It's Her

1034 Kata
Satya POV Betapa terkejutnya aku ketika seorang gadis berdiri di depan ruang kerja yang mulai hari ini akan menjadi tempatku berkutat dengan segala urusan perusahaan orang tuaku setelah berhasil menyelamatkan perusahaan kecil milik mereka yang hampir bangkrut. Dan aku jauh lebih terkejut ketika ia mengenalkan namanya dan mengatakan jika ia adalah sekertaris ku, orang yang akan menemani setiap aktivitas ku di kantor setiap harinya. Bisakah kalian bayangkan bagaimana rasanya ketika kalian memikirkan seorang gadis yang sudah dua kali kalian temui secara tidak sengaja di jalan tanpa tahu nama ataupun apapun tentangnya, hingga sosoknya terbawa ke dalam mimpi maupun fantasi seks kalian selama satu tahun terakhir, namun pada saat kalian telah memutuskan untuk melupakannya, ia tiba- tiba muncul di hadapan kalian. Dan aku bahkan tidak bisa melepaskan pandanganku pada wajahnya yang ternyata jauh lebih cantik daripada saat aku melihatnya dari kejauhan dan pada saat kami hanya saling berpapasan sesaat. " God...! She is so sexy and her smells is so good" Bibirnya terus berbicara dan itu nampak sexy bagiku. Terlebih lagi ketika tangan kami tak sengaja saling bersentuhan saat ia hendak mengetikkan password komputerku. Aku bahkan dapat melihat pori- pori kulit putih mulusnya. Dan benar saja, ia sangat cantik. Alisnya terbentuk alami dengan bentuk yang indah dan rapih. Rambut panjangnya hitam pekat dan tergerai. Dandanannya yang tidak berlebihan membuatnya nampak cerdas dan sopan, dan ya, rambutnya jauh lebih panjang daripada terakhir kali aku melihatnya. Karena aku ingat betul rambutnya pendek saat itu. Dan semakin aku menatapnya, ia nampak semakin salah tingkah. Entah karena ia takut ataupun terpesona olehku. Tuhan pasti sedang mengasihani ku saat ini hingga akhirnya mempertemukanku dengannya. Ah, dan satu hal yang aku tangkap darinya adalah, tidak ada cincin pernikahan ataupun pertunangan di semua jari lentiknya. Itu artinya aku masih punya peluang bukan? *** TOK TOK " Masuk" jawab Satya. " Maaf pak, ini kopi yang bapak pesan. Double shot. Dan semua orang sudah menunggu bapak di ruang meeting. " Satya mengangguk paham. " Kamu coba dulu kopinya" Amanda nampak sedikit bingung. Bagaimana mungkin dia mencicipi kopi milik atasannya. " Ng... Saya pak?" " Apa kamu lihat ada orang lain?" tunjuk Satya dengan pena yang ada di tangannya. " Tapi... Kopi ini saya yang buat sendiri dan tidak mungkin saya meracuni bapak" " Baik. Kalau begitu, saya hanya akan minum kopi buatan kamu. Kalaupun bukan buatan kamu, saya mau kamu yang mencicipinya dulu." " Baik, pak." Satya lalu meraih gelas kopi yang Amanda letakkan di atas mejanya dan mulai menyesapnya perlahan. (" Wow... Ini enak") batin Satya. " Bagaimana pak? Apa ada yang kurang? Atau bapak mau saya buatkan ulang? Atau bapak punya takaran sendiri?" tanya Amanda mencoba mengikuti selera atasannya tersebut. " Ini lumayan.Apa ini kopi instant?" ( " Serius kami sedang membahas kopi?") batin Amanda. " Bukan pak. Ini racikan saya sendiri. Saya pernah bekerja di kafe yang racikan kopinya lumayan enak. Tiap harinya saya juga minum ini. Menurut saya takarannya su---" jelas Amanda. " Kita ke ruang meeting sekarang" potong Satya. ( " Bahaya. Semakin dia ngomong, semakin dia menarik di mata gue. Bibirnya seksi banget saat ngomong.") batin Satya. " Ba... Baik pak. " Amanda lalu memberikan jalan untuk Satya berjalan mendahuluinya sementara ia merutuki dirinya dalam hati karena tadi berbicara yang di luar pekerjaan di hari pertama bos barunya. (" Bagus, Manda. Sekarang pak Satya akan mikir kamu nggak becus. Kenapa juga jelasin soal kopi?!") rutuk Amanda dalam hati. Mereka berdua lalu memasuki lift setelah Amanda menyempatkan diri untuk mengambil ponsel dan juga buku catatan kecilnya dengan gerakan yang bahkan tidak disadari oleh Satya. " Kenapa meja kerja kamu masih belum di pindahkan?" tanya Satya yang kini berdiri tegak memunggungi Amanda yang juga berdiri dengan anggunnya. " Saya masih menunggu office boy pak." jawab Amanda. " Kenapa kamu yang harus menunggu? Saya tidak mau tahu, pokoknya setelah meeting, meja kamu sudah dipindahkan. Kalau perlu, kamu angkat sendiri." " Baik pak" jawab Amanda sambil menghembuskan nafas dengan lembut. (" Tega banget!") " Kenapa panas sekali disini? Apa AC nya rusak?" tanya Satya lagi. " Ng... Tidak kok pak. AC nya nyala dan juga dingin. Apa bapak kepanasan?" balas Amanda bertanya. " Iya. Memangnya lantai berapa ruang meeting kalian?" " Lantai 19 pak." Satya kini terdiam dan nampak sedikit melonggarkan dasinya. (" Sialan, kenapa lama banget sih sampainya? Amanda, apa kamu tahu kalau kamu bikin aku keringatan?") batin Satya yang sesekali memandangi Amanda dari pantulan kaca lift di hadapannya. " Kita sudah sampai pak" ucap Amanda akhirnya. Satya lalu dengan segera melangkahkan kakinya keluar dan mengikuti arahan sekertaris cantiknya. Tiba di depan sebuah ruangan, Amanda lalu mengetuk pintu kacanya dan membukanya dengan lebar. " Selamat siang, saya perkenalkan pak Aryasatya Emir Suryatmaja. Silahkan masuk pak" ucap Amanda mempersilahkan Satya untuk memasuki ruangan meeting mereka dan disambut oleh para karyawan dan beberapa direktur divisi. " Selamat datang pak" sapa semua orang secara bergantian dan hanya diangguki oleh Satya dengan wajah serius. " Baik. Terima kasih. Silahkan duduk dan kita mulai meetingnya". Para karyawannya lalu saling menatap dengan heran lalu kembali duduk dan mulai membuka materi meeting mereka. " Baik. Sekertaris saya tentu sudah menginfokan apa saja yang saya minta dari tiap divisi. Sebelumnya saya mau kalian tahu kalau sekarang perusahaan ini berada di bawah tanggung jawab saya, jadi kalau ada diantara kalian yang tidak suka dengan cara kerja saya, dan menyamakan atau membandingkan dengan cara kerja pak Sandy, atau bahkan ingin melaporkan ketidaksukaan kalian dengan cara saya, saya sarankan jangan. Pintu perusahaan ini terbuka untuk kepergian kalian" ujar Satya dengan serius. Semua orang kembali saling memandang lalu hanya bisa mengangguk setuju. " Saya tidak suka penjilat, pengadu domba, ataupun pembohong. Saya hanya akan melihat kinerja dan loyalitas kalian di perusahaan ini. Kalian paham?" " Paham, pak" jawab semua orang hampir berbarengan. Amanda yang sejak tadi hanya mendengarkan semua ucapan Satya, kini harus mengangkat wajahnya karena merasa ia sedikit termasuk ke dalam salah satu yang Satya sebutkan tadi. Selain Sandy, asisten pribadinya, Sofia, dan Vika beserta mantan atasannya di divisi HRD, tidak ada lagi yang mengetahui tentang kehidupan pribadi Amanda yang telah memiliki dua orang anak. Bukan apa- apa, karena menurut Sandy dan istrinya, akan jauh lebih baik jika orang- orang tidak mengetahui jika Amanda adalah seorang janda dengan dua orang anak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN