Nadia menggerakkan badannya perlahan, badannya sangat kaku hingga digerakkan saja sangat susah. Apalagi selakangan dan juga pahanya terasa begitu nyeri dan juga pegal seperti habis olahraga berat. Kepalanya juga begitu pusing, untuk membuka mata saja rasanya begitu berat.
Asing.
Satu kata yang terucap di batin Nadia ketika dia berhasil membuka matanya. Ini bukanlah kamarnya. Dan.. selimut ini? Tunggu! Mata Nadia melebar dengan sempurna, jantungnya berdegub begitu kencang. Apa yang terjadi padanya? Kenapa dia tak memakai baju atau dalaman apapun?
Takut, takut, Nadia menoleh ke sampingnya. Betapa syok nya dia ketika mendapati seorang pria tertidur dengan wajah kelelahan dan rambut yang berantakan.
Nadia sungguh takut dengan apa yang terjadi sekarang. Diumurnya yang sudah 17 ini, tak heran jika dia sudah paham apa yang dilakukan oleh dua insan beda kelamin di atas tempat tidur.
Tangannya pun dengan berani membuka selimut yang menutupi tubuh lelaki itu.
Bagai disambar petir melihat penampilan pria itu yang tak jauh dari penampilannya. Hatinya teriris pilu sekali dengan susah payah ia mencoba membalikkan tubuhnya menunggungi pria tersebut.
Bunda, maafin Nadia. Nadia kotor.
Sungguh sesak, beribu kali Nadia mencoba menekan kuat dadanya yang sesak.
Lama gadis itu terisak, dia akhirnya tersentak pelan saat tiba-tiba tangan ria itu berada di lengannya.
"Nad," suaranya begitu berat. Namun, Nadia yang mendengar itu sangat ingin kembali menangis kencang dan ingin memukuli wajah pria itu.
Dengan sisa tenaganya Nadia membalikkan tubuhnya dan menatap tajam pria yang telah menghancurkan hidupnya. Tangannya memegang kuat selimut untuk melindungi tubuhnya. Air matanya kembali meluruh menatap tajam pria berwajah sendu di hadapannya ini.
"Anda udah hancurin hidup saya, Pak." Nadia terus terisak sejak dia bangun tidur tadi. Hidupnya hancur, mahkota kebanggaan nya direnggut begitu saja oleh orang yang tidak dikenalnya sama sekali.
"Dengarkan saya, Nadia... Saya—"
"Enggak! Saya nggak mau dengar apapun dari mulut busuk Bapak!" teriak Nadia dengan air mata yang semakin deras membanjiri pipinya. "Apa mau Bapak dari saya... Saya salah apa sama Bapak. Saya bahkan nggak kenal sama Bapak. Tapi kenapa... Kenapa Bapak lakuin hal sekeji ini di dalam hidup saya?" lanjutnya dengan suara rendah.
Rambut Nadia acak-acakan, matanya sembab dan merah, hidungnya pun juga memerah. "Hiks... Bunda... Maafin Nadia... Hiks..."
"Hei, tolong. Tolong dengarkan saya dulu. Saya akan jelasin. Saya mohon, Nad." gumam Dimas pelan. Tangannya ingin meraih Nadia, dan membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Tapi, Nadia berusaha menepis tangan Dimas itu.
"Anda adalah orang yang paling saya BENCI!"
Dengan tertatih-tatih Nadia turun dari ranjang membawa selimut. Dia meraih dress hitam miliknya yang sudah tergorok di lantai tadi malam. Dengan air mata yang masih mengalir dia dengan cepat memakai pakaiannya, dia sudah tak peduli lagi mau tubuhnya di lihat kembali oleh pria itu atau tidak.
Dirinya sudah merasa sangat hancur pagi ini. Dia masih remaja yng punya banyak mimpi. Masih berusia 17 tahun, tapi nasib begitu pilih kasih dan sial terhadapnya. Dia sangat membenci hiduonya mulai detik ini.
Nadia dengan segala tekad segera membalikkan tubuhnya menatap wajah Dimas yang sangat sendu. "Saya nggak pernah sudi bertemu dengan Bapak! Apapun yang terjadi jangan pernah kita mengungkitnya, anggap saja kita nggak pernah saling mengenal."
Nadia meraih heels nya dan berjalan menuju pintu dengan kaki tertatih.
Sangat terasa perih di bawah sana.
****
Nadia Saraswati adalah gadis manis dengan tubuh kecil. Gigi rapi, senyum menawan, mata indah, dan rambut hitam panjang yang sangat Dimas sukai dari gadis itu. Gadis yang Dimas temui sejak tiga tahun lalu, saat dimana gadis itu manis duduk di bangku SMP. Jangan tanya Dimas kenal dimana, karena jika dijelaskan Dimas bisa senyum-senyum sendiri mengingat masa itu.
Apapun akan Dimas lakukan asalkan ia bisa melihat gadis itu. Dimas bahkan rela berangkat kantor lebih awal supaya nanti dia bisa mampir ke SMA Tunas Bangsa, disanalah Dimas bisa melihat gadia manis bernama Nadia. Baru satu tahun ini, Dimas berhasil menemukan keberadaan Nadia, gadis yang berhasil memporak-porandakan hatinya.
Ingin sekali Dimas menyatakan tentang isi hatinya itu, namun Dimas sadar dia adalah pria dewasa. Sedangkan Nadia masih remaja yang masih suka labil dalam mengambil keputusan. Begitu pula soal pasangan, Dimas sadar pasti Nadia akan memilih pacar yang seumuran dengannya. Tidak tua seperti Dimas.
Jika Dimas sedang keluar kota untuk bertemu client, maka Dimas juga harus bisa menahan rindu.
Pernah suatu ketika Dimas melihat Nadia dibonceng oleh cowok dengan tubuh kurus khas anak SMA. Nadia waktu itu terlihat begitu dekat, sampai harus melingkarkan tangannya di pinggang sang cowok itu.
Melihat itulah membuat hati Dimas serasa terbakar. Dimas marah karena Nadia bersama cowok lain. Pikiran negatif pun mulai bersarang diotak Dimas.
Tapi Dimas tak mau menyerah begitu saja, Dimas tetap nekad untuk memantau Nadia.
Dan kejadian di pagi ini sungguh membuat hati Dimas sakit, Nadia berkata jika gadis itu membenci dirinya. Dimas menyayangi Nadia, sangat. Tak bisakah Nadia membuka sedikit hatinya untuk Dimas?
Apa yang harus Dimas lakukan sekarang? Bahkan untuk melihat wajah Dimas saja rasanya Nadia begitu enggan dan benci sekali. Apakah nntinya perjuangannya menanti Nadia selama ini akan sia-sia begitu saja? Tak adakah sedikit ingatan Nadia tentang penyatuan mereka tadi malam?
Seharusnya Dimas tak nekad menjalankan saran Andre agar menyetubuhi Nadia. Jika kejadian malam tadi tak terjadi, mungkin Nadia tak akan membencinya.
Jika kata andai bisa dirubah dengan cara apapun, maka Dimas akan dengan senang hati melakukannya.
Pria itu meremas pelan tangannya mengingat kejadian itu kembali. Napasnya berganti dengan begitu cepat, pikirannya seperti kalut sekarang. Dia harus segera menikahi Nadia. Kemungkinan akan ada salah satu spermanya yang berhasil membuahi Nadia. Dia tak mau jika sampai nanti Nadia menanggung malu sendiri atas perbuatan bejatnya, menyetubuhi gadis di bawah umur dengn keadaan tidak sadar.
Dimas bangun mencari celananya tanpa menutup tubuhnya terlebih dahulu. Baginya itu tak lebih penting dari pada untuk menghubungi sekretarisnya sekarang juga.
"Cari tau alamat Nadia sekarang juga, kalau bisa nanti siang ketika saya sampai kantor alamat itu sudah ada di meja saya."
Dimas segera keluar dari kamar setelah selesai memakai pakaiannya. Dia segera menuju resepsionis yang tersedia di bar untuk membayar kamar VIP nya itu.
Dia harus segera mencari Nadia, dia tak mau sampai Nadia pergi darinya.
****