Ciama membuka pintu mobil setelah memastikan jika mobil keponakannya itu berada di tempat yang benar. Melihat sekitar yang banyak sekali motor dan juga satu mobil yang pastinya milik teman-temannya. Gadis dengan rambut panjangnya itu membuka sepatu yang ia pakai dan memakai sandal rumahan saat sampai di depan pintu rumah. Terdengar suara gaduh dari dalam, yang mana membuat Ciama diam-diam tersenyum. Setidaknya ada orang-orang yang tetap bersamanya kala suasana sebelumya berhasil membuat Ciama tidak bisa berfikr jernih.
“Oke, gua mau beli—“
Ceklek.
“Lah lo udah balik? Gua kira lo gak inget sama kita-kita.”
Ciama mendatarkan wajahnya yang sejak tadi tersenyum saat melihat Adel yang baru saja membuka pintu. Gadis yang kini hanya memakai kaos merah kebesaran yang entah milik siapa. Tanpa celana lagi yang Ciama tahu kalau gadis ini pasti habis bermain game.
“Adel mau kemana?”
“Cola abis,” jawab Adel singkat dan berjalan melewati Ciama begitu saja. Menghela napas pelan, Ciama urungkan niatnya yang akan masuk ke dalam dan menemui teman-temannya. Ia tidak bisa melakukan itu saat ada masalah dengan si biang kerok Adel. Karena jika gadis ini sudah menunjukkan tanda-tanda ketidak-sukaannya, maka suasana di dalam sana tidak akan berbeda jauh dengan apa yang Ciama rasakan saat berada di rumah Tante Riana. Mengikuti langkah Adel menuju sebuah taman, Ciama yakin jika gadis itu bukan akan membeli cola yang katanya habis. Adel pasti butuh nikotin. Gadis itu memang pecandu berat rokok. Tapi tidak pernah sekalipun teman-temannya yang lain mengetahui kebiasaan buruk Adel yang satu ini.
Sebab Adel tidak ingin teman-temannya tahu jika ia mengonsumsi nikotin itu untuk penenang di saat amarahnya menggebu-gebu. Ditambah Adel juga bukan orang yang bisa mengontrol emosi dengan baik. Akan sangat merepotkan jika gadis itu mengeluarkan amarahnya di saat suasana sedang baik-baik saja. Tidak lucu juga rasanya jika ia marah-marah sedangkan yang lain tertawa.
“Belum bisa lepas sama rokok?”
Adel yang baru saja mengeluarkan asap rokok itu langsung menolehkan kepala dan melihat Kemal yang datang membawa alat-alat vapenya. Lelaki yang tidak tahu datang darimana itu duduk di sebelah Adel mendahului Ciama. Membuat Ciama mau tak mau diam di tempatnya dan melihat interaksi kedua orang yang diberi julukan pemarah itu. Entah hanya perasaan Ciama saja atau memang benar adanya, keduanya kini tengah meluapkan amarah masing-masing.
“Ngapain lo ke sini? Sana, cari tempat sendiri,” usir Adel dengan nada ketusnya. Kemal yang baru saja menuangkan liquid pada alat vapenya itu spontan menolehkan kepala ke arah Adel.
“Ye.. lo marah sama siapa, ketusnya ke siapa.”
“Diem deh, gak usah banyak bacot!”
Bukannya merasa tersinggung, Kemal malah tertawa. Menutup alat yang dipegangnya setelah menyimpan kapas di dalam, Kemal lalu menghisap vapenya seraya melihat danau buatan yang memang ada di taman sebelah selatan rumah Ciama.
“Gak usah kekanakkan, Del. Ciama kaya gitu karena dia suka ama Marcel. Lo juga pernah dibutain sama cinta, kan?”
Ciama yang posisinya tertutup pohon apel itu tersentak pelan. Jadi Adel marah padanya karena ia yang meninggalkan mereka demi Marcel?
“Apa, sih? Gua gak marah sama tuh anak. Gua Cuma gak nyangka aja dia bisa sebego itu sama yang namanya cinta. Padahal udah jelas Marcel tuh gak akan lirik dia kaya cewek. Masih aja dikejar,” gerutu Adel seraya menginjak puntung rokok yang tersisa satu kelingking. Mendesah kecil seraya mendongkak, Adel kembali mengambil satu batang rokok dari dalam bungkus rokok yang tergeletak di atas rumput. “Gua gak mau dia kayak gua. Udah cukup gua yang b**o gara-gara masalah hati. Ciama terlalu baik, Kem. Dia gak pantes sama cowok yang gak nganggap dia ada. Dikira kayak gitu gak capek?”
“Berpengalaman mah beda, ya…”
“Gua gak tahu harus bangga atau ngerasa malu. Tapi justru karena hal itu, gua jadi bisa bantu teman-teman gua yang emang gak bisa berfikir panjang tentang cinta.” Kemal mengangguk-anggukkan kepalanya. Memang sih, dari segi pandangnya apa yang Adel lakukan tidak salah dan mungkin hanya ingin melindungi temannya saja. Tapi setiap orang jelas memiliki pemikiran yang berbeda-beda. Mungkin saja ada orang yang berfikir kalau Adel justru menyukai Marcel dan tidak mau Marcel didapatkan oleh orang lain.
Sama dengan apa yang Ciama pikirkan awalnya. Karena hanya Adel yang begitu menantang dirinya dengan Marcel. Bahkan tak jarang gadis itu juga sering memintanya menjauh dari Marcel dengan alasan yang sanagt tidak logis. Adel juga sering meminta ia untuk menjauh saja daripada harus merelakan apa yang mungkin orang lain bisa dapatkan. Tapi Ciama terlalu munafik untuk menyangka jika ternyata Adel melakukan ini semua demi kebaikannya. Ciama tidak tahu jika ternyata Adel sangat peduli padanya. Ia tidak menyangka jika Adel pernah berada di posisinya sampai tahu apa yang harus ia lakukan dan apa yang harusnya tidak dilakukan.
“Tapi, Del. Lo gak akan bisa jelasin semuanya dengan gamblang sama semua orang. Gak semua orang bisa nerima apa yang lo pikirin.”
“Gua tahu. Makanya gua lagi mikir. Kalaupun gua gak bisa jadi orang yang nyelamatin temen gua dari rasa sakit hati, seenggaknya gua bisa bantu dia dapetin cowok yang dia mau.”
Uhuk.
Kemal langsung terbatuk dengan keras.
“Lo—lo barusan bilang apa?!”
“Gua mau bantu Ciama sadarin tuh cowok sok jual mahal biar notice Ciama.”
“Lo gila, ya?”
“Kalau gak gila, bukan gua namanya, Kem.”
***
“Anj*r! dari mana aja lo, Ci! Bulukan kita-kita di sini. Untung aja rumah lo brankasnya kagak disadap sama Rifky. Kan bahaya kalau jiwanya bergetar liat emas batangan lo di kamar,” kelakar Shasa saat melihat Ciama yang baru saja masuk ke ruang tamu. Gadis itu terlihat lesu namun tetap memaksa senyum. Perempuan dua puluh satu tahun itu duduk di sofa. Matanya meneliti sekitar yang masih bersih.
“Tumben lo semua kagak ancurin rumah gua?” Sindir Ciama pada teman-temannya yang sekarang tengah sibuk bermain game di layar televisi. Paham dengan pertanyaan Ciama, mereka langsung menunjuk pada Rifky yang sedang asyik mnegetik di laptop. Lelaki yang masih anteng dengan tugas kuliahnya itu seakan tidak mengerti kode dari para temannya dan malah melirik singkat. Ciama terkekeh melihatnya. Memang hanya Rifky yang bisa dipercaya.
“Oh iya. Ada yang liat Adel sama Kemal gak? Gua tadi nitip cola sama dia. Tapi sampe sekarang tuh anak dua belum juga dat—“
Krek.
“Anji—“ Ciama buru-buru menutup mulut Juno yang akan berkata kasar. Gadis itu menatap tajam lelaki yang sedang dicekik oleh Adel.
“Lo anak baik, Jun. jangan berkata kasar,” ucap Shasa seraya tertawa kecil.
“Apa lo nanyain gua, hah?” Juno langsung mendongkak dan menyengir lebar. Beruntungnya Ciama sudah membuka tangannya yang sempat menutup mulutnya.
“Kagak, Del. Gua cuman nanyain minuman gua.”
“Lagian pake beli. Kan di kulkas pasti ada. Pada malu amat. Biasanya juga malu-maluin,” ujar Ciama jujur seraya menyambar keripik kentang dari tangan Shasa. Gadis itu melirik ke samping di mana Rifky masih sibuk dengan kertas dan juga laptopnya. Tidak terganggu sekalipun dengan keributan yang ditimbulkan para temannya.
“Lagi ngerjain apa sih, Ky? Serius banget,” ujar Ciama lirih yang tepat di telinga lelaki itu. Yang mana berhasil membuat Rifky menolehkan kepala dan membulatkan mata. Tanpa aba-aba lelaki itu memundurkan duduknya seraya menatap Ciama dengan tatapan horor.
“Lo kenapa, Ky? Gitu banget liat gua. Dikira gua hantu kali!” Seru Ciama tak terima. Rifky menelan salivanya seraya menghela napas berat.
“Jangan suka bisik-bisik di deket telinga orang. Bahaya,” jawab Rifky dengan maksud yang dalam. Kemal dan Juno yang paham langsung terbahak. Sedangkan para perempuan mengernyit tak terima, kecuali Adel pastinya. Gadis satu itu mengerti maksud Rifky tadi. Memang sih kalau dipikir-pikir hal itu bisa bahaya. Apalagi Rifky—
“Eh? Bahaya kenapa?”
“Udah, Ma. Lo gak usah ngerti maksud Rifky. Ngertiin aja maksud postingan ini, nih.”
Ciama mengernyit dan melihat ke arah Juno yang menunjukkan layar ponselnya. Ada sebuah postingan Instragam milik seseorang. Dan itu sangat Ciama kenal. Potret dua orang berbeda jenis kelamin dengan caption yang entah mengapa terasa sangat menyakitkan.
Marcel.samana
(picture)
To get happy with you! @O.Herlambang