"Jadi itu teman yang ibu ceritakan kemarin?" Bapak Alya langsung menanyakan saat dirasa lelaki yang tadi bersama putrinya sudah pergi.
Tentu saja, ibunya Alya langsung menceritakan semuanya kepada Bapak. Karena baru kali ini ada anak gadisnya yang didekati oleh orang lain. Mereka berjalan beriringan, kali ini lebih santai jalannya.
"Iya, Pak." Alya berucap pelan takut pak Deni marah.
"Setiap hari kamu diantar pulang sama dia?"
Gadis itu menggeleng cepat, "Baru kali ini, Pak. Itu juga dia yang nawarin. Alya juga tidak mau, tapi dia maksa."
"Gara."
"Ya?" Alya melihat ke arah pak Deni.
"Nama lelaki itu, Gara?"
"Oh i-iya."
Setiap bersama dengan Bapak, entah kenapa Alya selalu gugup. Walaupun pak Deni tidak pernah memarahinya apalagi membentak. Wajah Bapak yang tegas dan berwibawa membuat Alya merasa sungkan walaupun hanya untuk bercanda dan melakukan obrolan ringan. Ya, di usianya yang sudah menua namun masih terlihat gagah dengan wajah berkumis hitam.
Alya harap, Bapaknya itu tidak bertanya apa-apa lagi. Gadis itu mengharapkan ingin cepat-cepat sampai ke rumah.
"Pertama bertemu dengan lelaki itu dimana? Teman sekolah?"
Alya seperti ditanyai wartawan saja. Bapak nya ini kalau belum mendapatkan jawaban yang puas, beliau akan terus bertanya.
"Bukan, Pak. Dia bukan teman sekolah. Alya bertemu pertama kalinya itu ya kemarin di parkiran tempat Alya bekerja. Itu juga dia yang bilang kalau Alya teman dia."
"Lanjut!"
Alya menarik nafas dalam-dalam kemudian melanjutkan. "Ya, Alya juga tidak tahu atau mungkin tidak ingat lelaki itu. Dia bilang, pernah bertemu sama Alya sebulan yang lalu. Di ingat-ingat, Alya juga tetep gak ingat."
Setelah ucapan Alya, pak Deni hanya diam. Tidak berniat bertanya lagi seperti yang gadis itu kira kalau Bapak sudah mendapat jawaban yang puas. Alya mengusap d**a lega. Tapi tanpa Alya tahu, Bapak sedang memikirkan sesuatu dengan masih banyak pertanyaan di kepala nya yang sebaiknya tidak usah ia tanyakan lagi kepada anak gadisnya itu.
Beberapa langkah lagi hampir sampai rumah. Ibu Alya sudah menyambutnya diluar dengan senyum cerah. Sebelum maju lebih sampai, pak Deni menghentikan langkah Alya dan berbicara.
"Lain kali, bawa lelaki itu ke rumah." Hanya itu, dan beliau lekas kembali melangkahkan kaki nya mendekati ibu memberikan tas kerja yang ia jinjing.
Dan gadis itu memikirkan apa yang bapaknya ucapkan.
Bawa ke rumah? Untuk?
"Alya, ayo masuk!"
Tersadar dengan teriakan ibu yang memanggilnya. Alya kemudian berlari ke arahnya. "Iya, Bu."
"Kalian bisa pulang bareng?"
"Iya, aku tadi ketemu dijalan sama bapak."
Ibu hanya tersenyum lalu kembali mengerjakan pekerjaannya yaitu ke dapur dan memberi bapak minum air teh hangat. Kebiasaan setiap bapak pulang dari sekolah, selalu disuguhi ibu air teh hangat. Gadis itu masuk kedalam kamar dirinya dan adiknya.
"Alya, kamu mau makan apa?"
Alya membalas teriakan ibunya dari dalam kamar. "Mie goreng aja, Bu."
Selalu mi goreng, ya makanan kesukaannya dari kecil.
Tring, satu chat masuk.
"Neng Alya, lagi apa?"
Gadis itu terbatuk saat sebuah pesan whatsupp ia baca. Untung mie goreng dalam mulutnya sudah habis.
Semua anggota keluarga serempak menatap ke arah Alya. Merasa tidak enak, gadis itu buru-buru menghabiskan makanan malamnya dan pamit untuk ke kamar.
********
Gara, lelaki itu setelah mengantar Alya pulang walaupun baru setengah jalan. Ia kembali ke tempat dimana motornya terparkir. Pamit kepada pak Maman lalu bergegas ke apartemen yang ia beli.
Membersihkan diri, lalu memesan makanan online. Lelaki iti memang hanya tinggal sendiri di apartemennya, jadi wajar jika tidak ada yang memasakkan makanan dan menyiapkan semua kebutuhannya. Ditambah Gara memang sudah terbiasa melakukannya sendiri.
Ah jika dirinya sudah mempunyai istri.
Istri? Pacar saja tidak punya. Dan ingat? Teman saja hanya mereka yang punya dan juga satu teman baru, Alya. Lelaki itu juga tidak ada perasaan apa-apa pada Alya, hanya menganggap teman seperti yang lainnya. Tapi, satu hal yang Gara tahu, dirinya merasa senang berteman dengan Alya. Dari segi mana nya? Entahlah, yang jelas dia senang.
Bel berbunyi, tandanya pesanan sudah datang. Gara yang sudah berpakaian santai mengambil makanan itu dan tidak lupa memberinya tip. Makan dalam diam, dengan ditemani tv yang menyala.
Matanya melotot seketika melihat di layar tv ada hewan yang bernama Unta, Gara langsung teringat kepada gadis itu.
"Onta." lelaki itu terkekeh. "Kenapa Alya suka manggil gue Onta?"
Makanan sudah habis, Gara ingin menghubungi gadis itu. Ingin menanyakan kabar atau apapun itu. Segera layar ponsel ia pencet dan menampilkan nama yang tertera di layarnya. Bukan Alya, bukan Neng, apalagi juru parkir. Lelaki itu menamai yang lain panggilan nama Alya. Gadis pelupa dengan foto profilnya gambar otak.
"Gue harus chat apa ya?" Gara bergumam sendiri mencari kata-kata yang pas untuk memulai chat duluan.
Namun ternyata yang Gara lakukan adalah mengetikkan satu kalimat yang membuatnya juga merasa geli sendiri. Gara berniat untuk mengerjai nya.
Pesan sudah terkirim, tinggal menunggu jawaban gadis itu. Lima menit, sepuluh menit, lelaki itu masih menunggu. Dan di menit ke tigabelas, Alya membalas chatnya.
Seperti menunggu sesuatu yang spesial, Gara dengan cepat membuka chatnya tidak sabaran.
"Lo mau ngebunuh gue?"
Gara mengkerut, lalu tiba-tiba dia tertawa. Pasti dirinya mengirim pesan kepada gadis itu disaat yang tidak tepat. Membuat Alya mengumpat dirinya.
"Kenapa, Neng?" Gara lagi-lagi menggodanya.
"Jangan panggil gue itu. Mau apa lo chat gue?"
"Pengen tau kabar temen gue aja."
"Baik."
Gara seakan menikmati berbalas-balasan chat dengan Alya. Dirinya belum pernah berbalas pesan seperti ini, Rama selalu menelpon. Kinan apalagi, baca pesan dari Gara pun jarang wanita itu buka.
Lelaki itu mencari posisi nyaman untuk membalas chat Alya. Dan saat ini Gara tengah tiduran di atas tempat tidur empuk.
"Lo lagi apa? Gue ganggu gak?"
"Malah nanya, lo ganggu banget."
"Udah donk, sama temen jangan marah-marah mulu. Belum dijawab nih lo lagi apa?"
"Duduk."
"Di?"
"Tempat tidur."
Ya ampun, obrolan chat mereka seperti anak kecil saja. Banyak basa-basi dan obrolan yang tidak penting. Tapi lagi, Gara menimkatinya dan menyukainya.
"Lo gak ada kerjaan banget jadi cowok. Alya kembali mengirim pesan.
"Emang gak ada, makanya gue chat lo. Nyampe rumah jam berapa?"
"Dua jam yang lalu."
"Itu jam berapa ya?" Gara semakin terus menggoda gadis itu yang semakin kesal. Lelaki itu hanya tertawa membayangkan ekspresi Alya jika gadis itu sedang kesal. Tiap bertemu, gadis itu yang selalu membuatnya jengkel. Sekarang, giliran dirinya yang membuat Alya kesal.
"Mikir sendiri, Onta."
"Gak mau nanya gue lagi apa gitu?"
"Gak penting."
-"Gue mau tidur."
-Jangan chat gue lagi dan ganggu gue."
-"Bye."
Pesan Alya beruntun masuk ke pesan lelaki itu. Gara yang membaca nya hanya tersenyum. Dirinya tidak pernah sebahagia ini, hanya karena seorang teman, teman baru. Dan satu pesan lagi ia ketik untuk mengakhiri percakapan mereka di whatsupp.
"Good Night my Friend."
Pertemanan yang Gara jalani saat ini adalah sebuah pertemanan yang akan membawanya kedalam sebuah fakta yang akan lelaki itu ketahui. Dan satu hal lagi, yang akan lelaki itu ketahui tanpa dirinya sadari.
Sebuah kehidupan pasti akan selalu ada ujiannya. Begitupun dengan pertemanan mereka, sesuatu akan datang mengujinya. Tinggal kita akan melihat usaha siapa yang mempertahankan pertemanan mereka.
Gara atau Alya.