Ika menghentikan langkah kakinya, begitupun dengan Ezra. Pandangan mata Ika bertemu dengan Bara yang sedang berjalan kearahnya. Bara tidak sendirian, ada Karin disampingnya. Kekasih Bara yang dikenal Ika lewat sosmednya saja. Ezra yang mulai bisa menduga kejanggalan yang terjadi diantara pasangan suami isteri tersebut langsung memegang tangan Ika dengan berani. Ika tidak menyadari apa yang dilakukan Ezra padanya, matanya tertuju pada tangan Karin yang melingkar ditangan Bara. Bara menatap tajam pada Ezra yang dengan lancang memegang tangan isterinya didepan umum. Bara tidak menyangka kalau Ika sebegitu beraninya mencoreng mukanya didepan orang banyak. Bagaimana jika ada orang yang kenal dengan mereka. Pasti mereka akan jadi bahan gunjingan para kerabat dan kolega. Bara tidak mau papanya sampai tahu ada yang tidak beres dengan rumah tangganya. Membayangkan murka yang akan ia dapatkan dari sang Ayah membuat darah Bara jadi mendidih. Tanpa mengucap sepatah katapun, Bara berjalan mendekati Ika. Disentaknya tangan Ika yang dipegang oleh Ezra dengan kuat tanpa peduli pada rasa sakit yang dirasakan oleh Ika akibat tarikannya, kemudian berlalu sambil setengah menyeret Ika dari sana. Bara tidak peduli pada tatapan bingung dari orang - orang yang melihat kejadiannya.
Ika tidak berani mengeluarkan suara meski bukan hanya tangannya saja yang sakit tapi juga kakinya akibat diseret oleh Bara. Ia juga sebenarnya sangat malu diliatin oleh orang banyak. tapi apa daya Ika hanya bisa menunduk dan berdoa dalam hati semoga Bara cepat sampai ke tujuannya.
Bara menyeret Ika sampai ke parkiran. memaksa Ika masuk kedalam mobil dan membawanya pulang.
Ika tidak tahu dengan jelas dimana letak kesalahannya. Ika bahkan belum memakai uang Bara sepeserpun untuk belanja, daritadi Ezra yang membayar makanan yang ia santap. Bara yang terlihat marah, sangat bertolak belakang dengan apa yang pria itu perbuat. apa memerogoki mereka jadi kesalahannya ? Kalau boleh jujur, Ika tidak akan pernah mau bertemu dengan mereka. Harga dirinya sebagai seorang isteri diinjak begitu saja oleh suaminya sendiri. Harusnya Ika yang marah pada Bara, bukan sebaliknya begini.
Sampai dirumah Bara langsung masuk begitu saja ke kamarnya meninggalkan Ika yang meringis kesakitan dan juga kebingungan. Ika pun terpaksa masuk ke kamarnya sendiri dan memutuskan untuk mandi saja. sambil mandi Ika masih sibuk dengan fikirannya sendiri, mengingat kesalahan fatal apa yang telah ia perbuat. tapi tetap tidak ada alasan pasti yang ia temukan.
Berhubung hari menjelang malam, Ika memutuskan untuk masak makan malam mereka walaupun besar kemungkinan Bara tidak akan makan karena moodnya yang sedang jelek.
Ika makan dalam diam sambil sesekali melirik Bara yang sedang makan juga. seperti tidak ada yang mengganggu fikirannya, Bara makan dengan lahap.
Ikan guramie masak kuning tampaknya mampu menggugah selera makannya.
" Kamu tahu apa kesalahanmu, Anulika ?" Bara membuka suaranya setelah nyaris setengah hari berdiam diri.
Ika menggelengkan kepalanya pada Bara yang ditanggapi oleh Bara dengan dengkusan. Percuma ia mendiami Ika kalau ujung - ujungnya wanita itu tidak mengerti juga.
" Kamu Jalan dengan Pria lain, apa itu bukan sebuah kesalahan ? "
" Kamu juga Jalan dengan wanita lain " ingat Ika tegas.
" Itu tidak sama " ucap Bara tidak yakin dengan pembelaannya.
Ika tersenyum mencela ," Apa bedanya ?"
" Kami ... "
" Ah... tentu saja berbeda, kalian sudah lebih dulu bersama kan ? "
Bara mengangguk.
" Tapi tetap saja selingkuh namanya! " ujar Ika berapi - api, tapi sedetik kemudian jadi padam demi melihat tatapan tajam dari Bara. Nyalinya begitu cepat mengembang dan menciut.
" Kamu tidak lupa perjanjian kita diawal kan ?" tanya Bara.
" Ini jadi peringatan pertama dan terakhir buatmu, kalau sampai kamu kembali berulah jangan salahkan jika ada berita beredar diluar keinginan kamu nantinya. kamu juga harus siap keluar dari rumah ini " tekannya menakutkan.
" Kenapa tidak kita selesaikan sekarang saja ? " tanya Ika dengan sisa keberaniannya.
" Kamu tahu jawabannya "
" Kamu egois " sebut Ika putus asa.
***
Hari pertama kerja, Ika kembali memakai baju yang sama saat ia melakukan tes wawancara. Hanya baju itu yang paling bagus yang ia punya.
" Kamu mau nyari kerja lagi ? " Bara yang sedang menikmati sarapannya bertanya sambil memperhatikan penampilan Ika dengan seksama.
" Nggak, aku sudah diterima " jawab Ika tanpa menoleh.
" Kenapa masih pakai baju begitu ? " tanya Bara lagi ," Bukannya apa ya, tapi penampilan kamu seperti orang yang sedang mencari kerja. template banget " ujarnya jujur. Dikantornya semua pencari kerja berpenampilan seperti itu.
" Aku cuma punya ini " cicit Ika malu.
Bara menghentikan gerakan tangannya untuk fokus melihat pada Ika. semiskin itukah Ika. Seingatnya papanya tidak pernah punya teman dekat yang berada dibawah garis kemiskinan. Bara tahu dengan pasti karena para alumni tempat papanya menimbah ilmu punya semacam perkumpulan yang aktif membantu teman - teman mereka. memberikan modal untuk membuka usaha yang bermitra dengan mereka yang punya perusahaan sendiri. Maka, meskipun orangtua Ika sudah meninggal tidak mungkin anaknya jadi melarat.
" Kenapa tidak beli baju baru ? "
" Niatnya kemarin mau beli tapi kamu tidak mengangkat telfonku "
Apa hubungannya dia beli baju baru dengan Bara yang tidak mengangkat telfonnya. Dasar wanita aneh ...
" Aku mau pinjam uang " jelas Ika teramat pelan.
" Uang di Atm kamu habis ?? " tanya Bara heran. seingatnya nominal yang ia taruh disana lumayan banyak.
Ika menggeleng ," Aku mau pinjam uang kamu yang ada di Atm yang aku pegang " jelasnya mendapat pelototan dari Bara ,"Aku janji akan ganti kok " sahutnya cepat sambil mengangguk meyakinkan.
" Aku sudah bilang kalau kamu bebas makai uang itu. jadi untuk apalagi kamu nanya - nanya kalau cuma mau beli baju "
Ika terperangah jadinya, tidak menyangka Bara serius dengan perkataannya tersebut. Ika tidak lupa dengan ucapan Bara, ia takut Bara cuma sekedar berbasa - basi saja.
" Beli saja apa yang kamu butuh asal masih wajar. aku juga tidak mau nantinya di cap pelit sama isteri oleh orang - orang "
Baru saja Ika mengira Bara mulai perhatian padanya, ternyata perhatian demi harga dirinya sendiri.
" Kamu kerja dimana ? "
Ika menyebutkan nama perusahaan yang telah menerimanya bekerja.
Bara berdehem mendengar nama perusahaan pesaingnya ," Pria itu bekerja disana kan ? "
" Siapa ? kak Ezra ? "
" Hm " jawab Bara singkat.
" Kalian saling mengenal ya ? " tanya Ika dengar raut muka berubah senang.
" iya kan dia bekerja disana " tanya Bara kesal melihat raut gembira Ika. Kenal bukan berarti mereka akrab juga.
" memang benar. aku saja yakin bisa diterima karena andil dia. tapi bukan nepotism lho ya " sangkal Ika cepat. wajah senang Ika berbanding terbalik dengan wajah jengkel Bara.
" Kamu berhenti saja "
" Maksudnya ? "
" Kamu jangan berangkat sekarang... kamu tidak boleh kerja disana." larang Bara diluar dugaan Ika.
" kenapa memangnya ? " tanya Ika dengan nada mulai meninggi.
" Aku nggak ngizinin kamu bekerja "
" Kamu sudah gila ya ?! " bentak Ika kesal.
Entah sudah berapa banyak surat lamaran yang ia kirim ke perusahaan - perusahaan. sampai ia nyaris putus asa. Andai ayahnya masih hidup Ika pasti tidak perlu sekeras ini dalam mencari kerja. tidak perlu juga menjalani pernikahan dengan Bara. Pernikahan yang ia tahu akan berakhir jika waktunya telah tiba. Orang bodoh mana yang mau melakukannya jika tidak karena terpaksa. Satu - satunya yang bisa Ika lakukan untuk menata hidupnya setelah kegagalannya nanti adalah dengan bekerja dan menjadi mandiri. Dengan tidak terlalu bergantung pada Bara akan memudahkan Ika menjalani takdirnya nanti.
" Aku suamimu jadi aku berhak melarang keinginan kamu untuk bekerja " Jawab Bara tidak mau dibantah.
Ika menganga tak percaya dengan ucapan Bara yang sangat kontradiktif. Apapun itu yang jadi alasan Bara melarangnya untuk bekerja tetap saja membuat Ika merasa sangat dirugikan oleh keputusan sepihak pria yang tiba-tiba mengaku sebagai suaminya tersebut.
" kenapa kamu melanggar peraturan yang sudah kamu buat sendiri ?!"
pekik Ika frustrasi.
Tbc