Sweet Wine 06

1026 Kata
Gedung CL tidak begitu tinggi dan megah, hanya terdiri dari tiga tingkat namun bersih dan begitu kental akan nuansa wine. Hampir di setiap sudut ruangan terdapat pajangan botol wine, mulai dari wine yang paling langkah hingga wine paling mahal. Kenyataan itu justru membuat Karen sebal, dia sebal setengah mampus dengan mereka yang tidak mau berbaik hati kepadanya dan Henna. Kini Henna bahkan harus berhadapan langsung dengan si pemilik perusahaan, Karen sangat cemas. Dia takut Henna menyebabkan kekacauan yang lebih besar. Jika di lobi Karen menunggu dengan gelisah, beda lagi dengan Henna dan Calvin yang duduk berhadapan di dalam ruang rapat. Kaca ruang rapat yang transparan sehingga orang-orang di luar dapat melihat mereka. Tetapi tetap saja suara keduanya tidak terdengar. Bisik-bisik penasaran para karyawan CL membuat Karen tambah risih. "Ada apa kemari? Kau mengikutiku hingga kemari ternyata, sebegitu indahkah kenangan kita di Jerman?" sindir Calvin tentu saja dengan gayanya yang menyebalkan. Senyum tanggung seolah menghina Henna. Henna ingin sekali menghajar wajah tampan di depannya itu, tetapi dia teringat dengan maksud kedatangannya ke sini dan bertekad untuk menebalkan mukanya di depan Calvin. "Hmm ... mungkin kita punya kenangan buruk sebelum ini, tetapi saya kemari untuk urusan pekerjaan," ujar Henna berusaha untuk tidak terprovokasi oleh Calvin. "Apa yang kau inginkan?" tembak Calvin langsung, dia berubah menjadi serius dalam sekejab dan itu cukup.membuat Henna kagum. Henna menyerahkan proposal permohonan pembelian wine kepada Calvin. Dia berharap banyak kepada Calvin dan tentunya dia berdo'a di dalam hati agar pria di hadapannya itu tidak mengambil hati perbuatannya yang lalu. Melihat Calvin yang membaca proposal yang diajukannya membuat Henna cemas luar biasa, ekspresi Calvin yang tidak dapat ditebaknya sedikit banyak mengusik Henna. "Jika aku tidak mau menjualnya padamu bagaimana?" tanya Calvin seraya meletakkan proposal Henna ke atas meja dan menyilangkan kakinya ke depan, seolah-olah dia menantang Henna. "Maka aku akan diam di sini sampai kau menjual wine itu untukku," kata Henna yang berani menerima tantangan Calvin. Senyum sinis tersungging di bibir Calvin, dia seolah-olah meremehkan Henna. "Baik kita lihat saja apa kau sanggup bertahan?" kata Calvin yang kemudian berdiri dari duduknya dan meninggalkan Henna. Henna keluar dari ruang rapat dan menemui Karen di lobi seraya berkata, "Karen ... kamu cari supplier lain. Kita hanya punya waktu sampai besok, aku akan di sini untuk menunggu pria menyebalkan itu berubah pikiran." ••• Henna duduk di sofa lobi kantor dengan gelisah, sudah dua jam dia di sana dan tidak ada tanda-tanda Calvin akan merubah keputusannya. Resepsionis jutek tadi pun melihat Henna lebih dari sekedar jutek, rasanya dia ingin mengusir Henna segera. Namun sayang, mereka semua sudah mendapat perintah untuk membiarkan Henna duduk menunggu di sana. "Dia masih tetap di sana?" tanya Calvin pada sekertarisnya. "Masih Pak." Hingga jam 5 sore Calvin di sibukkan dengan banyak kertas, dia bahkan berniat lembur dan itu sudah menjadi rutinitasnya. Dia sejenak melupakan Henna yang menunggu di lobi. Tidak ingat bahwa ada perempuan yang sedang tertidur karena terlalu lama menunggu. Jam 9 malam, Calvin baru selesai dengan semua berkas-berkas yang harus diperiksanya. Keadaan kantor pun sudah sangat sepi. Sudah tidak ada karyawan yang lembur, hanya ada satpam yang berjaga di pos depan dan Henna yang masih tertidur lelap di sofa lobi. "Hah! Dia belum menyerah juga ternyata," gumam Calvin saat mendapati sosok Henna yang tertidur di sofa lobi saat dirinya hendak pulang. Calvin berjalan mendekati Henna, dia duduk berjongkok menatap Henna yang tertidur pulas. "Kau perempuan paling rempong yang pernah aku temui," ujar Calvin pelan. ••• Pagi hari yang sedikit berawan dan berangin semakin membuat cemas Karen. Sejak tadi dia cemas karena tidak kunjung mendapat kabar dari Henna. Dirinya juga sudah kesana kemari untuk mendapatkan wine yang VIP inginkan. "Aduh mbak Henna mana sih," Karen berdiri dengan gelisah di depan ruang kerja dirinya dan Henna. Tadi beberapa menit yang lalu Pak Broto menelpon dan menanyakan Henna. "Nungguin Bu Henna ya Mbak Karen?" tanya seorang OB yang kebetulan mendengar gerutuan Karen tadi. "Iya nih Pul," jawab Karen sekananya. Sementara Karen menunggu Henna dengan gelisah, kondisi Henna jauh dari kata baik-baik saja. Perempuan cantik itu terbangun dengan kondisi yang masih berada di lobi CL Company. Beberapa orang menertawakan penampilan muka bantal Henna dengan bekas iler yang membentuk jalan di sekitar bibir sexy Henna, bekas lipstik di area pipi yang mungkin tidak sengaja tersapu saat tidur dan rambut yang berantakan khas orang bangun tidur. "Apa tidurmu sangat nyenyak?" tanya sebuah suara yang berdiri di depan Henna dengan kedua tangan terlipat di depan d**a. Sosok yang begitu tampan dan wangi membuat Henna langsung sadar dengan kondisinya. Secara sadar Henna langsung mengambil bantal sofa dan menutupi wajahnya sambil meringis malu dibalik bantal. Calvin hanya geleng-geleng kepala melihat pemandangan yang ada di depannya, dirinya kira perempuan ini akan pulang sendiri saat tahu kantor telah sepi. "Sudah kalian bubar," usir Calvin saat melihat para pegawainya menonton aksi badut bangun tidur Henna. ••• Hampir waktunya makan siang dan Henna belum juga menunjukkan batang hidungnya. Pak Broto sudah berkali-kali menanyakan Henna dan hanya dapat dijawab karin dengan kalimat, "Ibu Henna sedang keluar mencari supplier Pak." Kalimat yang sepenuhnya bohong itu untunglah dipercayai oleh Pak Broto. Karen bahkan harus mengeluarkan sumpah serapah saat dirinya harus mengurus persiapan acara pesta untuk nanti malam. Pesta yang membutuhkan wine sialan yang mereka cari. "Karen!" seru Henna yang baru saja masuk ke dalan ruangannya dengan napas ngos-ngosan. Karen mengerutkan keningnya saat melihat penampilan Henna yang berantakan. Meski penampilan itu sudah tidak separah sebelumnya, artinya minus bekas iler, lipstik dan rambut yang acak-acakan. "Rambut lepek, baju kemarin, mata sembab, dan tanpa make-up. Mbak Henna gak pulang? Mbak Henna kenapa?" tanya Karen yang lebih shock dengan penampilan Henna yang biasanya senantiasa rapi dan cantik kini berbanding terbalik. "Sudah jangan banyak tanya," Henna mengambil alat make-up di dalam laci mejanya, kemudian dia menlanjutkan kalimatnya dengan berkata, "kita belum menemukan supplier hingga siang ini. Apapun yang terjadi aku akan menanggung seluruh resikonya, sediakan saja wine yang susah sejak awal disetujui. Tetapi selama sisa waktu ini aku akan berusaha mencari supplier." Rentetan kalimat yang keluar dari bibir Henna itu hanya diangguki oleh Karen. Dia sebenarnya merasa kasihan dan tidak enak hati jika hanya Henna yang akan menerima sanksi nantinya. Tetapi dia tetap tidak ingin kehilangan pekerjaan ini, dia membutuhkan uang untuk biaya pengobatan adiknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN