Dua Minggu sudah berlalu. Sejak kejadian dimana Althaf melarang Syifa bertemu dengan Rindu, mereka tidak pernah bertemu lagi. Rasanya Syifa merindukan sosok anak kecil itu.
Ditambah lagi, Syifa belum mendapatkan pekerjaan. Bagaimana dia menjalani hidup dengan uang yang hampir habis.
"Darrrrr." Fatimah membuat Syifa kaget dan berhenti dalam lamunannya.
"Kenapa sih? Ngelamun terus akhir akhir ini?" Tanya Fatimah.
"Ada apa Syifa?" Sekarang giliran Akbar yang bertanya.
"E-eh nggak ada apa apa kok." Ucap Syifa.
"Boong! Kita itu udah sahabatan lama Syifa, aku tahu kamu pasti lagi memikirkan sesuatu."
"Kayak nya aku mau berhenti kuliah deh." Ucap Syifa lesu.
Fatimah dan Akbar membulatkan matanya kaget.
"Kok bisa?" Ucap Fatimah dan Akbar bersamaan.
Syifa terkekeh. "Kalian kompak."
"Lo ngikutin gue terus." Ucap Fatimah sinis.
"Lo yang ngikutin gue." Ucap Akbar tidak kalah sinis.
"Lo."
"Lo."
"Lo."
"Lo yang-" Ucapan Akbar terhenti ketika Syifa tiba tiba beranjak dari tempat yang di dudukinya.
"Syifa mau kemana?" Tanya Fatimah.
"Pulang. Kalian ribut terus. Lagian ini udah mau malem."
Fatimah langsung menghampiri Syifa. "Eh eh iya maaf si Akbar nya tuh yang duluan ngajak ribut."
"Kok Gue." Ucap Akbar malas.
"Iya. Yaudah yuk Syifa aku anterin pulang. Disini sumpek kalo ada dedemit Akbar." Ucap Fatimah.
"Syifa mending pulang sama Gue aja, ngapain pulang di anterin nenek lampir." Ucap Akbar.
"Apa Lo bilang?" Ucap Fatimah dengan nada tinggi.
"Apaan orang cuman-"
"Udah, mendingan aku pulang sendiri aja. Kalian juga pulang aja. Berantem terus perasaan." Ucap Syifa menengahi.
"Kebiasaan suka motong ucapan orang. Untung sayang." Gerutu Akbar.
"Yaudah aku pulang duluan ya. Kalian yang akur dong, kan sodara. Assalamualaikum." Ucap Syifa disertai kekehan.
Akhirnya Syifa pun berjalan menyusuri jalanan seorang diri. Dia tidak menaiki angkutan umum lagi, dia harus berhemat.
Kring kring...
Suara ponsel Syifa berbunyi.
"Hallo Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam Syifa, ini nenek Raina."
"Eh iya nek ada apa?" Tanya Syifa.
"Kamu bisa ke apartemen nya Althaf? Rindu demam dan manggil nama kamu terus. Dia nggak mau makan, katanya mau sama Bunda Syifa. Bantu nenek ya." Ucap Nenek Raina.
"Innalilahi. Iya nek Syifa segera kesana."
Tanpa basa basi lagi Syifa pun langsung menuju apartemen Althaf.
"Assalamualaikum." Ucap Syifa ketika memasuki apartemen Althaf.
"Waalaikumussalam, ayo sayang ke kamarnya Rindu." Ucap Nenek Raina.
"Rindu." Panggil Syifa.
Disana sudah ada Althaf dengan muka murungnya. Seakan akan pasrah dengan keaadan. Dilihat nya Rindu terbaring lemah, keceriaan yang selalu dia perlihatkan nampak nya telah terganti dengan raut muka penuh kesedihan. Pipinya yang chubby dan bibirnya sekarang menjadi pucat pasi.
"Bunda." Lirih Rindu dan langsung memeluk Syifa. "Kangen Bunda."
"Iya sayang, Bunda juga kangen sama Rindu."
Benar sekali, badan Rindu panas. Terbukti ketika Rindu memeluknya terasa ikut panas badan Syifa.
"Rindu makan ya." Ucap Syifa lembut.
"Suapin Bunda." Ucap Rindu lemah.
Syifa pun mengangguk dan tersenyum. "Aaa sayang."
Rindu pun mengikuti instruksi dari Syifa hingga makanan itu habis dan Rindu mau minum obat.
"Bunda, temenin Lindu."
"Iya sayang Bunda temenin ya, asal Rindu cepet sembuh." Ucap Syifa lembut. Rindu mengangguk lemah.
"Sekarang Rindu istirahat ya, ini udah malem." Ucap Syifa. "Mau Bunda bacakan dongeng?" Imbuhnya. Lagi lagi Rindu mengangguk lemah.
Syifa pun tersenyum hangat dan mulai membacakan dongeng untuk Rindu hingga Rindu terlelap.
Nenek Raina yang sedari tadi melihat itu semua pun hanya bisa tersenyum hangat. Cucunya sudah mendapatkan kasih sayang seorang Ibu. Dan Althaf, dia hanya melihat semua itu dengan muka datarnya saja. Nenek Raina harus bisa memaksa Althaf untuk menjadikan Syifa Bunda sungguhan untuk Rindu.