Genggaman Dimas pada stir mobil itu kian mengerat saat ia sadar kemana arah motor di depannya itu akan pergi. Dimas hafal jalan ini, jalan menuju klub milik temannya. Tiap malam minggu, Dimas selalu menghabiskan waktu dengan teman-temannya di klub itu
Dimas menginjak pedal rem mobilnya saat motor yang ia ikuti itu juga berhenti di depan lampu merah. Mereka terlihat sangat manis jika dilihat dari dalam mobil. Gadis pujaan hati Dimas dengan cowok berkaos hitam tengah becanda riang di atas motor. Tangan gadis itu melilit mesra di pinggang sang cowok.
Dimas tadi sebenarnya ingin pergi ke Indomaret dekat rumah, tapi ketika disana dia melihat dua sejoli itu, Dimas mengurungkan niatnya untuk belanja dan segera mengikuti mereka. Dan ya... Dimas hanya mengenakan kaos hitam serta celana pendek hitam.
Dimas melajukan kembali mobil nya mengikuti kemana arah motor itu pergi.
"Ck! Mau apa kau membawa Nadia kesini." gumam Dimas lirih saat sudah menghentikan mobilnya di depan klub milik temannya. Dimas masih melihat tawa bahagia Nadia yang saat ini tengah dilepaskan helm nya oleh sang cowok.
Tak mau tertinggal Dimas pun dengan cepat mencari parkir yang sekiranya pas untuk mobilnya. Dia langsung masuk ke dalam klub itu.
Matanya mengintari setiap sudut klub ini. Dentuman keras mengikuti langkah Dimas yang tengah mencari keberadaan Nadia.
Dapat.
Dimas mendapatkan Nadia. Disana Nadia tengah duduk-duduk dengan teman cowok serta ceweknya.
"Apa pergaulanmu memang bebas seperti ini, Nad?" gumam Dimas lirih.
Akhirnya pria itu menuju ke arah kursi bar.
"Loh, Dim kok lo tumben main kemari."
"Tadi lewat sini, terus mampir. Siapa tau lo kangen sama gue."
Wajah Dimas dalam hitungan kilat langsung tertimpuk lap motif kotak-kotak yang baru saja digunakan untuk membersihkan meja. Dimas menatap nyalang pada petugas bar itu.
"Dahlah gue mau ngurusin pelanggan dulu. Nanti si bos marah lagi."
Sepeninggal orang itu, Dimas terus menatap ke arah tempat Nadia berada. Disana Nadia terus meminum beberapa gelas.
Ingin sekali Dimas melarang, namun apa haknya? Nadia saja tidak mengenalnya, takutnya nanti dia malah dikira orang aneh yang tiba-tiba melarang Nadia minum.
Pria itu tak memesan minuman, dia tak pernah suka dengan minuman sejenis alkohol. Lagipula jika Mamanya tau dia minum pasti dia akan diamuk habis-habisan.
Walaupun umurnya sudah menginjak seperempat abad tahun ini, Dimas masih diperlakukan seperti layaknya anak kecil oleh Mamanya. Termasuk tidur dengan seorang wanita. Mamanya kerap sekali mewanti-wanti agar Dimas menjaga kesuciannya, padahal pergaulan sekarang ini berhubungan badan adalah hal yang wajar.
Sedangkan untuk masalah merokok sendiri, Mama Dimas sudah tak dapat lagi melarangnya. Dimas sudah terlampau sulit untuk diingatkan karena dulu Dimas yang suka merokok dengan sembunyi-sembunyi.
Pria itu memutuskan untuk mengambil rokok yang dia bawa dari mobilnya sembari mengawasi pujaan hatinya yang saat ini sudah mulai mabuk.
Cukup lama Dimas menunggu hingga menghabiskan tiga batang rokok, padahal saja dia merokok jarang sekali.
"Mau kemana, Nad?"
Nadia menyentak tangan cowok yang tadi duduk di sampingnya. "Mau ke kamar mandi sebentar, kepala gue pusing."
Dimas segera mematikan putung rokoknya yang masih berkurang seperempat. Dia menghela napas pelan, pasti ada yang tidak beres dengan Nadia. Akhirnya karena rasa penasarannya dia mengikuti Nadia diam-diam.
Cukup lama Dimas menanti Nadia keluar dari kamar mandi. Matanya hanya bisa mengamati orang-orang lewat dengan pasangannya, saling melu*mat dan mereka tak segan-segan berhubungan bdan di depan Dimas.
"Woi, Dim! Lo ngapain di sini?" sang pemilik bar pun akhirnya muncul dihadapan Dimas.
"Toilet cewek?" Andre, pemilik bar tersenyum mengejek sebelum kembali berkata, "Yaelah, Men. Gue punya banyak cewek yang bisa lo sewa! Nggak perlu nunggu di sini."
Dimas hanya menatap sekilas dan berucap, "Berisik lo!"
Tepat setelah itu Nadia keluar dengan tubuh yang sempoyongan. Bibirnya terus merancau kata 'panas'. Dimas dengan sigap menghampirinya. Dia sudah tak peduli apa pikiran Nadia nantinya, yang terpenting keselamatan pujaan hatinya itu.
"Nad? Are you okay?" ribuan pikiran buruk telah bersarang di otak Dimas melihat kondisi Nadia yang sungguh jauh dari kata baik. Rambutnya sudah acak-acakan dan juga dress bagian atasnya itu sudah tak lagi terbentuk dengan semestinya dan mempertontonkan sedikit milik Nadia yang terbilang cukup pas untuk usia yang kurang lebih masih 17 tahun.
Dimas mengumpat lirih menyadari otak mesumnya pada Nadia.
"Panas. Kumohon tolong aku,"
Dimas segera menangkap tubuh Nadia yang menerjang tubuhnya.
"Cewek lo, Dim?" Andre mengamati tingkah Nadia sejenak yang kini sudah dipeluk oleh Dimas. Dimas begitu telaten mengusap punggung Nadia. "Gue rasa lo harus hs sama dia."
Dimas segera menatap tajam Andre. Sungguh licin sekali mulut temannya ini. Mana mungkin Dimas akan melakukan hal itu pada gadis yang begitu dia cintai tiga tahun terakhir ini?
"Gue serius! Lo nggak liat tingkahnya? Dia pasti minum obat perangsang." Andre tersenyum tipis, "Lo beruntung banget dapat bening-hening gini."
Dimas hanya diam, dia terus memeluk Nadia yang makin berani berlaku lebih pada dirinya. Nadia bahkan dengan berani menggesekan bagian depannya pada d*ada bidang Dimas. Pria itu menggeram rendah.
"Yuk gue anter ke kamar VIP khusus buat kalian. Kasihan banget kalian sama-sama kesiksa gitu."
"Nggak ada cara lain, Ndre? Pasti ada cara lain. Tolong selain gue harus hs sama dia, gue nggak bisa hancurin masa depan dia."
Andre yang tadinya sudah melangkah duluan berbalik menatap Dimas datar. "Nggak ada. Gue tau dia cewek yang sering dibicarain sama Budi. Cewek SMA yang lo taksir."
Dimas menghela napas pelan sebelum membopong Nadia untuk mengikuti langkah Andre menuju kamar VIP. Dalam setiap langkah Dimas sesekali menatap Nadia yang terus meringis menahan hasrat yang ada dalam dirinya. Dimas sungguh takut malam ini. Bagaimana nanti dengan janjinya pada sang Mama? Bagaimana nanti niatnya untuk terus menjaga Nadia hingga tiba saatnya dia berani mengungkapkan perasaannya?
Dimas belum pernah melakukannya sebelumnya. Dia takut, Nadia yang pertama untuknya.
Dimas benar-benar takut dengan semua kemungkinan yang akan terjadi. Dia bertambah takut tatkala membayangkan jika Nadia akan membencinya setelah ini.
Dimas membaringkan Nadia yang terus merintih.
"Lo bisa, Dim. Gue yakin sama lo. Gue tinggal dulu," Andre menepuk bahu Dimas pelan. Wajah Dimas berubah sendu dan bingung sesaat ketika pintu telah ditutup rapat oleh Andre. Dimas pun berjalan menuju pintu, dia sudah memantapkan hatinya malam ini. Tangannya saling meremas pelan dan hembusan beberapa kali untuk menetralkan degub jantungnya yang tiba-tiba menggila.
Dimas pun mengunci pintu itu dengan kunci dua kali. Dimas harap ini yang terbaik. Dia tak mau jika sampai Nadia jatuh pada bocah-bocah ingusan itu.
***