Berhenti di depan sebuah pohon beringin belakang sekolah, Aaron mendongak ke atas. Iris mata hitamnya yang pekat berubah menjadi kemerahan untuk beberapa detik, barulah ia berkata, “Keluar kalian semua!”
Hening. Tidak ada satu pun yang muncul, membuat Aaron menghela napas.
“Kalian tahu aku siapa bukan? Tidak usah khawatir, aku berjanji tidak akan menyakiti kalian.”
Masih hening. Hanya anginlah yang menyambut kalimat Aaron dan itu sempat membuat pria berbaju serba hitam tersebut jengkel.
Untuk terakhir kalinya, akhirnya Aaron melemparkan ultimatum penuh ancaman.
“Dalam hitung satu jika kalian tidak muncul, aku akan merobohkan pohon ini!” Baru saja Aaron menyentuh pohon beringin berusia ratusan tahun tersebut, para makhluk tak kasat mata yang tinggal di dalamnya langsung muncul bersamaan.
Mereka semua hinggap di dahan, balik pohon, bergelantungan di ranting dan ada pula yang muncul dari sela-sela akar pohon itu sendiri.
“Dasar Dewa tidak adil! Di mana-mana hitungan itu sampai tiga! Masa ini cuma satu!” celetuk salah satu makhluk yang senang sekali memakai daster berwarna putih. Orang-orang sering menyebutnya Kuntilanak, tapi dia sendiri lebih suka dipanggil dengan sebutan Miss Key. Lebih terdengar keren dan kekinian.
“Iya, mentang-mentang Dewa! Seenak jidat ngancam kita-kita!” sahut makhluk yang lain, di mana ia lebih mirip buntalan guling.
“Loh, Dewa mah bebas!” tukas Aaron menyombong. Baru saja ia hendak berkata lagi tiba-tiba makhluk cebol yang hanya memakai pampers mendekat. Dengan mengatungkan dua tangan dia berkata, “Om, bagi duit dong! Saya sudah 3 hari nggak makan ini. Om lihat? Tubuh saya jadinya nggak bisa tumbuh tinggi! Kurang gizi sih.”
“Saya nggak punya uang,” jawab Aaron dengan nada jijik sekaligus ketus. Tak segan-segan bahkan dengan jari telunjuk, Aaron menjauhkan makhluk yang sering manusia sebut sebagai tuyul itu menjauh darinya.
“Lagian ya, kenapa sih manggil-manggil kita? Kita kan lagi bobok cantik—“
“EHEM!! Gue cowok by the way!” sahut pocong tersinggung disebut sebagai cantik.
Miss Key yang kalimatnya terpotong melirik sewot pada teman sepohonnya itu. “Nggak nanya tuh, yeuuu! Lagian, nggak percaya gue kalau jenis kelamin lo cowok! Coba buka baju! Hihihihiihiiii!”
“Dasar kuntilanak me-sum! Lama nggak dijamah lo jadi genit gitu ye?” sahut si pocong tak kalah sewot.
“Isssh, kalian ini kok malah ribut sendiri. Dari pada ribut, garukin punggung gue dong! Gatal banget nih!” Tiba-tiba seorang makhluk lain menyahut. Pakaian putih bagian belakangnya nampak dipenuhi warna merah darah, pertanda bahwa di balik baju tersebut, terdapat sebuah luka bolong menganga.
Menurut yang pernah diperlihatkan wujud aslinya, punggung sundel bolong itu dipenuhi dengan belatung.
“Jijiq!!” sahut mereka bersamaan. Tak hanya kuntilanak dan pocong, namun juga genderuwo, tuyul dan si manis pohon beringin yang menyahut.
“Kalian jahat banget sih sama gue! Gue sumpahin pada mati, mam-pus lo pada!”
Mereka semua pun lagi-lagi menyahut serempak. “Kita udah mati kelessssssssssss!”
“Oh, iya. Lupa!” kata si sundel bolong sambil menepuk jidat.
“Makanya dulu sekolah yang bener!”
Sundel bolong hanya mendesis kesal, lalu membuang muka.
Sementara Aaron sibuk memijit pelipis. Ocehan para makhluk paling rendah di muka bumi ini membuat ia pusing. Lagi pula, sejak kapan seorang Dewa mau berbicara dengan para hantu?! Sungguh, jika bukan demi memenuhi tugasnya sebagai Cupid KW pada Diva, Aaron tidak akan sudi bertegur sapa dengan mereka.
Jangankan bertegur sapa, berpapasan saja ogah!
Aaron tidak bisa membayangkan wajah para dewa lain jika mereka tahu Aaron sekarang sedang berbincang dengan para hantu. Lebih-lebih saudara-saudaranya yang berjumlah selusin itu. Pasti mereka semua akan menertawakan Aaron.
Sial! Ini haruslah jadi rahasianya.
“Oke, cukup perdebatan di antara kalian! Saya mau tanya serius ini!” ucap Aaron kemudian. Ia menepuk kedua telapak tangannya dan seketika muncul sebuah buku beserta pena di tangan.
Para hantu yang menyaksikan hanya bisa menganga sambil berandai-andai; bagaimana pangkat mereka bisa naik menjadi Dewa? Pasalnya, menjadi sosok hantu tidak ada asik-asiknya. Mereka hanya bisa terbang sana-sini tanpa bisa menyentuh benda yang mereka ingin. Pun melakukan sulap seperti yang baru saja Aaron lakukan.
“Pertanyaan pertama : apa yang biasa anak-anak muda jaman sekarang lakukan?”
Para hantu saling berpandangan tidak paham. Si tuyul pun menyuarakan pertanyaan mewakili teman-temannya.
“Pertanyaannya lebih spesifik dong, Om!”
“Am om am om! Please, deh! Saya sama kamu saja tuaan kamu!”
Si Tuyul berdecak jengkel. Ia menghentakkan kaki lalu menghilang dari sana.
“Lah! Dasar bocah!” maki Aaron tak kalah kesal. “Kalian semua, ayo jawab pertanyaan saya!”
Semua hantu memutar bola mata serempak.
“Mereka suka dugem.”
“Mabok.”
“Balap motor.”
“Makan!”
“Pansos! Apa-apa dipamerin di media sosial.”
“Pesugihan!”
“Hmmm, akuuuurrr!!” lagi dan lagi tim hantu serempak tertawa, membuat kepala Aaron bertambah pening.
“Bukan itu, tapi apa yang anak muda jaman sekarang lakukan untuk pacaran.”
Sedetik ...
Dua detik ...
Tiga detik ...
“Owalaaaahhh... Ngobrol dong dari tadi!” seru mereka.
“Biasanya sih ya Cuma makan bareng, jalan bareng. Ya nggak sih?” tanya si pocong.
“Itu jaman Siti Nurbaya kali! Anak muda jaman sekarang mah lebih ngeri. Itu, kemarin saja gue habis mergokin Maemunah sama Bagio cipokan di bawah pohon pisang! Sampai bibirnya monyong-monyong gitu. Karena keasikan nonton, gue jadi ketawa ngikik dong, eh mereka malah ngibrit lari!” sahut Miss Key sambil merapikan rambut panjangnya.
“Kalau menurut kesaksian gue sih, mereka lebih dari itu. Nyatanya Gery sama Sinta kemarin ngumpet di balik pohon jati dan ngelakuin kegiatan ah uh ah uh. Buset, nggak sadar mereka jadi tontonan para genderuwo. Lha wong ngelakuin itu kok di tengah alas! Anak-anak jaman edan!”
“Stop, stop, stop!” sela Aaron greget sendiri. Berpikir keras apakah ia yang salah bertanya atau hanya memang para hantu di pohon ini ber IQ rendah?
“Gini deh, saya ubah pertanyaannya. Jika saat ini kalian menyukai seseorang tapi orang itu cuek banget sama kalian, kira-kira apa yang akan kalian lakukan untuk mendapatkan hati orang itu?”
“Kalau gue sih cusss langsung pergi ke dukun. Pasang susuk di semua bagian wajah. Dijamin, sekali kedip orang yang gue suka langsung klepek-klepek!” Kali ini si manis memberi suara, berdasarkan pengalaman pribadinya saat masih hidup.
“Orang jaman sekarang jarang yang mau pergi ke dukun!” potong sundel bolong. “Udah deh Dewa, jangan tanya mereka, mereka semua sesat!” Dia pun melayang ke bawah dan mendarat tepat di depan Aaron.
“Meski IQ gue rendah dibanding mereka semua karena pas hidup sekolah gue Cuma sebagai formalitas, tapi percayalah gue punya segudang pengalaman gimana caranya buat seorang cowok paling dingin sekali pun bisa luluh.”
Aaron mengangkat sebelah alis, melirik ke para hantu lain yang sudah sibuk dengan obrolan mereka sendiri.
Demi kesehatan mental, akhirnya ia memutuskan untuk mencoba mendengar dari satu pihak dulu. Siapa tahu si sundel bolong ini memang benar-benar tahu bagaimana cara menggait laki-laki sedingin Samudra.
Semakin cepat Aaron menyelesaikan tugas, maka akan semakin baik pula. Ia bisa kembali ke dunia para Dewa dan ia tentu bisa bersenang-senang dengan wanita dewasa. Bukan malah mengurus bocah ingusan seperti Diva dengan segala kebuncinannya.
“Oke. Kita bicara di gazebo saja. Ayo!”
Ting!
Aaron menghilang dan muncul di gazebo paling ujung dekat dengan tembok dan dinaungi sebuah pohon mangga besar.
Sundel bolong pun menyusul. Namun sebelum ia benar-benar pergi, para hantu lain bersiul menyoraki.
“Cieeee... kencan siang hari cieee ... Hati-hati bun-ting lagi! Hahahahahaha!”
Berdecak sebal, sundel bolong pun menghilang dari sana dan muncul di gazebo tempat Aaron berada.