episode 8

1089 Kata
"Nyonya, Alana, anda menangis?" Kata Temp tiba-tiba. Aku membuang wajah dari tatapan pria itu. Mengusap mata yang mulai basah. "Nyonya, katakan saja padaku. Ada apa?" Tiba-tiba saja Temp berlutut di hadapanku, dan tentu saja tindakannya itu membuatku terkejut. "Apa yang kau lakukan? Berdirilah!" "Saya hanya tidak ingin melihat anda sedih. Wajah itu terlalu cantik untuk menangis." Ucap Temp dan bersamaan dengan itu, Zera masuk ke dalam ruang kerja Alexander dengan dua gelas minuman di atas baki. "Apa yang kau lakukan, Temp?" Tanya Zera dengan heran. Dan bergantian menatap kami. "Tidak seperti yang kau pikirkan. Kau bisa kembali ke meja kerjamu. Terimakasih minumannya." Sahutku dengan suara serak. Dengan langkah berat, akhirnya Zera-pun pergi meninggalkan kami. Temp mengambil segelas minuman yang tadi dibawa Zera, segelas jus lemon dingin. "Minumlah, Nyonya." "Terimakasih." Aku meneguk minuman itu, kemudian menatap Temp yang masih melihatku dengan cemas. "Aku tidak apa-apa, jangan melihatku seperti itu." "Saya tidak bermaksud tidak sopan, tapi anda terlihat sedang terluka." "Aku hanya sedih, sebagai istrinya tapi aku merasa kalau wanita itu jauh lebih mengenal Alexander daripada aku." "Maksud anda, Zera?" "Ya, dia." Aku kembali mengusap air mata yang jatuh di pipiku. Temp tersenyum kecil, kemudian duduk di sampingku, bahkan teramat dekat, "dia sudah bekerja dengan Tuan selama lima tahun, dan sebagai sekretaris pribadi, tentu Tuan membawanya kemanapun ia pergi. Jadi, sangat normal jika Zera begitu memahami Tuan Alexander." Aku menoleh, dan cukup terkejut karena kini wajah kami berdekatan, aku bahkan bisa melihat bayanganku di manik matanya. Temp tersenyum lembut, senyum yang membuatku lupa tentang perasaan yang baru saja kulalui. Dan baru kali ini, wajah Temp dengan guratan yang tegas, terlihat begitu jelas. "Nyonya..." Suara Temp mengejutkanku, aku meraih gelas di sisi meja, dan meneguk isinya hingga habis. Aku yakin, sangat yakin jika Temp melihat rona merah di pipiku. "Kau benar, seharusnya aku tidak marah. Aku hanya perlu berusaha seperti dia." Temp terkekeh, "anda tidak perlu menjadi seperti Zera, karena anda jauh lebih baik dibanding wanita itu." Perkataan Temp membuatku beringsut, aku memilih berdiri dan duduk di kursi Alexander, tersenyum kecil untuknya. Entah mengapa, semua ucapan Temp selalu membuat jantungku berdegup kencang, terlebih lagi ketika mata kami bertemu. ........... "Nyonya, Alana. Maaf, ternyata Tuan Alexander tidak kembali ke ruangannya. Tuan pergi keluar bersama beberapa pengawal." Kata Zera dengan wajah memucat. Aku terperangah mendengar penjelasan itu, berusaha menahan diri untuk tidak berteriak. "Apa dia tahu kalau aku menunggunya?" "Saya sudah menyampaikan kepadanya, setelah meeting usai. Namun Tuan meminta saya memberitahu anda untuk pulang." Aku menjatuhkan tas yang berada di tanganku, mendengar kalimat itu, tubuhku seolah melemah. Begitu besarkah kemarahan Alexander kepadaku? Sampai ia tega melakukan ini? "Nyonya, sebaiknya kita pulang." Temp meraih tas itu di lantai, dan aku memilih menurut, sekalipun rasanya ingin menangis sejadi-jadinya. .......... Bagai langit runtuh, di usia pernikahan kami yang masih terbilang sangat muda, aku merasa gagal menjadi istri pengusaha seperti Alexander. Aku tidak pernah menduga, jika Alexander yang kukenal dulu, berubah menjadi begitu dingin terhadapku, hanya karena kesalahan kecil yang mungkin bisa terjadi kepada siapa saja. Dan aku, Alana yang terkenal kuat kini menjadi begitu rapuh karena seorang laki-laki. Aku tidak mampu lagi menyembunyikan perasaan ini, rasa sakit yang teramat dalam begitu melukai batinku. Dan akhirnya, aku-pun menangis di pelukan Temp. Dengan ragu, Temp memilih untuk membalas pelukanku, pria itu mengusap rambutku yang tergerai indah. "Nyonya, sebaiknya kita masuk ke dalam mobil, akan ada banyak mata yang melihat kita seperti ini." Aku segera melepaskan pelukan itu, entah apa yang baru saja kulakan. Aku pasti sudah gila. "Maaf, aku tidak bermaksud untuk melakukan itu." Kataku sembari masuk ke dalam mobil. "Saya mengerti," Temp tersenyum kecil, terlihat di wajah pria itu tersirat ketulusan. .............. Sementara itu di sebuah tempat yang cukup jauh mobil Alexander berhenti, dan mereka turun menuju sebuah kebun. Kebun sari gula yang luasnya mencapai dua hektar. Kebun itu berhasil ia miliki, setelah sekian bulan lamanya mengalami perdebatan yang alot. Tapi bukan Alexander namanya, jika masalah kecil seperti itu tidak mampu ia atasi. Alexander meletakkan kedua tangannya di pinggang, senyum lebar menghiasi wajahnya yang tampan. Matanya yang tajam tampak membulat, memancarkan kepuasan. "Tuan, bibit bunga hydrangea Sudah siap. Para pekerja juga sudah datang. Mereka akan mulai bekerja hari ini." Kata seorang tangan kanan Alexander. "Bagus, semakin cepat semakin baik. Kau harus memastikan, jika mereka bekerja dengan baik. Terutama untuk menjaga kebun hydrangea itu. Aku tidak ingin mendengar ada kesalahan dalam proyek ini." "Tentu, Tuan. Anda tidak perlu cemas." "Dan, jangan izinkan siapapun masuk tanpa perintah dariku. Hanya kebun sari gula yang boleh dikelola mereka. Tapi kebun tersembunyi itu harus kau jaga baik-baik. Kerahkan orang-orangmu untuk menjaganya." Tukas Alexander, dengan seringai di wajahnya. "Baik, Tuan." Jawab pengawal itu. Ketika Alexander sedang memandangi hamparan hydrangea yang belum berbunga, seorang pria paruh baya mendatanginya dengan berlari kecil, "Tuan, mesin yang anda beli sudah tiba di lokasi." "Bagus. Bawa orang2 untuk segera membawa mesin itu ke gudang belakang. Tepat di belakang kebun Hydrangea itu. Jangan sampai ada yang cacat." Pria paruh baya itupun mengangguk, dan berlari meninggalkan Alexander. "Aku yakin, bisnis ini akan meraup untung besar. Ha-ha-ha." Tawa Alexander menggema di sana, "Jadi, kau apakan si pemilik kebun ini? Dia menerima uangnya, kan?" Tanya Alexander kepada pria di sampingnya. "Kami terpaksa mengancamnya, pria tua itu terus saja melawan." Alexander menoleh, "mengancam?" "Benar, dia memiliki anak perempuan yang masih gadis. Kami terpaksa menggunakan anak itu untuk mengancamnya. Tapi Tuan jangan kuatir. Kami sudah memberikan sejumlah uang dan tempat tinggal yang baik untuk mereka." "Jangan ada pertumpahan darah di kebunku. kau mengerti?" "Baik, Tuan. Kami tidak akan menghilangkan nyawa seseorang lagi." Alexander menarik napas panjang, menghirup aroma tanaman hydrangea yang masih muda. Pria itu mengambil ponsel dari saku jasnya, dan membaca pesan dari Alana. Kau dimana? Aku menunggu selama satu jam di ruanganmu, tapi kau bahkan tidak ingin menemuiku. Apakah kau mulai membenciku sekarang, Alexander? Alexander menatap ponselnya, ia membuang udara dari mulut, terlihat kesal. "Kira-kira tiga bulan lagi aku akan kembali untuk melihat tanaman itu. Apakah tanaman itu sudah bisa diproses atau belum. Untuk tanaman sari gula, lakukan seperti biasa. Produksi tidak boleh berhenti, Minggu depan pabrik gula kita akan melakukan ekspor. Siapkan semua dengan baik." Kata Alexander seraya berjalan meninggalkan kebun itu. "Baik, apakah anda akan kembali ke kantor sekarang?" Tanya pengawal itu. "Tidak, aku akan kembali ke rumah. Hari ini sudah cukup." Alexander masuk ke dalam mobilnya, dan pengawal itu mengikutinya dengan mobil lain dari belakang. * Hydrangea adalah jenis tanaman beracun yang bisa membuat seseorang pingsan bahkan meninggal dunia, jika tertelan. Terutama bagian daun. Tanaman hydrangea mengandung zat yang disebut sianida.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN