Tips Ketiga : Pergi ke dukun!
***
“Aku yakin kamu pernah dengar istilah cinta ditolak dukun bertindak.” Aaron berkata pada Diva sambil menyeruput minuman Freemil rasa cokelat di tangan. Sungguh, Diva tidak berbohong jika minuman para manusia di bumi saat ini benar-benar nikmat.
Coba saja rasa cokelat dan s**u yang dipadu dengan teh thai ini. Hmmm, rasanya Aaron ingin meminumnya lagi dan lagi!
“Maksud kamu?”
“Kamu tau maksudku, gadis kecil. Jalan satu-satunya buat dapatin laki-laki sebatu Samudra harus melalui dukun.”
Diva mengerjab, otaknya berpikir lama sementara iris matanya sibuk mengawasi Aaron yang meminum Freemil-nya.
“Jangan bilang kamu percaya sama dukun!”
“Kenapa nggak?”
“Ini sudah tahun 2021. Mana ada yang namanya dukun?” tanya Diva skeptis. “Lalu apa guna para dewa jika dukun memang benar-benar ada? Lagi pula, menurut realita, dukun itu 1 persen benar 99 persen salah besar!”
Aaron menyeringai, lalu menjauhkan gelas Freemil yang sudah kosong dalam hitungan detik. “Seorang dukun bisa 100 persen benar jika dia tahu harus bekerja sama dengan siapa,” jelas Aaron, sementara Diva mengernyit tidak paham.
“Kamu tahu kenapa para dukun itu hanya 1 persen kebenarannya? Karena mereka tidak bekerja sama dengan Dewa yang memiliki kekuatan lebih dan derajat lebih tinggi dari pada para hantu.”
“Maksud kamu Jin?”
“Ya, hantu dan Jin, dua makhluk yang sama. Terserah manusia mau menyebutnya apa, yang jelas para dukun itu salah ambil langkah. Mereka terlalu bo-doh untuk memahami itu.”
Diva memutar bola mata. “Ya kalau mereka bo-doh, kenapa kamu minta aku pergi ke dukun? Itu artinya sia-sia aja, nggak akan berhasil!”
“Eits, jangan salah Diva! Aku kenal beberapa dukun yang bekerja sama dengan para dewa. Misalkan saja Mbah Kliwon, tinggalnya di daerah timur kota ini. Ilmu peletnya nggak pernah meleset sebab apa? Dia bekerja sama dengan 3 cupid bersamaan. Lalu ada lagi Mbah Pahing, ilmu jaran goyangnya juga terbukti ampuh! Sekali kena maka si korban akan cinta mati sama orang yang meminta. Nggak main-main, Mbah Pahing ini bekerja sama dengan 6 orang cupid sekaligus!”
Diva hanya menganga mendengar penjelasan Aaron. Antara ingin percaya dan tidak. Dunia astral memang luar biasa aneh bagi gadis metropolitan seperti Diva.
“Jadi, gimana? Mau pergi ke Mbah Kliwon atau Mbah Pahing?”
“Dasar sesat!” decak Diva. “Diva nggak mau ah kayak gitu-gituan. Diva maunya cinta Samudra itu murni buat Diva.”
Ganti Aaron yang berdecak. “Dan kalau kamu nunggu sampai itu terjadi, keburu kamu berubah jadi nenek-nenek, Div!”
“Biarin! Biar kamu nggak bisa balik ke dunia dewa juga. Bweee!”
“Lah, kok kamu jahat? Aku cium nih!”
“Ih, Aaron me-sum! Pergi sanaaa!” pekik Diva sambil menutup mulutnya. Cepat-cepat ia berdiri dan meninggalkan Aaron yang tertawa geli.
Melirik ke depan, air liuarnya menggelak. Masih sisa setengah gelas minuman Freemil Diva yang rasa Taro. Melihat Diva sudah berjalan menjauh, Aaron tersenyum kegirangan. Ia mengambil gelas milik Diva dan menyeruput minuman tersebut hingga habis.
“Uuugh, besok minta beliin lagi ah!” kekeh Aaron jahil.
****
Esok harinya ...
Diva datang terlambat karena terlambat bangun. Ini semua gara-gara Aaron yang tadi malam mengajak Diva begadang untuk bermain monopoli, dan saat Diva ketiduran, pria itu sengaja mematikan alarm Diva.
Katanya, “Ya aku kasihan sama kamu. Kalau tiba-tiba benda itu menyala dan kamu baru tidur, kan nanti kepalamu jadi pusing,” senyum Aaron, padahal diam-diam ia hanya ingin mengeksploitasi Diva. Sebab saat Diva tidur pulas, Aaron bisa bergabung tidur di sampingnya, memeluk tubuh hangat nan mungil milik Diva untuk men-charge kekuatannya.
Sungguh, Aaron butuh sentuhan tubuh para wanita.
Jika saja Diva sudah dewasa dan bukan perawan, mungkin Aaron bisa menjamah lebih. Namun mengingat betapa masih polosnya gadis SMA itu, Aaron berulang kali harus puas hanya dengan memeluk Diva saat perempuan itu terlelap.
Well, meskipun Aaron sering mencium ceruk leher, wajah, dan bibir Diva. Bahkan sesekali mengelus da-da atau paha gadis itu.
Katakan saja ia me-sum. Ya memang, sebab tidak ada yang namanya dewa hawa nafsu tapi tidak me-sum!
Memasuki ruang BK, Diva meneguk saliva kasar. Di sana juga ada beberapa siswa yang datang terlambat tapi Diva tidak mengenal mereka.
Bu Ambar adalah guru yang tegas. Baginya, hukuman ada tingkatannya. Seperti saat ini, siswa pertama yang ia marahi karena datang terlambat, mendapatkan hukuman membersihkan seluruh toilet cowok mulai dari lantai satu sampai lantai 3. Alasannya sebab ini sudah terhitung 5 kali siswa tersebut datang terlambat.
Lalu seorang siswi kedua, ini adalah kali kedua ia datang terlambat. Bu Ambar menghukumnya dengan membantu tukang bersih-bersih sekolah mengambil seluruh sampah di masing-masing kelas.
Siswa ketiga lain lagi. Ini adalah kali ke 10 ia datang terlambat karena kesiangan. Bu Ambar menggelengkan kepala prihatin sebelum memulai ceramahnya mulai dari Sabang sampai Merauke, sementara yang diceramahi sesekali menguap karena bosan.
Sebagai hukuman, siswa tersebut harus menguras kolam renang, mengepel lapangan indoor dan gedung aula, lalu selama 7 hari ke depan, siswa tersebut harus membersihkan taman saat jam istirahat pertama dengan tukang kebun sekolah.
“Mengerti?” tanya Bu Ambar tegas. Wajahnya nampak garang karena sedang menegakkan kedisiplinan.
“Iya, Buuuu.”
“Jawab yang tegas, jangan lembek! Mengerti?!”
“SIAP, MENGERTI KOMANDAN!” seru si siswa ala tentara.
“Bagus. Sekarang kamu boleh pergi.”
Siswa tersebut pun buru-buru pergi.
Sekarang giliran Diva. Sebab ini pertama kali ia terlambat, tubuh Diva menegak kaku.
“Sepertinya ini pertama kali kamu terlambat ya?” tanya Bu Ambar.
“Iya, Bu,” jawab Diva.
“Kenapa terlambat?”
“Kesiangan,” ringis Diva.
“Kamu ini masih pelajar kok bangun sudah kesiangan. Nanti kalau masuk ke dunia kerja, apa bakal kesiangan juga?” Bu Ambar berkata tajam. “Ya sudah, karena ini pertama kali kamu terlambat, kamu lari keliling lapangan 5x. Habis itu masuk ke kelas. Mengerti?”
“Iya, Bu.”
“Oke, sekarang kamu boleh pergi. Ibu akan mengawasi kamu.”
Diva mengangguk, lalu segera menuju ke lapangan.
Matahari yang terik tak menyurutkan langkah kaki Diva. Setelah meletakkan tas di bawah pohon beringin, Diva mulai berlari-lari kecil mengelilingi lapangan.
Sementara itu, Bari sedang gelisah melihat bangku Diva yang masih kosong. Ditatapnya puluhan chat dari aplikasi hijau yang telah ia kirimkan pada Diva sejak beberapa menit yang lalu. Namun pesan-pesan darinya tidak berbalas, bahkan dibuka pun tidak. Bari jadi khawatir Diva sakit atau kenapa-kenapa.
Merasa tak tenang, Bari ijin ke toilet. Ia ingin menelpon rumah Diva. Siapa tau Bi Inah sudi mengangkat dan memberi alasan kenapa Diva tidak masuk hari itu.
Sedang menyusuri koridor lantai dua, Bari tak sengaja menatap arah lapangan. Matanya menyipit melihat sosok gadis yang amat ia kenal. Kedua sudut bibirnya pun terangkat naik.
“Diva!” serunya, yang tentu saja tidak cukup keras untuk bisa gadis itu mendengar.
Cepat-cepat Bari mengantongi ponselnya, kemudian berlari menuruni tangga. Cowok itu menyusul Diva ke lapangan.
Diva sama sekali tidak menyadari kehadiran Bari sampai laki-laki itu berlari di sampingnya.
“Bari!” ucap Diva setengah terkejut.
“Aku pikir kamu nggak masuk hari ini,” ungkap Bari, mengimbangi langkah lari Diva yang kecil-kecil.
“Masuk lah! Kalau nggak masuk kan biasanya kamu yang paling pertama aku kasih tau buat bilang ke Bapak atau Ibu Guru.”
“Hehe, iya sih! Makanya tadi khawatir kamu nggak ada dan nggak ada kabar. Omong-omong, tumben terlambat? Ini pertama kali dalam sejarah loh!”
Diva tergelak. “Iya, alarm Diva mati jadi ... Diva terlambat bangun,” jawab Diva dengan napas tersengal. Ia mulai berkeringat banyak dan Bari menyadari hal itu.
“Ini, buat lap keringat kamu!” kata Bari sambil mengulurkan sapu tangan yang ia ambil dari saku.
Diva menatapnya sedikit ragu sebelum Bari kembali berkata, “tenang aja, ini masih bersih kok. Belum aku pakai. Nih!”
Diva tersenyum, lalu menerima sapu tangan itu dan mengelap keringatnya. Keduanya terus berlari sambil berbincang santai.
“Eh, itu leher kamu kok merah?” tunjuk Bari ke leher Diva bagian samping. Posisinya sedikit tertutup kerah sehingga jika tidak diperhatikan dengan seksama tidak akan terlihat.
“Oh, ini. Nggak tau. Diva bangun tidur dan udah merah gini. Digigit nyamuk kali ya?”
Bari mengernyitkan dahi. Pasalnya ia bisa membedakan mana kemerahan akibat digigit nyamuk mana yang bukan. Dan milik Diva lebih mirip seperti sesuatu yang lain.
Sudahlah! Bari menggelengkan kepala karena Divanya yang polos ini tidak mungkin melakukan hal-hal yang tidak-tidak.
Sementara itu di kejauhan Aaron yang mendengar pertanyaan Bari hanya tersenyum geli. Sebenarnya itu salah satu perbuatannya. Manusia menyebut hal itu adalah kissmark! Dan Aaron sangat suka melakukannya.
Ia berbalik, lalu menghilang dari sana.
***