Chapter [1]

1783 Kata
Panasnya terik matahari tidak menghalangi semangat Zhang Zhenan untuk memasukkan bola kedalam lubang diantara luasnya rerumputan, dia mencoba fokus walaupun beberapa kali dia mengumpat karena pukulannya berulang kali meleset. Apa posisinya kurang benar, tapi dia berpikir posisinya sudah paling benar diantara pe-golf lain. Bahkan dia membanggakan bahu lebar dan pinggang kecilnya disaat pe-golf lain hanya memiliki badan seperti balon. Dengan sengaja memakai baju hitam ketat kesukaannya untuk memperlihatkan bentuk tubuhnya yang menurut dia jadi idaman para pria. Ayolah siapa laki-laki yang tidak menginginkan tubuh seperti Zhenan, tinggi 181 cm, bahu lebar, pinggang kecil dan kuat. Lihat, pe-golf lain sampai salah fokus ketika melihat dia bersiap memukul bola, siapa yang tidak akan salah fokus saat pinggang kecil itu terangkat dan memperlihatkan lekuk tubuh yang sebenarnya diidam-idamkan para wanita. Tapi Zhenan terlalu percaya diri namun saat dia memukul bola itu sekali lagi hasilnya tak jauh berbeda malah lebih buruk dari pukulan sebelumnya. Zhang Zhenan berdecak lalu membuang topinya, bergeming keluar lapangan menuju deretan kursi ditepi lapangan. Dia menghempaskan tubuhnya begitu saja hingga membuat kursi itu hampir terjengkang. "Hahaha..." Gelak tawa seseorang menarik perhatiannya. Zhenan melirik tajam pria disampingnya, mood yang buruk sejak pagi membuat dia sensi dengan apapun disekitarnya. "Apa ibumu tidak membawakan bekal nasi yang dibentuk seperti panda? Apa telur kali tidak dihias seperti bunga? Atau apa ibumu lupa menempel note kecil dibekalmu? Apa hari ini dia tidak memanggilmu Princess dan memberi ciuman m**i-AHH Zhenan sialan!!" Pria itu menghentikan ocehannya saat tongkat golf melayang tepat di kepalanya, tak ayal pria itu berteriak dan mengundang perhatian orang-orang disekitar. Bagaimana Zhenan tidak emosi, selama 3 bulan temannya itu selalu mengungkit-ungkit bekal makan siangnya yang tertukar dengan milik keponakannya. "Apa otakmu kau tinggalkan dirumah? Kau pikir ini tidak sakit?!!" Protes pria itu sembari memperlihatkan benjolan di kepalanya. Namun bukan iba yang didapat Zhenan malah bersikap acuh, membuang muka asamnya ke hamparan rumput. Pria itu mengerutkan hidungnya ketika melihat perubahan air muka Zhang Zhenan. "Kamu ini kenapa, sih? Sejak datang mukamu seperti pakaian ayahku yang tidak pernah disetrika...." Zhenan tidak menanggapi ocehan temannya itu, dia memilih membuang muka menikmati semilir angin dari pada melihat wajah temannya yang minim akan akhlak. "Hey, ayolah... Bukankah itu sudah biasa? Setiap bulannya orang tuamu menjodohkan mu dengan banyak pria, bukankah kamu sudah terbiasa? Kenapa kau terlihat sangat terbebani? Bukannya ketika kamu menolak orang tuamu tidak akan memaksa, tinggal tolak saja lalu apa susahnya...." Entah kenapa ucapan temannya itu selalu tepat sasaran, atau mungkin karena temannya sudah terlalu hafal dengan jadwal rutinnya setiap bulan. Pikiran Zhang Zhenan berbelit, dia melirik pria itu lewat ekor matanya sebelum akhirnya membuang muka kembali. "Tapi kali ini berbeda, aku tidak bisa menolaknya." Lolong wanita itu menyedihkan. Tak ayal ucapan Zhenan membuat temannya mengernyit dalam, bukankah selama ini Zhang Zhenan dikenal sebagai wanita keras kepala, bahkan anak gubernur saja berani dia tolak, lalu apa yang membuat wanita hampir kepala tiga itu tidak bisa menolak. "Apa kau tertarik dengan pria kali ini? Apa dia tampan?" Zhenan mendengus, mengerutkan bibir tipisnya sebelum melempar bola golf kearah temannya. "Huh? tampan?! Aku saja tidak tahu bagaimana rupanya.." Pria itu mengerjab lalu menaruh kue beras yang hampir masuk ke mulutnya, sepertinya pembahasan ini mulai menarik, batinnya. Baru kali ini Zhang Zhenan dijodohkan tanpa diberi foto calon jodohnya, apa orang tua Zhang Zhenan mulai bosan karena tanpa atau adanya foto pihak pria teman keras kepalanya ini pasti menolak. "Emm... Apa itu yang membebani pikiranmu?" Zhenan menggeleng. "Lalu?" "Aku tidak bisa menolak perjodohan kali ini karena keluarga besar ayahku mulai ikut campur, mereka turun tangan untuk menjodohkan ku dengan pria kali ini. Jika aku menolak, kau pasti bisa menebaknya... Semua kebebasanku akan direnggut dan aku tidak akan bisa berbuat apapun sesukaku." Keluhan Zhang Zhenan membuat teman seperjuangannya itu meringis, melihat Zhang Zhenan seperti ini membuat wanita itu terlihat layaknya anak gadis yang dipaksa menikah dengan om-om tua. "Jangan membuat wajah seperti itu, aku tidak butuh belas kasihanmu..." Baru beberapa detik rasa iba tumbuh di hati Zhang Yu tapi lidah tajam Zhang Zhenan memang tidak pantas untuk dikasihani. Pria itu mendengus kesal lalu bergeming dari kursinya, mengambil ranselnya diatas meja lalu memasukkan semua barang bawaannya yang berserakan diatas meja, tak lupa dia juga memasukkan kue beras kedalam wadah pink. Suara resleting yang ditarik Zhang Yu menarik perhatiannya, dia melihat pria itu menggendong ranselnya lalu berjalan menjauh. Merasa diacuhkan Zhenan mengumpat sebelum akhirnya berlari mengikuti Ah-Yu yang benar-benar meninggalkannya. - - "Kamu bisa mengendarai berbagai jenis mobil mahal tapi mengayuh sepeda saja kamu butuh waktu hampir 3 jam." "Jika kamu tidak ikhlas pergilah, aku bisa belajar sendiri." Keangkuhan Zhang Zhenan telak membuat Ah-Yu berdecih, jika dia tidak ingat Zhenan anak orang kaya dia pasti sudah memandikan pria itu dengan air rebusan gula. Ah-Yu menarik rem sepedanya saat Zhenan mengayuh tanpa akhlak, dia hampir terjengkang jika saja tidak ada pot besar didepan mereka. "Lalu membiarkanmu mematahkan sepedaku?" Ketus pemilik sepeda tak terima. Tanpa rasa malu Zhenan mendorong Ah-Yu dari sepeda miliknya lalu membiarkan dia menguasai sepeda itu sendiri, dengan percaya diri dia mengayuh sepeda itu beberapa kali walaupun hanya sejengkal saja roda itu berputar dia sudah cukup puas. Zhang Yu berdecak ketika mengingat bualan Zhenan tiga hari yang lalu, perawan tua itu mengatakan ingin mengikuti turnamen sepeda yang dilaksanakan 2 hari lagi. Tidak bisa dibayangkan bagaimana orang tua kolot itu akan mengikuti turnamen sedangkan sekali mengayuh saja rasanya wanita itu akan terjengkang. "Bilang saja kamu tidak ikhlas mengajariku, masuklah kedalam rumahmu aku akan belajar sendiri. Tak ada gunanya kamu mengajariku... Tidak becus." Zhang Yu ingin sekali melempar batu ke kepala temannya itu, tapi hatinya sudah lelah meladeni mulut beracun Zhenan, dia memilih menuruti ucapan Zhenan untuk masuk kedalam rumahnya dan membiarkan orang tua itu berusaha sendiri. Jikapun nanti Zhenan kembali dengan sepedanya yang sudah tak berbentuk dia bisa meminta ganti rugi kepada keluarga Zhang. Batin Ah-Yu pasrah, dia meninggal sepedanya pada Zhenan dan berharap wanita tua itu segera enyah dari rumahnya. Sudah lima hari ini Ah-Yu disibukkan dengan keberadaan Zhenan dirumahnya, setelah pulang dari latihan golf Zhenan selalu berkunjung kerumahnya hanya untuk memaksa dia mengajari cara menaiki sepeda, awalnya dia merasa aneh namun setelah tahu alasan dibaliknya membuat Ah-Yu merelakan waktu luangnya. "Kayuhlah yang benar, ingat jangan sampai lecet!!" Pesan terakhir Zhang Yu sebelum menutup gerbang rumahnya. Lagi-lagi Zhenan acuh, dia meninggalkan pelataran rumah besar Zhang Yu untuk mengelilingi perumahan elit ini. Sedikit demi sedikit dia mengayuh pedal sepeda dan beberapa kali sepeda itu hampir berjalan. "Coba saja dari dulu ayah memperbolehkan ku menaiki sepeda, pasti aku sudah jadi juara dunia." Lagi-lagi wanita kepala tiga itu membual. Tidak ingin menyerah begitu saja Zhang Zhenan dengan penuh ambisi mengayuh sepeda itu walaupun beberapa kali dia terjatuh. Dan usahanya tidak sia-sia akhirnya Zhang Zhenan bisa melepas kedua kakinya untuk tidak menempel pada aspal, dia begitu senang saat lima kayuhannya begitu lancar namun nasibnya sedang tidak mujur. Sesosok anak kecil tiba-tiba muncul dari balik pertigaan, Zhenan terkejut setengah mati saat anak itu berlari menghampiri sepedanya. Karena jarak yang terlalu dekat menarik ruas rem pun tidak ada gunanya, sepeda itu menyenggol p****t montok si bayi menyebabkan kedua orang berbeda generasi itu tertelungkup di aspal. Sumpah serapah mengalun syahdu dari mulut Zhang Zhenan, sedikit bersyukur karena tak ada luka berarti ditubuhnya namun lain halnya dengan sepeda gunung Zhang Yu, kedua setir sepeda itu patah. Melihat hasil perbuatannya Zhang Zhenan meringis, dia sibuk mengusap lututnya yang tergores aspal hingga tidak menyadari seorang pemuda berlari melewatinya lalu merengkuh balita itu yang menangis kencang. Kontan saya cemprengnya tangisan si bayi menarik perhatian Zhenan, bukannya merasa bersalah justru dia menatap sinis balita yang ada dalam gendongan seorang pemuda. Pemuda itu mencoba menenangkan si balita yang terus menangis. Menepuk pelan kepalanya lalu mengelus b****g montok balita itu yang tadi terserempet ban sepeda Zhenan. Melihat kedua manusia itu mengacuhkan keberadaannya membuat mulut Zhang Zhenan tidak tahan untuk memaki. "Makanya, kalau punya anak diawasi, jangan ditinggal main sendiri... Kamu bapak muda ya? Keliatan sekali kamu masih amatiran. Punya anak satu saja tidak becus, bagaimana kalau punya banyak...." Cerocos Zhang Zhenan tidak tahu diri, dia terus mengoceh sembari memunguti bagian sepeda yang hancur. Tidak repot-repot melihat kearah pemuda yang kini tengah menatapnya tajam, walaupun mulut beracun milik Zhenan terus mengeluarkan bisa pemuda itu tidak sedikitpun berniat memperlihatkan ketersinggungan nya. Pemuda jangkung itu hanya diam sembari menepuk-nepuk punggung balita digendongnya. "Anak jaman sekarang masih muda sudah ingin menikah, lihat apa yang terjadi. Anak mereka yang jadi korban, Tsk... Apa pikir dengan menikah muda mereka akan bahagia, lihat... Kamu contohnya, masih muda sudah punya anak. Teledor, kan... Anakmu berlari dijalan raya saja kamu tidak tahu." Sialan, mulut wanita tua itu sangat beracun. Batin pemuda itu geram, sok tahu sekali. Niat awalnya yang ingin bungkam jadi gagal karena tak tahan untuk membalas lidah tajam Zhang Zhenan. "Melihat anda yang sudah tua saya jadi berpikir bahwa tidak ada pria yang mau menikah dengan anda, melihat banyaknya muda-mudi yang sudah menikah mungkin membuat anda iri." Datar dan datar, tidak ada ekspresi lebih yang diberikan pemuda itu disetiap katanya, seolah yang diucapkannya adalah hal yang begitu sopan. Zhenan yang awalnya berniat meninggalkan tempat itu mendadak urung, dia membuang sepeda ditangannya lalu berjalan beberapa langkah mendekati pemuda itu. Wajah cantiknya yang penuh kharisma sekarang melotot tajam seolah jantungnya baru saja dikeluarkan secara paksa. Sialan, bagaimana dia tidak marah ketika orang lain mengolok hal yang paling sensitif dikehidupannya. Dengan nafas tersengal-senggal dia merangkai kata-kata, ingin rasanya dia menonjok bocah tinggi kurus itu. Dia mengangkat jarinya yang gemetar ke depan wajah pemuda itu. "Beraninya kau berbicara seperti itu kepada orang tua, apa kamu tidak diajari cara berbicara dengan sopan? Tsk... Dan lagi kau bilang apa? Tak laku?! Asal kamu tahu diluar sana banyak pria mengantri untuk mendapatkan ku. Walaupun aku belum menikah tapi aku bisa mengurus banyak anak kecil dengan baik tidak seperti dirimu yang mengurus seorang bocah saja tidak becus..". Hebat, hari ini Zhang Zhenan kehilangan kharisma dan pamor wibawa setinggi dewa nya didepan banyak orang. Dia tidak menyadari jika suara lantangnya menarik perhatian penghuni perumahan untuk menonton pertengkarannya. Semakin lama banyak orang yang berkerumun, kehadiran mereka semakin memperkeruh keadaan. Balita itu menangis semakin kencang, pemuda itu juga mulai risih dengan orang-orang disekitarnya. Memutar bola matanya jengah pemuda itu akhirnya berjalan meninggalkan Zhang Zhenan. Dia memilih pergi dengan tenang sembari menggendong balita kecil yang menatap dendam kearah Zhan Zhenan. Zhang Zhenan yang menyadari pemuda itu berjalan menjauh mengeraskan suaranya, dia bahkan hampir melempar sepeda kearah pemuda itu jika saja orang-orang disana tidak menjerit. "Hey, kamu!! Aku belum selesai bicara. Kamu tahu-tidak.... Bukan!! Aku bisa mengurus sepuluh anak sekaligus asal kamu tahu, hey!! Kembali kamu bocah brengsek..."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN