"Sebelumnya saya minta maaf karena beberapa hari lalu saya mangkir dari rapat." Bayu berdeham di ujung kalimat untuk membasahi kerongkongannya yang terasa garing karena belum mengemut rokok sedari pagi. Tatapannya mengedar di seluruh ruang. Dia kemudian berdiri membuat bangku yang menopangnya berdecit. Dilihatinya satu-persatu junior-junior yang sedang berkumpul di ruang senat. Andis sang ketua bem, Bram ketua mapala, Karina ketua panitia ospek, beberapa mahasiswa perwakilan UKM, beberapa dari HMJ.
"Saya pikir waktu seminggu yang diajukan panitia ospek untuk acara malam inagurasi sangat tidak efisien. Mengingat sekarang kita sudah berada di awal musim hujan jadi keputusan untuk camping dalam waktu lama benar-benar bukan pilihan tepat. Ingat yang kita bawa nanti adalah para mahasiswa baru yang baru mentas dari SMA. Mengawal segitu banyaknya kepala yang sedang dalam masa egois-egoisnya bukan perkara mudah. Saya bukannya skeptis atau bagaimana, tapi saya sudah memperhitungkan ini jauh-jauh hari. Tim akan dibagi tiga kelompok besar. Kelompok pertama akan diketuai sama saya sendiri. Kelompok kedua akan diketuai sama Bram, dan terakhir diketuai Yasin. Tiap kelompok mendapat jatah tiga hari. Tiga hari untuk kelompok pertama, tiga hari kemudian untuk kelompok berikutnya, serta tga hari akhir untuk kelompok tiga. Jadi secara sistematis kita menghabiskan enam hari untuk berpetualang. Tiga hari nanti yang kita lakukan adalah bersenang-senang bersama alam bebas. Menjalin hubungan untuk menumbuhkan kepercayaan dan kerjasama antar tim. Hari pertama seperti yang sudah mapala tentukan adalah rafting di Songa. Hari kedua kawah Gunung Bromo, lalu hari ketiga Air Terjun Madakaripura. Lalu sisa satu hari di akhir pekan baru kita gunakan sebagai puncak inagurasi. Sampai di sini tugas dari tim mapala selesai. Untuk malam puncak saya serahkan sepenuhnya sama panitia ospek. Semua catatan waktu dari mulai berangkat, persiapan, ishoma, sampai pulang sudah kami tentukan untuk meminimalisir kemoloran. Dan semua list perlengkapan yang wajib dibawa peserta juga sudah dibagikan."
Hari ini benar-benar melelahkan. Setelah seharian berdebat dengan para pejabat kampus demi suksesnya acara malam inagurasi akhirnya Bayu bisa keluar juga dari ruang senat. Salah satu ruangan yang Bayu tidak sukai selain ruang dosen. Padahal dulu dia menjabat ketua bem empat tahun berturut-turut, tapi dia tetap saja masih belum bisa menyukai tempat berhawa angkuh tersebut.
Dia mengayunkan langkah kakinya menuju lab elektro. Rekan setim roboticnya sudah menunggu dari tadi. Bisa gawat kalau dia hari ini sampai absen lagi ngerjain proyek. Lombanya bentar lagi brooh. Sekitar dua bulanan dan robot yang dia ama timnya buat masih stuck di bahasa pemrograman yang sering banget debug. Pusing banget kan. Belum lagi latihan band tiap hari sabtu minggu. Walaupun latihannya tidak se-ekstream latihan di hari pertama dulu tapi tetap saja menghabiskan waktu hampir enam jam di studio sambil nyanyi-nyanyi bisa menguras tenaga luar dalam. Untung tiap pulang ke rumah selalu ada Mike yang senantiasa menghibur, jadi rasa penat yang melanda sendi-sendinya bisa sedikit terobati. Meski dia sering kerepotan menangani Mike karena Budhe Irma entah kenapa sepertinya betah banget ngurusi bisnisnya di Solo tetap saja tawa bocah yang tiap hari makin nakal itu sukses menjadi mood booster paling ampuh setelah tentu saja dua sahabat menyebalkannya. Andis dan Gempita.
Sinar terik matahari yang menggores siang itu menyengat kulit Bayu ketika dia melintasi lapangan depan gedung fakultasnya. Uh sudah berapa kali dia bilang kalau dia jauh lebih suka panorama halaman fakultas hukum ketimbang teknik? Oke abaikan. Bayu menelangkupkan telapak tangan untuk menghalau silau matahari seraya memacu gegas langkah kakinya melewati beberapa mahasiswa yang sedang bermain voli dan basket. Tas backpackingnya yang tidak berisi apa-apa selain ukulele Yasin yang selalu lupa untuk dikembalikan berayun seirama derap kakinya. Dia sudah akan mencapai atrium gedung fakultas ketika sesuatu yang amat dingin menyentuh pipi kirinya.
Bayu berjengkit. Bahkan nyaris melompat saking kagetnya. Dia buru-buru menoleh ke kiri dan mendapati Kevin sedang tertawa geli melihat ulahnya sambil memegangi sekaleng soft drink yang sepertinya baru keluar dari pendingin.
"Gue kelihatan kayak hantu ya sampai bikin lo kaget kayak gini?" Kata Kevin di sela-sela tawanya sambil menyodorkan minuman kaleng itu ke arah Bayu.
"Jelangkung tepatnya." Sewot Bayu, menerima soft drink pemberian kevin, membuka penutupnya lalu menenggaknya, "Ngapain kamu kesini? Ada kuliah?"
"Nggak lah. Gue ke sini mau ketemu ama lo." Sahut Kevin.
Bayu mengernyit. Dia mengerling ke arah Kevin. Kemudian tatapan netranya jatuh ke arah jam dinding yang menggantung di lobby.
"Aduh sorry banget Kev. Aku harus cepet-cepet nih teman-teman aku sudah menunggu dari tadi." Kata Bayu bergegas ke ruang lab, namun lengannya tiba-tiba di cengkeram Kevin yang menarik tubuhnya hingga menoleh.
"Kenapa sih buru-buru banget. Gua Cuma mau ngomong bentar aja." Kata Kevin tegas. Biji mata sehitam kopi itu mengunci pandangan Bayu yang lagi-lagi merasa familiar dengan tatapannya.
Bayu menelengkan kepala. Keningnya berkerut. Untuk sesaat dia merasa tenggelam dalam kepekatan indera penglihatan yang sangat tajan di hadapannya. Mencoba menggali dalam-dalam ingatan yang mungkin terkubur dalam ceruk memori. Siapa tahu saja di antara timbunan kepingan ingatan-ingatan masa lalu itu dia mendapati sosok pemuda tampan di hadapannya. Cara Kevin memandang Bayu entah mengapa selalu terasa akrab buat Bayu. Walaupun terkesan dingin dan sedikit tidak bersahabat tapi sepertinya dia berasal dari potongan mozaik hidup Bayu. eh?? Kenapa dia tiba-tiba berfikiran seperti itu? Bayu memejamkan mata erat sambil menggeleng berkali-kali. Sumpah selama dua puluh tiga tahun ini dia belum pernah terbentur benda tajam ataupun tumpul yang bisa membuatnya amnesia. Jadi jika dia dulunya mungkin mengenali Kevin pasti dia ingat. Ini Cuma perasaan aja. Biji mata hitam kan nggak Cuma milik Kevin. Di dunia ini manusia bermata hitam yang bisa saja familiar buat Bayu ada buanyak. Jutaan, ratusan juta, milyaran lah.
Bayu menghela nafas panjang. Rasa penat akibat rapat tadi kayaknya memberi dampak tidak sehat buat otak Bayu, sehingga dia main comot Kevin gitu aja untuk disangkut pautkan dengan masa lalunya, oh great siapa yang mau berada di masa lalu Bayu.
"Mau ngomong apa sih? Aku repot banget nih. Rekan tim aku sudah menunggu-nunggu kedatanganku dari tadi. Aku sudah sering banget nggak ikut datang ngerjain proyek, dan sekarang aku mau menebus absenku beberapa hari terakhir ini dengan menemani mereka menyelesaikan proyek yang masih berjalan di tempat."
"Proyek? Emang proyek apaan?"
"Proyek pembuatan robot. Aku ama tim mau mengikuti lomba robot nasional di ITS dua bulan lagi makanya kami dikejar deadline sekarang. Kalau nggak buru-buru diselesaikan bisa-bisa kami nggak bisa mengikuti lomba." Balas Bayu mencoba melanjutkan langkahnya tapi lagi-lagi dijegal Kevin yang saat ini mengintimidasinya sedemikian rupa.
Bayu bergidik. Kilatan benih netra Kevin berubah dari biji kopi ke gelapnya belantara. Lengannya yang masih dicekal tangan Kevin terasa kebas. Untuk sesaat Bayu merasa takut atas hal yang dia sendiri tidak tahu. Kalau beberapa waktu lalu dia merasa tenggelam ke dalam manik kopi di hadapannya maka sekarang Bayu seolah tersesat di dalam sana. Bayu semakin heran. Bagaimana bisa seorang Kevin yang baru mampir beberapa minggu saja dalam hidupnya mampu mencampakkan dan mengaduk gulana yang membebat hati Bayu sedemikian hebat?
"Wah hebat banget dong lo Bay. Udah jadi ketua pelaksana malam inagurasi, jadi vokalis band terkenal sekarang mau mempersiapkan lomba robot tingkat nasional lagi. Pasti orang tua lo bangga?" Ujar Kevin menepuk-nepuk bahu Bayu sambil tersenyum simpul.
"Apaan sih Kev. Katanya mau ngomong sesuatu ama aku. Mau ngomong apa? Buruan deh." Decak Bayu.
"Oke sorry. Nanti sore gue jemput lo. Kita jalan-jalan mengelilingi Surabaya untuk refreshing mumpung ini hari Jumat besok kuliah libur." Itu bukan ajakan atau penawaran. Disampaikan dengan nada tegas dan mutlak tak bisa diganggu gugat, kalimat-kalimat barusan lebih menyerupai sebuah perintah. Bayu jadi mikir sendiri, sejak kapan sih hidupnya penuh dengan perintah orang-orang?
"hadaaahhh... kayak nggak ada kerjaan aja ngelilingi Surabaya. Bosen ah. Lagian aku kalau sore kerja. Masih ingat kan? Ada anak kecil yang dalam pengawasanku penuh selepas aku selesai urusan di kampus. Lagian kamu emang tahu rumah majikanku?"
Lagi-lagi kevin tersenyum. Senyum memikat yang sialnya sangat Bayu kagumi. Ketika dua sudut bibir merah Kevin yang kehitam-hitaman itu terangkat ke dua sisi, sosoknya yang tegas dengan jambang-jambang di seputar rahangnya yang sedikit liar dan kumis tipis itu semakin membuatnya terlihat kayak Chiko Jerrico. Apalagi hari ini dia memakai sweater hijau toska yang membuat tubuh atletisnya tercetak jelas dari sana, semakin mirip lah dia dengan artis hebat tersebut.
"Gue tahu kok rumah majikan lo. Tenang aja lo nggak usah kawatir kalau ntar majikan lo ngelarang lo buat jalan-jalan. Ntar gue pamitin lo ke dia. Sekalian kita ajak anaknya untuk turut serta."
"Yang gila aja. Ngajak mike jalan-jalan sore? Bisa dipenggal bokapnya aku."
Kevin tertawa kecil, tangannya yang tadi mencengkeram lengan Bayu sekarang membuat gerakan mengelus-elus lengan Bayu, "kita Cuma jalan-jalan seputar Surabaya. Nggak jauh-jauh kok. Anak majikan lo juga pasti akan senang. Bawa aja perlengkapan dia buat keluar rumah. Percaya ama gue, gue nggak bakal ngapa-ngapain kalian. Lo dan anak majikan lo maksudnya."
"Tapi Kev...
"Bay lo percaya kan ama gue? Gue satu-satunya orang yang nggak akan berbohong ama lo. Kalu gue punya niat jahat ama lo udah pasti saat ini gue utarakan niat dan tujuan gue ke lo. Gue Cuma ngajakin lo jalan-jalan kok nggak lebih. Gue tahu lo akhir-akhir ini sibuk banget dengan urusan kuliah dan kerjaan, makanya gue ngajak lo buat refreshing. Inget bay lo itu bukan robot atau mesin yang bisa disetel dua puluh empat jam nonstop. Lo butuh istirahat, lo butuh hiburan." Kedua tangan Kevin sekarang berada di sisi kepala Bayu, memberi pijatan-pijatan kecil di seputar pelipisnya yang bersitegan dari tadi, "Terutama ini Bay." Kevin memotong jarak antara mereka. Tubuhnya sekarang hanya terpaut beberapa senti dari tubuh Bayu yang masih berdiri di lobbi gedung teknik. Aroma nafas green teanya menerpa permukaan wajah Bayu, "Kepala lo dan isinya harus disegarkan supaya kehebatan lo nggak cepat aus. Lo butuh ketenangan Bay. Lo butuh kedamaian."
Kenapa aroma green tea dari nafas kevin mampu menerapi tubuhnya ya? Ah sesekali Bayu harus mencoba minum teh hijau biar bisa menenangkan seperti ini. Bayu refleks memejamkan mata. Menikmati tiap sulur pijatan yang sempurna mampu me-f5 otak dan segala keletihan. Dia nyaris terlena kalau saja Kevin tidak menghentikan pijatannya.
"Udah gue pergi dulu. Lo buruan ke tim lo. Ntar sore gue jemput lo. Tampil ganteng oke." Kevin berkedip seraya menepuk pipi Bayu kemudian pergi lagi.
Er—itu barusan apa ya? Awkward banget momennya.
===
Sejak Bayu pulang dari lab elektro pukul empat sore tadi Budhe Irma yang hari ini balik dari perjalanan bisnisnya uring-uringan bukan main. Mengumpat sana sini. Tampilannya juga tidak anggun. Tidak ada rambut disasak atau disanggul. Tidak ada kebaya incim serta jarik. Dia mengenakan terusan satin putih tulang sampai betis. Rambutnya pun dibiarkan tergerai. Raut mukanya sangat tegang. Dan bibirnya terus mengerucut. Bahkan pesona Mike tidak mampu menggusur kedongkolan hatinya yang entah karena apa itu.
"Mah... bisa nggak sih mama duduk trus diem? Demi Tuhan Ma, Panji pusing lihat Mama mondar-mandir." Protes Panji ketika untuk kesekian kali Budhe Irma berdiri dari duduk tidak tenangnya lalu mondar-mandir lagi.
Bayu yang baru saja menyelesaikan masak buat makan malam Cuma bisa terdiam tak jauh dari mereka sambil memangku Mike dan menyuapinya bubur manado. Dia tidak tahu apa yang sedang dibicarakan majikannya tersebut.
"Mama nggak bisa tenang Panji!!!" Ucap Budhe Irma geram. Benih mata yang terbungkus frame gold itu mendelik tidak suka dengan penglihatan menerawang, "k*****t sialan itu harus menerima balasannya. Harus!!!" Bibirnya yang digincu merah berkedut-kedut saking marah.
"Udah lah mah.. kalah thender dalam bisnis itu lumrah. Mama bisa cari proyek lain. Mama tidak biasanya emosi kayak gini. Tenangin diri mama. Mama kelihatannya capek habis perjalanan jauh. Mending mama istirahat di kamar."
"Kalau mama kalahnya sama orang lain mama terima. Mama juga nggak bakal uring-uringan kayak gini. Tapi ini, mama kalah dari k*****t itu lagi panji. Lagi!!! Mama sangat benci sama dia. Mama harus cari cara buat melenyapkan dia dari Surabaya."
"Mama ini ngomong apa sih?" panji bangkit, berjalan mendekati ibunya, merangkul bahu ringkih Budhe Irma lalu mengajaknya duduk. "ma calm down. Jangan biarkan siapa saja membuat mama seperti ini. Mama itu kuat. Mama hebat. Mama jangan putus asa."
"Mama tidak putus asa panji!!!" pekik Budhe Irma dengan suara lantang, dia menatap Panji kesal kemudain mendengus kasar, "Kenapa sih b******n seperti dia balik lagi ke sini?? Sudah bagus-bagus dia di Makassar kenapa musti muncul lagi?" Emosi Budhe Irma perlahan menyusut, bahunya bergetar. Dia menenggelamkan wajahnya di d**a Panji. Lalu sesenggukan di sana, "Apa dia tidak cukup membuat mama menderita? Kenapa dia harus datang lagi?? Kenapa?? Kenapa dia terus-terusan mengusik hidup mama? Sudah tiga kali dia mengalahkan mama dalam memperebutkan thender. Dan sekarang lagi? Apa dia tidak cukup dengan kekayaannya itu?"
Panji mengusap punggung Budhe Irma perlahan mencoba meredam tensi ibunya yang ugal-ugalan, "Mama tidak perlu ngotot memenangkan tender manapun. Di usia mama saat ini seharusnya mama tenang. Biarkan bisnis itu dijalankan anak buah kepercayaan mama. Lagian Panji juga memiliki penghasilan yang bisa mencukupi kebutuhan keluarga kita. Mama tidak perlu menguras tenaga mama seperti ini."
"Tidak Panji. Mama sudah cukup menderita dengan terus-terusan mengalah dari dia. Sekarang mama tidak mau mengalah lagi. Mama mau menang dari b******n itu. Kali ini aja mama benar-benar mau menang dari dia. Mama mau memperbanyak cabang bisnis kita biar kita bisa lebih kaya dari sialan itu."
"Demi Tuhan apa yang ada di pikiran mama? Mama seperti anak kecil saja. Mama sudah kaya kalau mama belum juga sadar. Bisnis furnitur yang tersebar di seluruh jawa ini memang masih kurang buat mama? Mama harus bersyukur. Mama nggak boleh seperti ini."
"PANJI!!!" Teriak budhe irma histeris, menepis rangkulan Panji kasar kemudian bangkit lagi lalu menghadapi anaknya dengan mata berapi-api, "Seluruh kekayaan kita sama seluruh tabungan kamu juga mama. Seluruh properti kita, tanah, rumah, villa, apalah itu jika digabungkan nilainya tidak ada seujung kukupun di hadapan dia. Laki-laki b******k itu bahkan muncul di majalan bisnis dan dinobatkan sebagai bisnisman terkaya se-Asia Tenggara. Sialan. Padahal dia sangat-sangat kaya, punya residance, punya puluhan pabrik, punya puluhan kampus, punya usaha hotel dan restaurant sejagad Indonesia, kenapa dia harus merebut lahan mama huh? Kenapa? Dia benar-benar busuk. Manusia busuk yang paling memuakkan. Dia selalu bisa mengalahkan dan mengambil semua keinginan hidup mama Bahkan musuh mama itu bisa membeli kamu. b******n!!! Berapa gaji yang ditawarkan b*****h itu sampai kamu mau menjadi dosen di kampusnya heh? Mama bisa membayar kamu sepuluh kali lipat dari manusia tengik itu agar kamu keluar dari kampus terkutuk itu lalu kerja untuk mama. Jalankan bisnis mama, dengan begitu mama tidak akan gila seperti sekarang."
"Mah... sudah berapa kali sih Panji bilang. Bukan masalah gajinya berapa. Tapi panji senang mengajar. Dunia panji seluruhnya berpusat sama pendidikan. Panji tidak bisa dan tidak tahu segala macam urusan bisnis. Lagian Pak Burhan selama ini—
"Jangan ucapkan nama laki-laki busuk itu di bawah atap rumah mama panji!!!" budhe irma menjerit lagi, telunjuknya terangkat menghunus hidung Panji, surai tak disanggulnya menari-nari di permukaan wajah galaknya, "Kalaupun kamu tidak bisa menjalankan bisnis mama setidaknya kamu bisa keluar dari kampus si b******k itu. Lalu cari kampus lain. Mama punya banyak koneksi. Kamu mau mengajar di mana saja itu urusan gampang. Akan mama usahakan semampu mama Asal kamu hengkang dari kampus sialan itu. Sudah berapa kali mama bilang, rektor k*****t itu musuh bebuyutan mama. Kenapa kamu ngeyel terus hah?!!!"
"Nggak semudah itu mah. Panji dekan di sana. Panji nggak bisa seenaknya keluar dari sana. Apalagi panji baru bekerja sebulan."
"Persetan dengan jabatan dekan mu itu Panji." Budhe irma memutar bola matanya, mengambil nafas panjang berkali-kali untuk meng-aus gesekan emosionalnya, dia memejamkan matanya agak lama. Untuk mengontrol emosi yang menggebu-gebu sedari tadi. Kemudian membuka mata lagi dan berujar, "Kalau kamu tidak mau menuruti perkataan mama fine, mama terima." Ucapnya tenang dengan suara lembt. Dia mengambil duduk di samping Panji. Tatapan matanya seperti orang tua menderita. Dia kemudian menangkup wajah Panji dengan kedua tangannya. Lalu tersenyum penuh luka di sana "Tapi mama mohon sama kamu. Ini permohonan pertama mama yang sangat tulus dan sangat mama harapkan. Panji menikahlah dengan Yani. Mungkin kamu tidak cinta sama Yani tapi setidaknya lakukan ini buat mama. Kedua orang tua Yani pebisnis hebat di australia. Jika mama bisa bekerja sama dengan mereka sebagai besan, mama bisa mengembangkan usaha mama. Mama mohon Panji, di usia mama yang sudah menginjak kepala enam ini kabulkanlan satu saja permintaan terakhir mama. Mama sangat sakit dengan rektor kamu. Mama merasa dihina dan direndahkan selama ini, harga diri mama terluka Panji. Sebelum mama meninggal mama mau membalas dendam dia sekali saja. Jika mama bisa lebih kaya dengan bisnis lebih banyak mama bisa menuntaskan rasa sakit hati mama. Please, mama mohon dengan sangat menikahlah dengan Yani. Bahagiakan mama Panji. Kalau bukan kepada kamu kepada siapa lagi mama meminta hem?"
PYAAARR!!!!
Mangkok yang menampung bubur manado buatan Bayu kontan tercerai ke lantai. Mike berjengkit di pangkuannya. Sementara panji menyalak galak kayak anjing. Tapi semua itu tak mampu mengembalikan fokus Bayu yang masih berdenging di dunia keterkejutannya. Mengetahui jika rektornyalah orang yang dibicarakan kedua majikannya sudah cukup untuk membuatnya shock, ditambah kenyataan bahwa panji itu seorang dekan. How come? Dia belum genap sebulan ngajar dan main dijadikan dekan gitu saja? Orang t***l seperti apa yang main menaikkan pangkat bawahannya seenak udelnya itu? Atau emang Pak Burhan sudah kenal betul Panji? Oh itulah mengapa Panji memiliki ruang kerja pribadi di kampus.
Bayu masih mematung. Dua berita ajaib itu tidak ada bandingannya dengan ucapan yang terlontar dari pensiunan TNI AU barusan. Dia menyuruh Panji untuk segera menikahi Yani demi menuntaskan dendamnya? Jenggot merlin, Budhe Irma benar-benar sakit. Manusia seperti apa Budhe Irma itu sebenarnya? Di balik keanggunannya ternyata tersekam ribuan dendam yang sedemikian hebat. Siapa sih yang bakal mengira nenek-nenek tua pecinta kebaya dan sanggul itu bisa memera murka sedahsyat tadi?
Bayu bergeming, nyawanya masih berkeliaran. Demi Tuhan Budhe Irma adalah nenek terjahat yang perna ada di bumi ini. Pikir Bayu sekarat. Menjadikan wanita sebinal dan senista Yani untuk jadi ibu Mike hanya demi menuntaskan dendam sialan itu? Apa dia tidak bisa sedikit saja memperdulikan Mike? Di dalam rumah segedhe ini dua orang tua yang mengasuh Mike sejak kecil ternyata benar-benar sibuk dengan dunia mereka sendiri. Jika Panji sibuk dengan pemuasan libido dan cinta teramat dalamnya buat Yani, maka neneknya Mike sendiri menginginkan hal mengejutkan buat membalas dendam. Dua hasrat hebat dari dua kepala yang hasilnya Cuma satu. Merusak Mike. Tak lebih dari itu. Apa mereka tidak tahu kelakuan Yani seperti apa? Ataukah mereka sebenarnya tahu Cuma mereka menetup telinga dan mata demi tercapainya ambisi mereka?
Bayu mendekap Mike erat. Serakan beling di lantai tak dihiraukannya. Pun omelan Panji dan Budhe Irma serasa terbebat emosi yang menderas sanubari Bayu. Kasihan Mike. Anak kecil ini harus menjadi korban dari keegoisan kedua orang tuanya sendiri.
Ingatan Bayu terpelecat belasan tahun lalu. Ke sosok bocah kecil yang juga mengalami hal serupa mike. Bocah ingusan tiga tahun yang harus menjadi korban keegoisan orang tuannya sendiri. Laki-laki kecil yang hidup bergelimpang luka. Dicampakkan orang-orang yang seharusnya mengasihi dan mencintainya. Laki-laki kecil yang sekarat dalam derita. Yang menggigil jika malam, dan berpeluh jika siang. Tanpa seorangpun pelindung. Laki-laki itu sahabat kecil Bayu. Sahabat kesayangan Bayu. Yang menutup usia tujuh tahun silam. Bahkan kalimat terakhir sebelum nyawanya tercabut dari tenggorokannya terasa masih sangat segar dalam ingatan Bayu. Kalimat paling memilukan yang membuat siapa saja mendengarnya pasti ikut merrasa penderitaannya.
'Kalau orang tua gue aja tidak menginginkan kehadiran gue sendiri buat apa gue hidup Bay? Hidup tanpa kasih sayang dan cinta sama saja terperangkap dalam bangkai mayat. Lebih baik gue menjadi mayat dengan begitu tidak akan ada lagi luka yang gue derita. Lebih baik gue menjadi mayat supaya gue nggak merasa dicampakkan tiap kali orang tua gue mengacuhkan gue. Gue sakit Bay. Gue sakit??'
Bayu memejamkan matanya erat. Kenangan masa lalu berkibar-kibar menyanyat nuraninya. Tanpa disadarinya pelukannya ke tubuh Mike menguat.
"Paah... Mike nggak bisa nafaaasss niiihh." Suara cempreng Mike memekakkan gendang telinga dan memenggat kilasan pahit memori Bayu.
Bayu tersentak, buru-buru melepaskan Mike dari dekapannya lalu berlari ke dapur mengambil serbet, dan sapu untuk membersihkan tumpahan bubur. Kenapa disaat-saat seperti ini masa lalu pahit itu selalu merekah sempurna hah? Kenangan suram dengan sahabat kecil yang pengen dia kubur jauh-jauh. Memori berjelaga yang sudah tutup buku. Kenapa malah merona? Menggores lokus-lokus memuakkan dalam hidupnya.
Bayu balik lagi ke ruang tengah. Lalu gerakan kakinya terrem. Dia tertegun untuk beberapa saat. Bayu tidak tahu harus bahagia melihat kejadian di depan matanya itu atau hanya tersenyum masam. Jika Kevin mendeskripsikan Bayu dengan lugas bahwa Bayu adalah manusia pandai berkamuflase maka wanita yang kini menggendong Mike dan mendapat ciuman bibir dari Panji adalah ratunyan kamuflase.
Bayu berdeham keras, membuat keluarga kecil bahagia itu menoleh dan menyadari kehadirannya. Bayu mengangguk dan buru-buru membersihkan tumpahan bubur. Dia mencoba mengacuhkan kehadirannya di tengah-tengah keluarga ini. Bahkan dia menulikan telinganya saat mendengar Mike berceloteh bahagia dalam gendongan w************n itu. cih... dasar penjilat.
"Mamaaaah,, papah Bayu sekarang yang menjadi pengasuh Mike. papah hebat deh maah, pinter banget masak sampai bikin Mike jadi gendut gini."
Mamah? Bayu menjatuhkan kelopak matanya. Ya Tuhan Mike benar-benar membutuhkan kasih sayang seorang ibu. Apakah Yani orang yang pantaas? Ataukah dibalik sifat liarnya Yani tersimpan sifat keibu-ibuan yang dibutuhkan Mike?
"Papah??" Ulang Yani dengan nada suara bingung. Walaupun posisi Bayu berjongkok dan memunggungi mereka Bayu merasa sekarang Yani sedang mengikat tunangannya itu dengan tatapan penjelasan.
"Dia pembantu sekaligus pengasuh Mike yang baru sayang." Kata panji lembut. Bahkan dari tempat Bayu yang ada di pojokan itu, dia bisa merasakan pancaran kasih sayang penuh cinta dari tiap suku kata yang terpelanting dari mulut Panji. Oh dia benar-benar mencintai wanita itu. Bayu merasa bahagia. Berarti bentar lagi Mike memiliki keluarga utuh. Ada ibu,ayah, dan nenek. Walaupun dia tidak tahu apakah wanita itu juga memelihara cinta tulus atau tidak tapi Bayu berdoa semoga saja Yani memang yang terbaik buat Panji dan Mike. Seperti itukah? Benarkah dia bahagia? Lalu luka apa yang sekarang menyengat hatinya? Kecewa karena Mike akhirnya tidak membutuhkannya lagi? Bocah kecil yang sudah terlanjur dia sayang?? Bayu sangat mencintai Mike. MSngat menyayangi Mike. Demi Tuhan dia mengakui itu.
"Sayang, mungkin dalam minggu ini mama mau menjumpai kedua orang tua kamu untuk membicarakan masalah pernikahan kalian berdua. Kalian sudah lama bertunangan. Mau tunggu apa lagi? Mama sudah kepengen menggendong cucu lagi. Mike pasti pengen punya dedek kan sayang?"
"Bener eyaang. Mike pengen punya mamah ama dedeek biar kayak teman-teman mike di paud. Mike sayang mamaaa. Daddy kapan mamah bisa tinggal di rumah kita biar bisa menemani mike teruuuss."
"bentar lagi Mike. Daddy mau ganti baju dulu. Kamu ditemani papa ganti baju ya. Bentar lagi kita jalan-jalan"
Oh ini bagian paling menyakitkannya.
===
Kevin menepikan Ducati Diavel hitam gaharnya di pinggiran Jembatan Merr-IIC. Motor gedhe berkapasitas lebih dari 1000cc tersebut terpakir manis diantara jejeran motor-motor bebek lainnya. Bayu turun dari bocengan. Melepaskan helm lalu diberikan kepada Kevin. Dia mengedarkan matanya dari ujung ke ujung. Jembatan yang terletak di antara Jalan Semampir dan Jalan Kedung Baruk ini rame akan pedagang-pedagang kaki lima yang menjajakan makanan dan minuman di sepanjang tepian jembatan. Berlesehan di atas trotoar sambil menikmati kendaraan yang berlalu lalang melewati jembatan.
Malam semakin menggeliat diatas jam sembilan. Di bawah temaram lampu kota yang menyala kemuning pemandangan di Jembatan Merr-IIC tersebut terlihat tampak mempesona. Bayu menoleh ke arah Kevin yang sedang berkutat dengan ponselnya.
"Bay lo pesan sana dulu gih. Gue mau nelpon temen dulu." Kata kevil mengerling Bayu sekilas dari layar iphone-nya, "Di sana, di lesehan Pak To. Pesenin gue nasi goreng mawut, bilang aja Kevin yang pesan dia udah kenal gue kok." Lanjutnya menunjuk ke angkringan penjual nasi goreng yang berada di sebrang jalan.
Bayu memicingkan sedikit matanya. Dia menggumam oke lalu mulai menyeberang. Belum sempat dia melintasi jembatan yang rame lalu lalang kendaraan tersebut seseorang terlebih dulu meneriaki namanya.
"MAS BAY AWAAAAAAAAAASSSSSSSSSSS!!!!"
Bayu berhenti untuk menoleh ke sumber suara tapi belum genap gerak putar lehernya sesuatu yang berat sudah menghantamnya lebih dulu. Kejadiannya begitu cepat. Tahu-tahu saja Bayu sudah berguling-guling di atas jembatan di dalam dekapan seseorang. Tubuhnya dan orang itu terpelanting jauh sampai dia merasa punggungnya menatap benda tumpul.
Suara derap kaki orang-orang yang mendekat menyerbu indera pendengaran Bayu. Sementara dia sendiri terkulai lemah. Kepalanya pusing hebat. Dan sekujur tubuhnya terasa remuk. Dia mengerjapkan mata berkali-kali. Lalu satu persatu wajah orang yang dia kenal tertangkap korneanya. Itu yang terlihat kawatir lebai Kevin, wajahnya penuh luka, berdarah-darah gitu. Lalu wajah Erlang dan Yasin menumbuk pengelihatannya.
Bayu memijit-mijit pelipis. Rasa pusing yang dia derita tak sehebat tadi. Cuma sedikit nyut-nyutan. Dia menyesap kopinya perlahan lalu melihat keheran-heranan ke arah Erlang dan Yasin yang sedang ngemil jagung bakar dan kacang rebus dengan nikmat.
"Pokoknya aku yakin seratus persen kalau orang tadi sengaja menabrak Mas Bay." Itu ucapan Yasin yang sudah kedua puluh kalinya kalau Bayu boleh lebai sedikit. Sejak dia dibangunkan dari jalanan aspal, Yasin dan Erlang yang ternyata juga sedang ingin nongkrong di Jembatan Merr-IIC ngotot bahwa orang yang nyaris menabrak Bayu tadi jelas-jelas melakukannya dengan sengaja, "Jembatan seterang gini masa nggak bisa lihat kalau Mas Bay mau menyebrang. Kecuali matanya picek. Tapi orang yang matanya picek nggak ada sih yang bisa membidik sasarannya dengan tepat."
Bayu tak ambil pusing. Punggunya yang tadi menghantam pinggiran trotoar sekarang mulai menyengat-nyengat. Di sampingnya duduk Kevin yang terus menyatroni penglihatannya dengan serius. Bayu sedikit kikuk diliatin seintens gitu.
"Dia memakai jamper baseball warna kuning. Dan aku yakin seratus persen aku sepertinya pernah melihat jamper itu di dekat kita." Erlang membubuhi. Wajahnya sedikit memerah, dan keningnya mengeluarkan titik-titik keringat. Mulutnya tidak henti menggerus kacang rebus seraya sesekali menyesap wedang jahe.
"Aku nggak tahu. Ini jembatan rame dan tadi aku ceroboh saja saat menyebrang jadinya aku tidak menyadari ada motor yang menyalahiku." Jawab Bayu bingung, menyalakan rokok dji sam soe yang dibelikan Kevin lalu menyulutnya, "perkara sengaja atau tidak aku nggak begitu mempersalahkannya, yang penting aku selamat. Dan Kev terima kasih banget udah menolongku tadi. Aku nggak tahu deh gimana nantinya aku jika kamu tidak menyelamatkan aku."
Kevin menepuk pundaknya lalu mengelusnya perlahan, "Lain kali kalau lo mau nyebrang pastikan dulu ada motor atau mobil yang mau lewat atau nggak. Jangan asal lewat saja. Kalau gue bisa jagain lo dua puluh empat jam nonstop gue bisa jamin keselamatan lo. Tapi kenyataannya nggak. Lo itu udah dewasa berhati-hatilah sedikit. Jangan bikin gue jantungan lagi. Tapi selama ada gue, gue jamin itu bahaya terakhir yang mengancam hidup lo. Gue nggak mau lo kenapa-kenapa Bay. Lo berarti buat gue. Lo—
Ucapan Kevin berhenti saat ada bocah sepuluh tahunan mengamen di samping mereka. Kevin merogoh saku celananya lalu mengangsurkan selembar sepuluh ribuan untuk bocah itu. Kevin menatap Bayu lagi setelah pengamen kecil tadi pergi dengan senyum lebar. Ada ekspresi cemas yang terpancar dari iris hitam pekatnya. Bayu sekarang bisa melihat iris mata kevin segelap kopinya. Bukan belantara yang membuatnya takut. Kevin mendaratkan kapalan tangan besarnya di atas kepala Bayu lalu mengacak-acak surai kriwil itu dengan gerakan menenangkan sambil tersenyum hangat.
Bayu merasakan seluruh sel darah merah dipompa di wajahnya. Mungkin kalau dia berkaca pasti sekarang dia bisa melihat wajahnya memerah. Perlakuan manis Kevin tadi oh so touchy. Bayu berdeham untuk memecah moment awkward ini. Dia berpaling kepada Yasin dan Erlang yang terbengong-bengong melihat kedekatan mereka berdua.
"Kalian berdua habis dari mana?" tanya Bayu mematikan rokok yang masih separuh itu lalu mulai memakan nasi goreng buatan Pak To yang sudah dipesanin Kevin dari tadi. Dia sempat melirik ke arah Kevin yang rupanya juga salah tingkah dengan ulahnya sendiri dan kini menyibukkna dirinya dengan menikmati nasi goreng mawut.
"Habis n*****t dari Cassa Guest House." Jawab Yasin sekenanya sambil menggigiti biji-biji jagung bakar.
"Sadis kamu nih. Siapa lagi korbanmu kali ini heh?" Tanya Bayu. Angin malam yang berhembus sesekali menerbangkan helaian-helaian rambutnya. Dia menyantap makan malamnya antusias. Mengesampingkan rasa sakit mendera tubuhnya akibat kecelakaan tadi. Sesekali arah pandangnya ditujukan ke jembatan yang masih banyak kendaraan berlalu lalang. Suara klakson motor dan mobil, serta suara pengamen dari ujung keujung ikut bertumpang tindih.
"Sisil, anak komunikasi semester satu. Gila caranya ngejempit k****l gue sampe bikin gue ketagihan. Padahal tadi udah enam ronde tapi tetap aja kurang. Kalau dia nggak capek dulu bakal gue bobol tuh p***k sampek subuh."
"Orang gila!!!" sungut Bayu, menggeleng-gelengkan kepala, dia mengambil cangkir kopi lalu menyesapnya untuk memasuh kerongkongannya.
"Hahaha... dia yang minta Mas Bay. Aku sudah menolak cintanya berkali-kali tapi dia tetap ngotot dekat denganku. Kan aku kesel jadinya. Makanya aku tantang dia buat ngelepas keperawanannya padaku kalau dia mau nempel mulu ke aku. Aku kira itu cara ampuh untuk menjauhinya tapi nggak tahunya dia malah setuju. Ya udah hajar aja. Ada ikan asin gurih plus gratis gitu mana ada sih kucing yang nggak kepincut." Yasin tergelak. Mengusap bibirnya yang belepotan jagung yang sudah habis lalu menenggak STMJ pesanannya, "Tapi yang lebih sadis bukan Cuma aku aja Mas Bay." Dia mengerling Erlang yang batuk-batuk kecil.
Bayu menaikkan sebelah alisnya, melanjutkan seporsi nasi goreng yang tinggal separuh. Berusaha mengacuhkan omongan m***m teman sekosnya tersebut.
"Erlang tadi berhasil n*****t Yani!!"