Abi - Cinta Pertama
Mengenalnya....
Hal yang tak pernah kupikirkan, disaat semua mata memandangku dengan penuh kekaguman seakan diriku akan bertekuk lutut pada tatapan mereka, dia hadir tanpa terpengaruh pada pesonaku. Sedikitpun!
Bukan diriku yang tidak berminat dengan kerling menggoda lawan jenis dari teman seangkatan maupun junior di kampusku namun ada hal yang jauh lebih menarik selain menerima jerit kekaguman mereka. Dan banyak hal yang lebih layak diperjuangkan untuk hariku.
Dan hanya dia.... yang tampak enggan melirikku dengan tatapan kagum. Hanya dia..... Maharani. Teman sekaligus sahabat yang tanpa sengaja takdir membuat kami berdua harus menjalani kegiatan KKN dalam satu kelompok.
Perantara takdir yang membuatku mengenal arti sahabat dan cinta. Keduanya terlihat mudah untuk menyatu namun sulit jika hati bukan jatuh pada yang seharusnya terlebih hanya sepihak.
Pertemuan awal yang sempat membuatnya bingung karena aku memanggil namanya dengan sebutan ANI bukan ARA yang biasa teman-temanya lakukan. Meskipun tanpa protes karena alasanku yang bisa dibilang tidak masuk akal yakni karena nama depan atau belakang saja lebih mudah memanggil setiap anggota kelompok. Padahal... aku hanya ingin berbeda dengan yang lain. Hanya aku yang boleh memanggilnya dengan nama Ani.
Tak menyangka hobi yang sama pada genre film Bollywod membuatku semakin dekat denganya. Dia bukan perempuan yang terbiasa membalut wajahnya dengan berbagai produk kecantikan, tas, baju keluaran ternama seperti beberapa perempuan lain kenakan yang kebanyakan dari mereka pergi ke kampus hanya sebagai jejak sosial. Berlomba dengan status agar dikenal kaum terpelajar dan lulus dengan gelar terpandang.
Kecantikan yang dimiliki perempuan berambut panjang pemilik motor scoopy warna putih itu terlihat alami. Dia juga bukan perempuan pecinta baju minim maupun feminim karena semua pakaianya terksan santai casual dan tentunya sopan.
Kami banyak menghabiskan waktu bersama. Mengingat aku dan dia memiliki hobi yang sama. Selain itu entah kenapa banyak hal yang membuatku sangat nyaman menghabiskan waktu bersamanya begitupun dia. Dan rasa menggelitik setiap kali bersama tiba-tiba hadir membuat senyumku selalu merekah dan jantungku selalu berdetak lebih cepat dari biasanya bahkan kadang begitu meletup-letup.
* * * *
"Ya Tante....."
"........."
"Maaf tapi Abi belum siap dengan keputusan ini"
".........."
"Ya Tan makasih"
Klik..
Selalu seperti ini. Tak gentarnya orangtua Indri menjodohkan kami. Meski dia masih saudara jauhku namun tetap saja aku harus berani menolak. Soal enak atau tidak enak hati urusan belakang toh tidak ada perjanjian mengikat apapun hingga aku berkewajiban menerima perjodohan ini.
Lagipula siapa yang mau dojodohkan dengan perempuan manja yang hanya bermodal nama besar orang tua ? Masih jauh lebih baik Ani ke mana-mana.
Nah berbicara tentang Ani hari ini kudengar dia sedang melakukan penelitian bab empat skripsinya. Sepertinya rencanaku akan segera dimulai.
Dan di sinilah aku, di depan rumahnya. Rencananya hari ini aku akan mengungkapkan perasaanku padanya. Namun sebelum itu akan kubuat dia memilih hadiah yang sebenarnya untuk dia sendiri nantinya.
Dengan alasan ingin mencari kado buat untuk teman perempuan yang hendak berulang tahun, Ani setuju menemani dan pilihan kado pertama menurutnya adalah bunga. Setiap perempuan suka bunga entah apapun status dan hubungan pemberi dan penerima baik dalam acara santai, semi formal bahkan formal sekalipun. Banyak hal bisa diungkapkan dengan bunga. Akhirnya kami berdua menuju salah satu kios penjual bunga.
"Mau kamu kasih bunga apa Bi?" Tanya Ani yang tengah sibuk melihat berbagai macam bunga
"Kamu aja yang milihin. Seleramu kan sama" jawabku. Selera sama karena ini buat kamu Ani
Tanpa menunggu lama dia memilih sebuket mawar putih. Saat diserahkan untuk meminta persetujuan aku hanya mengagguk. Tempat selanjutnya adalah toko perhiasan.
Entah kenapa permintaanku untuk memberi kado pada perempuan dengan bantuan Ani membawa langkah kami ke sebuah toko perhiasan. Sebenarnya apa yang mau dipilih? Oh ternyata dia menyarankanku memberikan liontin. Ani tampak sibuk memilih dan aku suka dengan raut seriusnya. Apapun ekspresi yang ditampilkanya aku selalu suka.
Pilihanya jatuh pada liontin berbandul manik biru berbentuk tetesan air. Katanya dia suka sekali dengan bandulnya.
"Udah ni Bi. Habis ni kita mau ke mana lagi? Udah sore nih" Sepertinya dia tampak lelah.
Tanpa menjawab pertanyanya aku langsung menggandeng tanganya mengikuti langkahku menuju parkiran. Kubonceng dia dengan motor Byson ku. Nyaman sekali saat tangan mungilnya mengerat dipinggangku.
Kami duduk berhadapan. Dengan alasan ingin ke toilet yang sebenarnya aku sedang mempersiapkan sebuah rencana kecil nan istimewa. Setelah kurasa siap, kuarahkan langkahku menuju ruangan restoran. Mengambil tempat dari sudut yang dapat dilihat banyak pengunjung.
Kuamati ia sedang menggigit cup cake. Wajahnya yang tampak bingung membuatku semakin gemas.
"Bagaimana rasanya? Manis bukan? Setiap gigitan itu adalah hari-hari yang telah kita lewati bersama. Manis..... sangat manis karena ada dirimu selalu disampingku
Maharani..... sahabatku..... Entah sejak kapan perasaan ini tumbuh. Aku menyayangimu lebih dari sahabat. Aku mencintaimu sahabatku. Bolehkan aku menjadi lebih dari seorang sahabatmu. ?"
Gigitan terakhir terlihat susah ditelanya. Dari belakangku dua pelayan menghampirinya untuk membawakan dua hadiah yang telah dipilihnya tadi. Kulihat wajahnya yang syok berbanding dengan wajah-wajah bahagia, haru, iri, kagum, ingin tahu dari pengunjung restoran ini.
Aku menunggu jawabanya....
"A..... aku...... juga..........merasakan manis bersamamu"
Jawaban penuh makna yang kutahu dia tidak membalas perasaanku. Senyum tetap tak kuhilangkan. Kuhampiri dia yang masih dengan rasa kaget dan enggan dengan penolakan barusan membuatku mengerti bahwa dia... memang ditakdirkan hanya sebagai sahabatku.
Mungkin nanti.... nanti saat hatimu sudah siap menerimaku.