bc

(Indonesia) LEILA : A TRUE PRINCESS

book_age0+
1.1K
IKUTI
13.3K
BACA
love-triangle
arranged marriage
goodgirl
prince
princess
royalty/noble
mistress
drama
twisted
like
intro-logo
Uraian

Leila Naqib El Baraq dikenal sebagai istri tegar yang menerima suaminya berpoligami. Meski diawal dia merasa amat berat namun dia memilih ikhlas karena Allah.

Leila Naqib El Baraq, dikenal sebagai seorang tunangan dari seorang pangeran di masa mudanya, -pangeran yang kelak menjadi suaminya-, yang amat menjaga cintanya dan martabatnya.

Tak ada yang tahu hatinya saat dia menghadapi sang tunangan mencintai wanita lain, melihat pernikahannya dibagi untuk yang lainnya. Leila terlihat tegar dan membentengi dirinya dengan kekerasan hatinya demi tetap bertahan di sisi Pangeran Abdul.

Tak ada yang tahu bahwa Leila menangis, merasa patah hati berkali-kali hingga dia hampir tak sanggup menghadapi ujian demi ujian yang menghadangnya. Namun Leila tak pernah melupakan bahwa kekuatan terbesar berada di sisinya.

Penantian cintanya selama puluhan tahun berbalas manis. Pangeran Abdul -suaminya-mencintainya meski wanita lain hidup berdampingan di sisinya.

Leila menulis segalanya di dalam buku harian tebal miliknya. Sejak pertama kali dia bertemu Abdul Karim Al Jabbar di taman bunga di usianya 7 tahun hingga usianya mulai senja dengan anak-anak memukau. Leila terus menulis isi hatinya tanpa henti, tentang cintanya, kemarahannya, kesedihannya hingga berujung pada keikhlasannya.

TRILOGI THE PRINCE'S WIVES.

chap-preview
Pratinjau gratis
IBRAHIM MEMBACA BUKU HARIAN
Dubai, 20xx Pemilik langkah kaki yang melangkah lebar-lebar itu berjalan tenang menuju salah satu kamar utama di kediaman megah Abdul Karim Al Jabbar. Sosoknya yang besar tinggi dan tampan selalu membuat para wanita di gedung itu terpaksa menunduk. Ibrahim menatap pintu kamar ibu dan ayahnya yang tertutup karena keduanya sedang berada di Mekah, melaksanakan ibadah haji pada tahun itu. Pada awalnya, Ibrahim tak pernah berpikir akan memasuki kamar orangtuanya yang diketahuinya amat dijaga oleh penjaga mereka. Namun sebuah pesan dari sang ayah membuat ia melangkah untuk memasuki kamar keduanya. "Ibrahim, di hari ke 10 keberadaan kami di Mekah, kunjungilah kamar kami. Ambillah sebuah buku harian Ummu. Letaknya tepat di atas meja kecil di tengah ruangan kamar. Ambil dan bacalah. Jika kau sudah selesai, simpanlah kembali di tempat asalnya." Helaan napas Ibrahim terdengar halus sebelum dia meraih gagang pintu. Ayahnya tidak menyebutkan nama kakaknya, Shakila, untuk ikut mengambil buku tersebut. Sang ayah berpesan agar dia membaca dan meresapi isinya, memaknai tulisan sang ibu yang tak diketahui Ibrahim seperti apa persis isi buku harian itu. Pintu ganda terbuka lebar, aroma harum menerpa penciuman Ibrahim. Dia tersenyum tipis. Aroma harum itu mengingatkannya akan keberadaan ibunya yang lemah lembut dan penuh kesabaran serta penuh cinta kepada dirinya dan kakaknya. Segenap rasa rindu menerpa hatinya, merindukan ibunya yang kini berada di tanah suci bersama ayahnya. Ibrahim menutup pintu di belakangnya, menatap pada ruangan yang besar, rapi dan indah. Dia melihat pada bagian sudut kamar yang terdapat ruang duduk mungil dengan lantai mencekung, tempat di mana ayah dan ibunya selalu berbincang. Entah itu membahas tentang agama mereka, anak-anak mereka dan cinta mereka satu sama lain. Dalam sepuluh tahun belakangan ini, Ibrahim mengetahui bahwa ayahnya, Pangeran Abdul, tak sekalipun meninggalkan ibunya, Putri Leila. Perhatian Ibrahim kini beralih pada meja berkaki rendah di tengah ruangan. Tak ada benda lain di atas permukaan meja yang dilapisi kain halus selain sebuah buku tebal bersampul emas. Dugaan Ibrahim itulah buku harian ibunya. Gerakannya lambat dan penuh kehati-hatian ketika menyentuh permukaan sampul buku itu, mengelus perlahan dan mengukur ketebalan buku tersebut. Tanpa banyak pikir, Ibrahim meraih buku harian, mendekapnya penuh penghargaan. Sekilas ditatapnya kamar orangtuanya dan dia berkata lirih. "Semoga ibadah kalian berjalan lancar, ayahanda, ummu." Ibrahim keluar dari kamar itu dan melihat keberadaan Shakila di depan pintu. Tanpa menyembunyikan maksud dirinya berada di kamar orangtua mereka, Ibrahim menyapa sang kakak. "Aku tak melupakan janjiku, kak." Mereka sudah sepakat akan berada d itaman bunga milik ibu mereka selama wanita hebat itu menjalani ibadah haji, untuk menjaga semua bunga serta memperhatikan kesuburannya sekitar setengah jam setiap harinya. Karena kesibukan Shakila sebagai editor majalah fashion serta Ibrahim yang mengemban tugas melanjutkan perusahaan minyak keluarga Al Jabbar selama sang ayah di Mekah, hari itu keduanya sepakat untuk berada di taman pada malam hari. Shakila tersenyum. "Aku senang bahwa kau kembali ke Dubai tahun ini. Pekerjaanmu di Wina sebagai komposer musik selalu membuatmu tak punya waktu kembali ke rumah." Tatapan Shakila terarah pada buku bersampul emas di tangan Ibrahim. Alisnya membentuk kerutan penuh tanya. "Apa yang kau lakukan di kamar ayahanda dan ummu?" Shakila bertanya halus. Ibrahim memeriksa pintu kamar yang sudah ditutupnya sebelum menjawab pertanyaan sang kakak. "Aku mengambil buku milik ummu. Ayah memintaku untuk membacanya selama mereka di tanah suci." "Buku harian ummu?" Shakila menebak tanpa ragu. "Kau tahu?" Ibrahim berujar kaget. Shakila membenahi ujung kerudungnya dan tersenyum. "Ummu mulai menulis di buku harian itu sejak umurnya 7 tahun." Ibrahim berjalan sejajar di samping Shakila di lorong panjang itu. Jantungnya berdebar kencang. "Kau sudah membacanya?" Shakila menggeleng. "Tidak." Dia melirik sang adik. "Ummu hanya berkata bahwa di dalam buku harian itu tersimpan semua perasaannya kepada Ayah. Dia berkata bahwa kaulah yang lebih baik membaca tulisannya karena kau seorang pria." Langkah keduanya terhenti di ujung lorong. Angin malam yang hangat berembus manis di kulit wajah kedua kakak adik itu. Beberapa wanita bercadar dan pria berkondura melintasi mereka dengan sikap hormat. "Karena aku seorang pria?" Ibrahim bertanya lirih. Shakila mengangguk dan menyentuh ujung lengan baju Ibrahim, memberi tanda agar mereka segera menuju taman yang berada di bagian timur bangunan. "Karena kau seorang pria berdarah Al Jabbar." Jawaban Shakila mengandung nada penuh teka teki. Taman bunga yang indah tampak membentang di depan mata Ibrahim. Dia ingat saat taman yang indah itu dibangun. Saat itu dirinya berusia 10 tahun dan terkagum-kagum ketika ayahnya menghadiahkan taman itu pada ibunya. Ukuran taman yang besar dengan ratusan bunga dan tanaman indah berada di sana. Ayahnya bahkan membangun sebuah rumah terbuka dengan ukuran mungil untuk menjadi tempat bersantai. Harum yang berasal dari ratusan bunga memenuhi udara malam itu. Ibrahim menyentuh salah satu kelopak bunga di dekatnya. Taman itu berisikan bunga-bunga yang ada di seluruh dunia, dengan masing-masing keindahan mereka, seakan sang ayah tak pernah puas menyenangkan hati ibunya, hingga sekarang, setiap tahunnya selalu membawa bibit bunga lainnya. Ibrahim meragukan jumlah bunga di taman itu ratusan jenis, mungkin mencapai ribuan. Seakan teringat kalimat kakaknya, Ibrahim bertanya dengan nada penasaran. "Mengapa dengan darah Al Jabbarku?" Shakila mengusap bonggol Ageratum yang berwarna biru memukau dengan bulu-bulu halus. Seukir senyum terlukis di wajah cantik Shakila. Perlahan, ditatapnya adiknya yang gagah dan teramat tampan. Ibrahim memawarisi ketampanan ayah mereka, tubuh kokoh dan besar dari kakek mereka. Wanita manapun akan jatuh cinta dengan mudahnya pada Ibrahim. "Apakah kau memiliki pacar? Di Wina atau bahkan di Dubai? Mengingat kau selalu bertemu banyak orang." Ibrahim memasukkan sebelah tangannya di saku jinsnya dan mengedikkan bahu. "Usiaku masih 25 tahun. Kurasa aku belum berniat memiliki kekasih." Telunjuk Shakila mengarah pada buku harian yang ada di tangan Ibrahim. "Itulah mungkin alasan Ummu memintamu untuk membaca buku hariannya." ***** Ibrahim berada di dalam kamarnya, menatap lekat pada buku harian yang ada di pangkuannya. Kegiatan berada di taman milik ibunya sudah berakhir setengah jam lalu dan ia merasakan takut yang luar biasa untuk membuka lembar pertama buku harian itu. Untuk mengulur waktu, dibaliknya buku harian dengan bermaksud mengagumi betapa bagusnya benda itu. Sebuah buku tipis lainnya jatuh dari balik sampul belakang buku harian tebal itu. Buku tipis berkulit merah marun tergeletak jatuh di lantai kamar dan Ibrahim segera meraihnya. Berbeda dengan buku harian ibunya, Ibrahim segera membuka buku tipis tersebut. Rangkaian kalimat indah hasil dari tulisan sang ayah menerpa Ibrahim. Ditelusurinya tanggal penulisan itu dan dentuman jantung semakin kencang. Tahun yang tertulis amat lampau hingga Ibrahim segera membuka buku harian sang ibu tanpa ragu. Lembar pertama telah menyapanya dengan tahun yang sama di buku milik ayahnya. Ujung jarinya menyentuh lembaran yang telah menguning dan berkata lirih saat mulai membaca kalimat pertama yang ditulis ibunya. "Ummu memanggilku sore tadi, mencium dahiku dan memintaku duduk di depannya. Setelah bertanya tentang hapalan Al Quranku, Ummu mengusap pipiku dan membenahi letak kerudungku. Ummu berkata, "Leila, kau akan bertemu dengan Pangeran Abdul." Aku tak mengenal nama anak laki-laki yang disebutkan Ummu. Tapi Ummu hanya tersenyum dan berkata bahwa anak laki-laki itu sudah mengenalku sejak berada di rahim Ummu.Siapakah Pangeran Abdul ini?" Hati Ibrahim menghangat. Jelas itu adalah tulisan ibunya di usia kanak-kanak, tercetak jelas hati kecilnya yang penuh kebingungan. Senyum Ibrahim terbit dan dilanjutkannya bacaannya. "Aku tak bisa tidur. Habibah berkata padaku bahwa anak laki-laki itu datang bersama ayahnya. Aku ingin tahu tapi kami ketahuan oleh Syarifah Latifah. Cadarnya mengembang dan berlari mengejar kami agar kembali ke kamar." Bayangan akan sosok masa kecil ibunya mulai bermain di benak Ibrahim. Buku harian itu membuka kisah awal kanak-kanak wanita yang melahirkannya yang selama ini tak pernah diketahuinya. Maka, dengan bersandar di kursinya, ia kembali pada kisah itu. Kisah masa kecil sang ibu yang akan bertemu dengan ayahnya hingga menjadi wanita yang penuh keikhlasan dan ketulusan tiada tara.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Om Bule Suamiku

read
8.8M
bc

Unpredictable Marriage

read
280.8K
bc

Mas DokterKu

read
239.0K
bc

Loving The Pain

read
3.0M
bc

Hello Wife

read
1.4M
bc

Just Friendship Marriage

read
508.0K
bc

His Secret : LTP S3

read
651.6K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook