Dua minggu berlalu, Eveline semakin akrab dengan Rania. Mereka berdua saat ini mengerjakan tugas bersama-sama dalam keadaan suasana kelas yang riuh-piuh. Di depan mereka ada Celin dan Celena yang membuat vlog make-up dan Bella yang menjadi bintang tamu spesial-nya. Sementara di seberang sana ada Chedrick, Axton dan Alvin memegang ponsel mereka dengan horizontal bermain game, memerintah dan saling menyalahkan.
Hugo mendekatkan bangkunya ke meja Thomas, memegang keripik kentang sementara Thomas sibuk membaca novel.
Dion, Grace, dan Oza tak ada di kelas itu. Dion dan Grace mungkin sibuk di ruang guru sementara Oza izin ada pemotretan majalah di Berlin.
Suasana baru hening dan semua orang kembali ke bangkunya masing-masing saat bapak Grei, Wali Kelas mereka membawa seorang perempuan. Tapi bukan murid baru. Perempuan ini mengenakan seragam keabuan, dengan jas formal, dihiasi kacamata di wajah dengan rambut pendek.
“Morning students.”
“Morning sir.”
“So, hari ini, kita akan kedatangan guru BK kalian yang baru, setelah Bu Flo memutuskan melanjutkan studinya di luar negeri.” Laki-laki tua itu menoleh. “Silahkan perkenalkan diri anda.”
Murid-murid dihadapan mereka mengangguk. Satu-dua orang terlihat antusias. Tak ramai memang, karena di kelas ini isinya cuma tiga belas orang—kelas khusus.
“Perkenalkan nama ibu…”
Perempuan itu memandang berkeliling.
“Zandra.”
Murid-murid mengangguk. Mereka terlihat senang terutama Chedrick. Baginya bu Flo sangat meresahkan, kalau memberi hukuman tidak kira-kira, berjemur di bawah matahari dua jam, lari keliling lapangan atau mencatat di kertas yang baginya tak memiliki esensi sama sekali. Padahal Serix sekolah bertaraf international.
“Baiklah Bu, saya permisi dulu. Anda bisa menyampaikan satu-dua patah kata untuk mereka.”
“Baik pak, terima kasih bantuannya.”
Baru selangkah pak Grei meninggalkan ruangan, Bella membalikkan badannya. Bergosip ria dengan si kembar tentang penampilan bu Zandra yang mirip intelijen negara.
"Buruk sekali style-nya."
"Heh kau, si j****y. Balik ke sini!"
Bella menoleh spontan. Terkejut begitu pun dengan temannya yang lain.
"Apa kata anda, ja-j****y?"
"Ya, maaf, aku belum tahu kau. Siapa namamu?"
"Anda tidak perlu tahu.. Anda sudah tidak sopan. Bisa-bisanya seorang guru—”
"Katakan sekarang siapa namamu! Atau mau aku tandai alpa?"
"Bella," jawab Bella ketus. Matanya memelotot.
"Nama yang tidak buruk." Mata Zandra beralih ke sisi kanan. "Dan kau Alvin, berhentilah mengunyah permen karet."
Alvin terdiam, melepehkan permen karetnya ke dalam kertas lalu menaruhnya dalam laci meja.
Darimana dia tahu namaku?
"Kau artis, kan?"
Alvin mengangguk. Dia agak kesal tapi sedikit bangga, karena itu berarti wajahnya tak asing lagi.
"Penggemarmu akan muak kalau tahu siapa kau sebenarnya," sambung bu Zandra. Chedrick berusaha menahan tawa membuat Alvin tak jadi bangga, dengan sedikit kesal ia melemparkan tatapan tajam saat Chedrick melirik ke belakang.
Bu Zandra berjalan lagi. Meraih dengan beringas tas si kembar, mengeluarkan peralatan make-up dari dalam.
"Kalian datang ke sekolah mau belajar atau buka salon?"
Celin dan Celena tersenyum getir. Mereka tak seperti Bella yang pembangkang. Walau hati mereka ingin sekali berontak
Dari mana perempuan ini tahu semuanya?
Mereka berdua bertanya-tanya dengan wajah menor seperti itu.
Ini hari pertama Bu Zandra menjadi guru BK tetapi gelagatnya mengerikan seperti pengawas ujian masuk pergirian tinggi. Berjalan mengitari murid, mengambil handphone di laci Chedrick.
“Sepulang sekolah, kalian si kembar dan kau… yang membawa ponsel, datang ke ruanganku setelah pelajaran berakhir.”
“Rasakan,” bisik Alvin di telinga Chedrick, dengan tertawa terkikik.
Bu Zandra berbalik saat sudah berada di ambang pintu. “Dan kalian juga, Bella, Alvin. Sikap kalian tak boleh dibiarkan seperti ini.”
“HAHAHA…” Chedrick balas tertawa terbahak-bahak, dia dan Alvin sama sialnya.
Dengan sebal Bella menggerutu, saat Bu Zandra telah meninggalkan kelas dan tak berada di jangkauan mereka. “Siapa sih dia, seenaknya membuat peraturan di hari pertama.”
“Laporkan dia pada papamu Bel,” rajuk Celin.
“Ya, pasti. Dia tidak akan lama tinggal di sekolah ini, lihat saja.”
Maka jadilah Eveline yang mendengar itu semakin tidak menyukai Bella. Dia tipe anak yang manja, jika keinginannya tak terpenuhi. Sebenarnya itu tidak masalah bagi Eveline, tetapi yang menjadi masalah adalah Bella dua hari yang lalu memaksa dia untuk menjauhi Rania. Dengan merajuk, menjelekkan-jelekkan Rania dengan suara dilembutkan seperti anak kucing berhati mak lampir.
Untungnya Eveline perempuan yang cerdas, dia tidak ingin terikat siapa pun.
Dion dan Grace tiba bersamaan di kelas yang riuh-piuh membahas bu Zandra. Tetapi mereka berdua lagaknya tidak peduli. Langsung duduk di tempat membuka buku dan mengerjakan sesuatu hal. Latihan soal masuk perguruan tinggi.
Tak lama bu Siska hadir. Mengajar dengan suaranya yang lantang. Beruntung karena Chedrick yang disuruh naik ke papan tulis dengan lancar menjawab semua soal. Hanya orang bodoh yang mengulangi kesalahan dua kali. Terlebih ini kelas khusus, semuanya diisi oleh orang cerdas, termasuk Chedrick sendiri. Hanya saja, Matematika adalah kelemahannya. Dia sangat pandai di Biologi, Seni dan tentunya Olahraga.
Saat jam istirahat, Rania dan Eveline makan di tempat biasa. Akhir-akhir ini semua mata tertuju pada mereka dan itu sangat tidak nyaman. Isu kalau Eveline adalah anak dari pemilik David Corp menyeruak. Celin dan Celena adalah sumbernya, mereka membuat vlog tentang Eveline dan baru meminta izin setelah menguploadnya ke sosial media. Eveline ingin marah karena ini menyangkut kehidupan pribadinya, tetapi semuanya sudah terlanjur dan dia tidak ingin memperbesar masalah sebagai murid yang belum seumur jagung di Serix. Dia ingin hidup tenang.
Lima menit kemudian, akhirnya Rania dan Eveline bisa makan dengan tenang.
Tiga pria masuk ke kantin itu mengambil alih banyak pasang mata. Chedrick, Alvin, Axton. Dijuluki segitiga bermuda. Wajah mereka adalah jawabannya ditambah lagi mereka adalah murid-murid dari kelas khusus. Terlebih Alvin, dia adalah seorang idol, yang itu berarti di luar sana dia memiliki banyak penggemar dan sekarang dia hanya berdiri dihadapan semua orang sebagai Alvin, salah satu murid dari Serix School.
Maka banyak perempuan mengambil foto mereka diam-diam. Sampai satu perempuan berkacamata bulat di seberang sana lupa mematikan bunyi kamera dan blitz-nya. Kejadian itu membuatnya malu seumur hidup. Tetapi baginya tak masalah. Dua foto Alvin dari jarak dekat tersimpan baik di kameranya.
*
Ini adalah hari pertama Bu Zandra berada di Serix School. Tetapi dia sudah berani mengambil keputusan untuk menghukum murid-murid.
Perempuan itu memandangi halaman sekolah dari tempat duduknya di tepian dekat jendela. Setiap guru punya ruangan khusus. Ruang guru hanya dijadikan pertemuan rapat atau mengurus berkas penting.
Beberapa tahun yang lalu, bu Zandra bukanlah Zandra. Dia adalah Chasandra, perempuan yang menghabiskan masa mudanya dengan berseliweran dan berlagak sok penting
Tadi, Zandra melihat Bella. Muridnya itu seolah membawanya ke masa lalu. Chasandra dan Bella mirip. Tingkah laku, style bahkan sampai gaya rambut.
Tok tok tok.
Zandra spontan berbalik, terbangun dari lamunannya. Dia mengusap wajah, menghembuskan napas pelan sambil menggerutu pada dirinya sendiri.
“Kau adalah Zandra sekarang Chas. Sadarlah!” Perempuan itu membuka pintu sembari menegakkan tubuhnya dan memasang wajah datar. Ditatapnya keempat murid yang berdiri di depan.
“Oh kalian rupanya, masuklah!”
Empat murid itu duduk di kursi dengan canggung setelah dipersilahkan.
“Jadi apa kesalahan kalian?” tanya bu Zandra. Di tangannya sudah ada secari kertas dan pulpen. Siap menulis.
“Loh, kok tanya kita Bu? Ibu yang panggil kita kesini, gimana sih,” gerutu Bella ketus. Dia sudah melipat kedua tangan di depan d**a dengan kaki menyilang dan wajah seperti apa-apaan sih guru ini sok penting.
Celin dan Celena ikut-ikutan manggut.
“Kau Bella, jangan sok cantik ya.”
“Ha, apa?!”
“Ya, harusnya kau mencatat kesalahanmu sendiri.” Bu Zandra menyodorkan secarik kertas dan sebuah pulpen.
Bella memutar bola mata. “Jangan bilang hukumannya menulis ‘Saya tidak akan mengulangi perbuatan saya lagi’ sampai ber—”
“Tidak, hukuman itu terlalu kuno Bella.” Bu Zandra memelotot.
Wajah Bella jadi merah padam. Dia tidak tahan lagi dengan semua ini. “Ngomong-ngomong anda tahu siapa orang tuaku?”
“Heh Bel cukup. Dia seo—”
“Tidak usah ikut campur Chedrick. Ini urusanku dan si guru sok ini. Kalian semua tahu kan pelanggaranku, harusnya dia menegur saja, dan lihatlah dia… memberi hukuman?” Bella mendelik. “Sekarang anda harus tahu siapa aku, anak dari Jew. Pemilik perusaahan pangan terbesar di kota ini. Aku akan menelepon papa dan membawa sepuluh pengacara hebat disini kalau aku mau.”
Hening.
Bu Zandra tidak merespon apa pun, hanya tersenyum.
Bella langsung bangkit dari duduknya. Apa yang dikatakan barusan pikirnya sudah berhasil membuat nyali bu Zandra menciut. “Cih,” desisnya melangkah ke pintu keluar.
“Tunggu, aku tidak pernah menyuruhmu keluar Bel-la Syohra Je-ew.”
“Jadi anda bersiap aku laporkan?”
“Tentu. Tetapi sepertinya…” Bu Zandra bangkit dari duduknya. Meraih alat perekam di atas lemari. “Ini sepertinya bisa jadi bukti yang bagus di pengadilan.”
“Sejak kapan anda menaruhnya?” Alvin terperangah, bu Zandra berhasil menjebak Bella.
“Ibu hanya orang biasa, jadi tak masalah di penjara. Tetapi apa yang kau yakin dengan rekaman ini karir orang tuamu tidak akan hancur?”
Bella semakin geram. Rasanya dia ingin berteriak, tetapi dia berusaha menahannya sebisa mungkin. Kembali duduk di tempatnya, masih dengan tatapan tajamnya pada bu Zandra. “Tunggu saja pembalasanku perempuan jalang!”