Prologue
"Anda udah hancurin hidup saya, Pak." Nadia terus terisak sejak dia bangun tidur tadi. Hidupnya hancur, mahkota kebanggaan nya direnggut begitu saja oleh orang yang tidak dikenalnya sama sekali.
"Dengarkan saya, Nadia... Saya—"
"Enggak! Saya nggak mau dengar apapun dari mulut busuk Bapak!" teriak Nadia dengan air mata yang semakin deras membanjiri pipinya. "Apa mau Bapak dari saya... Saya salah apa sama Bapak. Saya bahkan nggak kenal sama Bapak. Tapi kenapa... Kenapa Bapak lakuin hal sekeji ini di dalam hidup saya?" lanjtnya dengan suara rendah.
Rambut Nadia acak-acakan, matanya sembab dan merah, hidungnya pun juga memerah. "Hiks... Bunda... Maafin Nadia... Hiks..."
"Hei, tolong. Tolong dengarkan saya dulu. Saya akan jelasin. Saya mohon, Nad." gumam Dimas pelan. Tangannya ingin meraih Nadia, dan membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Tapi, Nadia berusaha menepis tangan Dimas itu.
"Anda adalah orang yang paling saya BENCI!"
****
Nadia adalah gadis manis dengan tubuh kecil. Gigi rapi, senyum menawan, mata indah, dan rambut hitam panjang yang sangat Dimas sukai dari gadis itu. Gadis yang Dimas temui sejak tuga tahun lalu, saat dimana gadis itu manis duduk di bangku SMP. Jangan tanya Dimas kenal dimana, karena jika dijelaskan Dimas bisa senyum-senyum sendiri mengingat masa itu.
Apapun akan Dimas lakukan asalkan ia bisa melihat gadis itu. Dimas bahkan rela berangkat kantor lebih awal supaya nanti dia bisa mampir ke SMA Tunas Bangsa, disanalah Dimas bisa melihat gadia manis bernama Nadia. Baru satu tahun ini, Dimas berhasil menemukan Nadia.
Ingin sekali Dimas menyatakan tentang isi hatinya itu, namun Dimas sadar dia adalah pria dewasa. Sedangkan Nadia masih remaja yang masih suka labil dalam mengambil keputusan. Begitu pula soal pasangan, Dimas sadar pasti Nadia akan memilih pacar yang seumuran dengannya. Tidak tua seperti Dimas.
Jika Dimas sedang keluar kota untuk bertemu client, maka Dimas juga harus bisa menahan rindu.
Pernah suatu ketika Dimas melihat Nadia dibonceng oleh cowok dengan tubuh kurus khas anak SMA. Nadia waktu itu terlihat begitu dekat, sampai harus melingkarkan tangannya di pinggang sang cowok itu.
Melihat itulah membuat hati Dimas serasa terbakar. Dimas marah karena Nadia bersama cowok lain. Pikiran negatif pun mulai bersarang diotak Dimas.
Tapi Dimas tak mau menyerah begitu saja, Dimas tetap nekad untuk memantau Nadia.
Jadi, apakah Dimas bisa menaklukkan hati Nadia? Apa dia mampu untuk menyatakan perasaannya itu?
****