. Benar, ia harus membuktikan pada Samudra bahwa Diva berbeda dari semua perempuan yang pernah Samudra kenal. Dan Diva berjanji pada diri sendiri bahwa ia tidak akan menyerah secepat itu. Karena kalian tau bunga mawar? Samudra adalah gambaran dari bunga itu. Untuk memetiknya, untuk mendapatkan hati Samudra, Diva harus siap berdarah-darah dulu. Tidak apa selama di akhir nanti Diva bisa memilikinya. Sedikit posesif? Mungkin. Sebab Samudra adalah seorang pria yang membuat Diva sekuat ini sampai sekarang. Mungkin Samudra nggak ingat, namun Diva masih ingat satu hari di mana kalimat Samudra menguatkannya ketika Diva merasa dunianya hancur bersamanya. Ketika Diva merasa dunia begitu kejam pada Diva. “Nangis nggak akan nyelesaiin masalah lo. Hadapi, dan lawan dunia. Tunjukkan bahwa lo adalah manusia yang kuat. Kalau lo lemah, lo bakal mati cepat atau lambat. Nggak usah pedulikan orang-orang tixic di sekitar lo. Lo adalah lo, jangan biarkan mereka menang dengan cara menginjak-injak lo."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN