7

932 Kata
** Hari ini akan kuberikan mereka kejutan beruntun yang tak akan mereka lupakan seumur hidup. ** Kuayunkan langkah dengan pasti, seanggun mungkin. Hari ini adalah hari pertamaku kembali bekerja di Sinar Media Corp, sebuah perusahaan yang berbasis media dan memiliki nilai investasi yang sangat tinggi. Sebuah kebanggaan bagi siapa saja yang bisa bergabung dan membangun karier di sini. Tepat pukul delapan lewat lima belas menit, ketika rapat anggota direksi dan beberapa manager di mulai. Dengan santai kumasuki ruangan rapat mewah bermeja oval panjang itu. Semua mata tertuju, menyambut dan menyunggingkan senyum padaku. Kecuali, suamiku Mas Aldo dan seorang wanita yang duduk di belakangnya yang kutaksir menjabat sekretaris, Alexandra. Rupanya ia dialihkan ke kantor mas Aldo. "Selamat pagi, selamat datang kembali, Bu Dewi," sambut Pak Pemimpin Direktur. "Terima kasih," sambutku sambil menjabat erat tangan beliau. "Jadi, selain membahas masalah perusahaan, saya sekaligus ingin memperkenalkan manager keuangan baru kita, Ibu Dewi Rosalia. Beliau akan menggantikan posisi pak Aldo yang jabatannya sudah di promosikan sebagai wakil direksi." Tepuk tangan dan sambutan menggema, aku terharu mereka pegawai lama dan beberapa yang masih baru begitu antusias melihat kedatanganku bergabung. kecuali, suamiku. Ia memang tidak suka jika istrinya bekerja. Entah takut aku tergoda meninggalkannya atau takut tersaingi oleh prestasiku nantinya. Entahlah. Sekarang aku hanya ingin fokus mengembangkan diri dan ... . Aku punya tujuan lain di sini. Aku mendelik kejam padanya, dan dia membuang pandangannya, sadar bahwa kedatanganku adalah musibah untuknya, terlebih hubungan gelapnya. Kumasuki ruanganku, kantorku dulu, tempat yang selama ini aku rindukan. Kuedarkan pandangan memindai sekitar, kuhampiri meja dan mengusap-usapnya dengan penuh kerinduan. "Hmm, di tempat ini semuanya dimulai dan akan kuakhiri semua di sini juga," gumamku bersenandika. Kuhempaskan diriku di kursi dan memutar arahnya ke layar komputer, menyalakannya dan mulai bekerja. Kuperiksa beberapa berkas dan laporan dari beberapa divisi berbeda yang baru saja mereka antarkan ke meja kerjaku. Puas membolak balik kertas, aku sedikit merasa haus. Kuhubungi pantry melalui telpon namun tak ada jawaban. Kuputuskan untuk bangkit dan mengambil minum sendiri. Entah mengapa, alih-alih menuju pantry aku malah tertarik menuju ruang wakil direksi tempat suamiku bekerja. Kulihat daun pintu tertutup rapat. Kuangkat tangan hendak mengetuknya namun, kuurungkan. Takut mengganggu konsentrasinya. Diam-diam kuintip kegiatannya melalui panel kaca samping pintu. Dan mataku terbelalak seketika, ia dan wanita itu tengah bermesraan, dengan posisi wanita itu bergelayut mesra di pangkuannya. Ini jam kantor, dan bisa-bisanya menyempatkan diri b******u, mereka sudah gila. Tok ... Tok Ku ketuk pintu dengan kasar. Hingga beberapa karyawan yang mejanya tak jauh dari tempatku berdiri saling pandang. Tak lama pintu terbuka, dan wanita seksi itu yang membukakannya. Kupandang wajahnya dengan sorot penuh kebencian, sedang dia tersenyum penuh arti." "Mana berkas yang saya minta? Apa yang kamu lakukan di ruangan ini?" "Lagi nyari berkas yang ibu minta," jawabnya. "Lama banget?!" "Um, eh, i-ya, Bu." Kualihkan pandangan pada mas Aldo yang salah tingkah membetulkan kerah bajunya, lalu menghampirinya dan duduk di kursi yang berhadapan langsung dengannya. "Sayang, kamu terlalu bersemangat di hari pertama ... ," ucapnya. "Biasa aja, santai. Aku udah lama gak kerja jadi wajar sedikit antusias." Kujawab sambil terus menatap pada gundiknya yang sibuk mencari berkas-berkas. "Hei, Alexa, mana laporannya? Kenapa lama sekali?" "Ada beberapa laporan yang belum saya temukan,Bu." "Apa? Kamu gak bisa menemukan laporan? Sudah jelas-jelas kamu sekertaris pak Aldo, dan pastinya kamu tahu dong, semua berkas-berkas yang berhubungan dengan beliau. Ngapain aja selama di kantor?" cecarku mengintimidasinya. "Sa-saya ... ." Ia berusaha membela diri. "Eh, sayang jangan terlalu kejam gitu, deh." Suamiku menyela, kebodohannya sendiri membuatnya tak menyadari jika aku telah mengetahui perbuatan curangnya. "Aldo, di rumah hubungan kita suami-istri, di kantor hubungan kita sebatas hubungan profesional." Kugebrak meja lalu berlalu meninggalkannya. Kembali ke ruanganku dengan hati yang bukan main dongkolnya. Bagaimana tidak, aku menyaksikan lagi mereka berpagutan mesra, seolah kantor hanya milik mereka berdua saja. Menjijikkan. Hatiku bergejolak tiap mengingat kejadian demi kejadian tentang mereka, dan sialnya, moodku hancur karena melihat pemandangan menyakitkan itu. Kuputar music dari media player komputer sambil membolak balik majalah bisnis yang tergeletak di atas meja. Suara pintu menyadarkan fokusku, setelah lima belas menit sibuk membaca majalah dan menemukan sebuah photo yang menyentuh perasaan terdalamku, photo bayi yang amat lucu. Tanpa sadar kubelai lembaran majalah itu dengan mata mengembun, hampir menangis. Tok .. tok ... . "Masuk ... ." "Ini, Bu berkas yang Ibu minta," ucap sekertaris cantik itu. Aku tak menjawabnya, hanya bergumam saja. Berharap ia segera pergi, karena aku sangat anti berdekatan dengannya. "Oh, ya. Alexa, tolong jaga sikapmu di kantor ini, tempat ini bukan rumah bordil." Ia terpana mendengar ucapanku,. Wajahnya merah dan tatapannya membulat. "Maksud, Ibu?" "Gak usah, pura-pura bodoh." Ia tertawa, menertawaiku dan merasa menang atas tindakannya yang sempat aku saksikan. "Apanya yang lucu? Tindakan murahanmu?" "Ha ha ha, aku murahan? tak mengapa. Setidaknya aku punya tempat melampiaskan kemurahanku, sedangkan kamu, Mbak, kamu cuma termenung sambil membelai majalah, mengharap sesuatu yang tidak mungkin kamu dapatkan," ejeknya sambil tertawa sinis. Aku bangkit perlahan menghampirinya sambil mengulung majalah yang kupegang tadi, ku'gaplok' majalah itu ke wajahnya. Plak ... Dengan sangat keras, sekeras tenaga yang aku miliki, hingga ia mundur beberapa langkah dan begitu terperanjat menerima pukulanku. Wajahnya bergambar bekas majalah dan ia meringis sambil memegangi pipinya. "Keluar dari sini!" desisku sambil mendelik. Dengan cepat dan raut kesal ia segera berlalu. "Dan ya ... ," ucapku menahannya sebelum ia keluar. "Sana, beritahu kekasihmu, buat drama semanis mungkin," tantangku. Sengaja, karena seseorang yang baru saya direndahkan secara psikologis tak akan melakukan hal yang menurut orang lain akan ia lakukan sebagai solusi. Wanita itu lantas memicingkan mata lalu berlalu dari ruanganku. Dasar Jalang. "Ini baru permulaan, akan kupastikan kalian mendapat kejutan manis setiap hari." Tertawa jahat. *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN