Perusahaan Mengalami Kekacauan

947 Kata
Sepertinya otak Dafffa bermasalah. Bagaimana mungkin ia terus-terusan mengingat anak yang beberapa hari lalu menabraknya. Apalagi anak itu mirip dengannya. Bukan hanya kata sang sekretaris, tapi Daffa merasakan hal itu. Ada rasa yang tidak bisa Daffa gambarkan. Rasa ingin bertemu dengan Elzin membuat pikirannya terganggu. Padahal Daffa tidak suka anak kecil. Untuk sedikit menenangkan pikiran, Daffa melangkah ke balkon untuk menghisap puntung rokok, tapi tidak lama ponselnya berbunyi. Panggilan pertama tidak ingin ia angkat. Tapi muncul panggilan kedua. Daffa mendesah kesal. Dia langsung mengangkatnya. "Ada apa?" tanya Daffa langsung. "Maaf, Pak. Ada masalah yang terjadi." "Masalah apa?" Daffa langsung mematikan puntung rokok yang masih tersisa setengahnya. Aris menjelaskan tentang masalah yang terjadi. Tiba-tiba muncul berita yang tersebar di berbagai sosial media tentang salah satu produk kecantikan yang diproduksi perusahaan. Padahal produk itu baru rilis dua bulan yang lalu. "Baiklah, aku akan ke perusahaan." Daffa tidak punya waktu. Dia segera bersiap untuk datang ke perusahaan. Memang tidak ada hari yang berjalan dengan baik. Pasti ada-ada saja masalah. Sesampainya di perusahaan, Daffa sudah disambut petugas keamanan. Mereka mengamankan Daffa agar tidak menjadi bulan-bulanan wartawan yang sedang mencari informasi untuk dijadikan berita viral. Apalagi wartawan sangat banyak sekali. "Maaf, Pak. Beberapa penanggung jawab sudah berada di ruangan." Aris memberi laporan. Daffa melonggarkan sedikit dasinya. Dia merasa sesak dengan kekacauan yang tiba-tiba terjadi. Daffa masuk ke dalam ruangan. Seluruh orang yang ada di ruangannya langsung berdiri. Apalagi melihat wajah Daffa yang tampak menakutkan. "Silahkan dilihat, Pak." Aris memberikan tab. Disana menampilkan berita yang sedang viral—keluhan konsumen tentang produk kecantikan terbaru perusahaan bermerek GreenB yang menyebabkan iritasi kulit. Ternyata begitu banyak orang-orang yang membuat konten keluhan setelah menggunakan produk kecantikan tersebut. Pantas saja langsung viral begini karena begitu meyakinkan. "Pak Daffa, hingga pagi ini sudah ada lebih dari seratus laporan keluhan dari konsumen. Media sosial dipenuhi dengan kritik tajam, dan beberapa selebgram mulai membahas ini di platform mereka." Daffa memijat pelipisnya. "Lalu, apa sudah dilakukan investigasi?" "Sudah Pak. Tim Quality Control sedang melakukan pemeriksaan ulang." "Berapa lama hasilnya akan keluar?" tanya Daffa. Dia butuh kejelasan untuk bisa mencari jalan keluar dari masalah ini. Bisa-bisa nama perusahaan mereka hancur dan berimbas pada produk yang lain. "Sebentar lagi, Pak." "Baiklah. Untuk sementara waktu, buat pengumuman resmi dari perusahaan yang menyatakan rasa penyesalan yang amat mendalam dan permintaan maaf. Selanjutnya, katakan jika perusahaan sedang melakukan investigasi ulang terhadap produk GreenB. Oh ya, data juga seluruh orang yang menyampaikan keluhan. Apa mereka baru menggunakan produk itu, atau sudah menggunakan beberapa kali." "Baik, Pak. Kalau begitu, saya dan tim akan segera mengeluarkan pengumuman resmi dan melakukan pendataan." Ketua Tim yang bertugas menangani keluhan dan permasalahan produk langsung keluar dari ruangan sang direktur. "Pak Endro." "Iya, Pak." "Untuk sementara waktu hentikan produksi GreenB." "Baik, Pak." "Jika hasil investigasi menunjukkan bahwa ada bahan berbahaya di dalam produk GreenB, maka saya tidak akan membiarkan kalian." Daffa mengatakan dengan tajam kepada penanggung jawab divisi Research and Development (RnD). "Apa kalian mengerti?" "I-iya, Pak." Daffa menunggu sampai hasil investigasi keluar. Satu orang datang dengan terburu-buru sambil membawa beberapa dokumen hasil investigasi. Dia memberikan dokumen tersebut kepada Aris. "Tim Quality Control sudah memeriksa ulang. Tidak ada bahan berbahaya, tidak ada kontaminasi, dan proses produksinya sesuai standar. Mereka masih meneliti kemungkinan lain, tapi sejauh ini semuanya terlihat normal," ujar Aris saat membaca hasil investigasi sementara. Daffa berdiri dari kursinya, berjalan ke jendela besar di ruangannya yang menghadap ke kota. Matanya menatap kosong ke kejauhan. "Normal? Lalu kenapa ini bisa terjadi? Apa mungkin ada sabotase?" "Belum ada bukti ke arah sana, Pak," jawab Aris dengan hati-hati. Daffa memutar tubuhnya, tatapannya tajam. "Kita harus bertindak cepat. Kalau reputasi produk ini jatuh, dampaknya bisa menghancurkan kepercayaan konsumen terhadap seluruh merek kita." "Baik, Pak." *** Daffa sedang menatap layar laptopnya, memeriksa laporan terbaru dari tim investigasi terkait masalah produk kecantikan. Rasa lelah jelas terlihat di wajahnya, namun ia tetap berusaha menjaga fokus. Tiba-tiba, pintu ruangannya terbuka tanpa ketukan. Seorang pria tinggi dengan setelan rapi masuk dengan langkah percaya diri. Wajahnya dihiasi senyum sinis. "Vernon," gumam Daffa, mengangkat pandangannya dari layar laptop. "Aku tidak ingat mengundangmu ke sini." Tatapan Daffa sangat tajam karena Leo datang diwaktu yang tidak tepat. Vernon adalah sepupu yang 3 tahun lebih tua dari Daffa. Dia ditugaskan ke kantor cabang. Vernon duduk di salah satu kursi tanpa dipersilakan, menyandarkan tubuhnya dengan santai. "Ah, Daffa. Apa aku perlu undangan untuk mengunjungi sepupuku yang katanya direktur utama? Aku hanya ingin melihat bagaimana kamu mengelola perusahaan besar ini... atau lebih tepatnya, bagaimana kamu hampir menghancurkannya." Vernon menunjukkan senyum untuk meremehkan Daffa. Daffa menghela napas panjang, menutup laptopnya. "Kalau kamu hanya datang untuk menyindir, lebih baik kamu keluar karena aku sedang tidak punya waktu." Vernon tertawa. "Begitu? Tapi kelihatannya kamu tidak sibuk, hanya duduk di kursi besar sambil pusing memikirkan produk gagalmu," ujar Vernon dengan nada penuh ejekan. Daffa menatap Vernon tajam. Tentu saja Vernon tahu apa yang sedang terjadi di perusahaan. "Kalau ada yang ingin kamu sampaikan, katakan langsung. Aku tidak punya waktu untuk drama." "Aku hanya ingin menemui sepupu yang sudah beberapa bulan tidak aku lihat." "Jangan bercanda!" Vernon kembali tertawa kecil, nada meremehkan terdengar jelas. "Aku tidak bercanda. Aku memang ingin melihatmu, tapi aku juga ingin melihat langsung kekacauan di perusahaan ini. Produk gagal, kritik konsumen, dan reputasi yang mulai goyah. Kamu benar-benar luar biasa. Daffa tersenyum tipis, meski matanya tetap tajam. "Orang yang tidak bisa sampai di posisi ini tidak berhak menilaiku." Vernon menatap Daffa dengan penuh kebencian. Kedua tangannya mengepal. Kata itu terdengar sederhana, tapi mampu membuat hati Vernon sangat tersinggung. Bayangkan saja, dia yang lebih tua dari Daffa, dia juga berusaha sejauh ini untuk mencari muka dengan kakeknya tapi malah tidak dipilih sebagai direktur utama. Tentu saja Vernon sangat membenci Daffa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN