Bayi Naga pada dasarnya tidak sama dengan bayi manusia yang pertumbuhan nya ditentukan dari hari ke hari, bulan dan juga tahun.
Karena hanya dalam jangka satu tahun, bayi itu sudah bisa duduk, bahkan merangkak.
Sidra sudah memasuki fase itu sehingga membuat si wanita tua kegirangan melihat tingkah laku bayi yang diasuh nya.
"Anak pandai! Kau bahkan tampan seperti bayi bangsawan. Kasihan sekali karena kau sudah kehilangan Ibu mu semenjak kau dilahirkan."
Sidra mendongak, seakan mengerti dengan apa yang sedang diucapkan oleh Sieana. Bayi itu membuka mulutnya, mengoceh hal-hal yang tidak dapat ditangkap dan dimengerti oleh Sieana.
Namun wanita tua itu tetap senang, karena di gubuknya yang sepi ini akhirnya memiliki seseorang yang membuat dirinya tidak mati kebosanan.
Sedang asik bermain bersama Sidra, dari arah luar terdengar suara ketukan pintu yang membuat Sieana dengan berat hati harus meninggalkan Sidra sementara waktu.
"Tunggu disini! Jangan ke mana-mana," katanya pada Sidra.
Bayi itu malah terkikik, melambaikan tangannya pada sosok Sieana yang sudah berjalan ke depan.
Wanita itu membuka pintu, mendapati seorang wanita yang menggendong bayinya.
"Nek, saya ingin meminjam uang," kata wanita itu langsung.
Kening Sieana berkerut, "Bukankah suami mu adalah seorang prajurit istana? Mengapa kau masih meminjam uang dari orang tua sepertiku?"
Wanita itu menunduk, air matanya jatuh seraya memeluk tubuh kecil anaknya.
"Kami mengalami kesulitan, suami saya terlibat urusan dengan pejabat Istana dan sekarang dia sedang berada di penjara. Saya bahkan tidak tahu apakah dia masih bisa dibebaskan atau tidak."
Wanita itu masih terus menangis, hingga tanpa diketahui oleh Sieana, tangisan kencang wanita itu membuat Sidra yang berada di dalam rumah merangkak ke luar.
"Harusnya suamimu bekerja saja yang benar. Tidak perlu ikut campur dengan urusan pejabat." Sieana menghela napas berat, "Berapa banyak yang kau butuhkan?"
Wanita itu menatap Sieana dengan wajahnya yang basah karena air mata.
"Ha-hanya dua keping koin perak, Nek. Saya hanya ingin membeli gandum untuk makan nanti malam," katanya.
Ketika Sieana berbalik hendak mengambil kan koin yang akan dipinjam oleh wanita itu, dia terkejut saat melihat Sidra sudah ada di bawah kakinya. Anak itu mengangkat tangan, seolah meminta Sieana untuk menggendongnya.
"Ya Dewa! Kenapa kau malah keluar?!" pekik Sieana.
Nenek tua itu dengan susah payah menunduk, mengangkat tubuh Sidra ke dalam gendongannya.
"Nek, anak siapa dia?"
Tidak ingat jika masih ada wanita itu yang menunggunya, Sieana kemudian menoleh sambil menutupi wajah Sidra dengan tangannya.
"Dia anak dari kenalan ku. Ibunya meninggal saat melahirkan dia, sedangkan Ayahnya adalah seorang prajurit seperti suamimu. Maka dari itu dia menitipkan anak ini padaku," terang Sieana.
Dia sudah akan berbalik arah dan mengambilkan koin yang diminta oleh wanita itu, saat tiba-tiba saja wanita itu berujar,
"Bisakah saya juga menitipkan anak saya pada nenek?"
Terang Sieana menoleh dengan terkejut.
"Apa maksud mu?"
Wanita itu menunduk malu, "Saya berniat untuk pergi ke istana dan melamar menjadi pekerjaan di sana. Namun saya tidak mungkin membawa anak saya bersama dengan saya. Jika Nenek berkenan, bolehkah saya juga menitipkan anak saya pada Nenek? Anak saya bisa menjadi teman untuk anak yang sedang Nenek asuh."
Lalu wanita itu menatap ke arah anaknya, tersenyum dengan tetesan air mata yang tidak kunjung berhenti.
"Camilo bukan anak yang menyusahkan. Dia akan langsung diam jika diberi makan sisa roti dan segelas air putih."
Sieana menatap anak kurus yang ada di dalam gendongan ibunya itu. Dia merasa iba, pantas saja tubuhnya sangat kurus karena selalu makan sisa roti dan segelas air putih. Sedangkan anak seusia mereka seharusnya mendapatkan makanan yang lebih layak.
"Apa kau yakin ingin meninggalkan anakmu?" tanya Sieana.
Wanita itu semakin terisak, memeluk tubuh anaknya dengan erat.
"Hanya itu yang bisa saya lakukan sekarang. Lagi pula saya akan merasa tenang jika anak saya ada di tangan Nenek."
Tertawa pelan, Sieana kemudian mengulurkan tangannya.
"Bagaimana mungkin kau tenang menyerahkan anakmu pada seorang penjudi?"
Dia mengambil alih anak itu setelah menurunkan Sidra lebih dulu.
"Tapi jika kau memang mempercayakan anak ini padaku, maka aku akan menjaganya dengan baik. Tugasmu adalah hanya berjuang untuk tetap hidup agar bisa menemui anakmu kembali nanti."
Wanita itu terisak penuh, dia tersungkur, bersujud di bawah kaki Sieana.
"Terimakasih, Nek. Terimakasih. Tolong jaga anak saya."
*
Beberapa bulan kemudian ketika Loiz ditugaskan untuk mengunjungi rumah Sieana atas perintah Kaisar, dia terkejut melihat ada dua anak kecil yang bermain bersama di teras gubuk milik Sieana. Yang lebih membuat dia terkejut adalah karena nenek tua itu tidak kelihatan ada dimana pun, dalam arti kedua bocah itu ditinggalkan sendirian.
Dia berjongkok, menatap salah seorang anak kecil yang dia tahu betul bahwa itu adalah Pangeran Kerajaannya. Anak itu tersenyum ketika menatap Loiz, membuat Loiz yang berhati dingin itu ikut tersenyum sangat tipis dan mengusap rambutnya pelan.
"Kemana nenek tua itu?" tanya Loiz.
Sidra justru tertawa, tangan kecilnya mengulurkan satu potong bambu tumpul yang sejak tadi asik dimainkan olehnya dan juga satu anak kecil lainnya.
Loiz menatap ke arah anak kecil itu. Tubuhnya lebih kurus daripada Sidra dan kulitnya agak sedikit gelap. Anak itu juga tidak terlihat seceria Sidra, karena begitu Loiz menatapnya dalam waktu yang cukup lama, anak itu langsung menunduk.
"Oh, ada tamu!"
Loiz menoleh, dia bangkit dari berjongkok nya saat melihat sosok nenek tua itu yang datang dengan membawa barang-barang.
"Kenapa Nenek meninggalkan dua anak kecil sendirian?" tanya Loiz tidak senang.
Sieana justru terkekeh, tangannya sekilas mengusap rambut Sidra dan Camilo secara bergantian.
"Aku hanya mengambil barang kiriman dari kota. Karena tidak ada yang bisa aku mintai tolong untuk menjaga dua anak ini, maka aku meninggalkannya sebentar," balasnya tenang.
Sontak Loiz melotot. Dia yakin jika Sieana tahu siapa sebenarnya Sidra, dia akan sangat menyesali tindakan cerobohnya yang meninggalkan anak ini seorang diri.
"Lalu siapa anak kecil ini?" tanya Loiz.
Dia cepat-cepat mengalihkan tatapannya ke arah lain saat anak kecil itu langsung beringsut ketakutan saat dirinya menatap.
"Dia anak tetanggaku. Ayahnya seorang prajurit istana yang dipenjara karena menjadi kaki tangan pejabat yang salah, sedangkan Ibunya merasa kesulitan setelah ditinggalkan oleh suaminya, tidak berhasil memberi makan untuk anaknya sendiri. Maka dari itu dia menyerahkan anak ini kepadaku, untuk menjadi teman bermain Sidra." Sieana tersenyum, duduk mengampar di lantai sambil memperhatikan dua anak itu yang masih asik bermain bambu. "Aku tidak menyangka jika keduanya akan terlihat serasi."
Mata tajam Loiz lagi-lagi menatap ke arah anak itu, kali ini dia sengaja tidak mengalihkan tatapannya walaupun anak itu sampai menangis ketakutan.
"Jangan menatapnya seperti itu! Camilo jadi ketakutan melihat dirimu," tegur Sieana.
Tapi Loiz masih tidak mengalihkan pandangan. Bagaimana pun dia harus memastikan sosok yang berada dekat dengan Pangerannya. Walaupun kemungkinan Sidra akan selamanya hidup dalam persembunyian, tapi bagaimana pun juga Sidra tetaplah keturunan langsung dari Kaisar yang sekarang. Tidak sembarang orang boleh berada di dekatnya.
"Apakah anak ini keturunan naga putih?" tanya Loiz.
Ketika dia menunduk, dia mendapati Sidra yang mengangkat kedua tangan ke arahnya. Anak itu meminta agar Lois menggendongnya. Dan Loiz yang seumur hidup tidak pernah menggendong ana kecil, menjadi kebingungan.
"Beruntungnya dia memiliki darah dari Ibunya yang seorang naga perak. Ibunya adalah seorang Putri haram dari salah satu pejabat sehingga memiliki darah naga perak. Dan anak ini juga terlahir menjadi salah satu dari perak itu."
Tanpa sadar Loiz mendesah lega. Dia menunduk, mengambil tubuh Sidra dan menggendongnya dengan kaku.
"Kau mungkin akan jadi lebih tinggi darinya, namun tetap tidak akan mengubah apapun," gumam Loiz.
Menurut Lauda, anaknya kemungkinan akan menjadi seekor naga perak karena terlahir dari Naga emas dan juga naga putih. Namun jika Sidra tumbuh menjadi seekor Naga emas, kemungkin semua orang akan langsung mengetahui bahwa Sidra adalah bagian dari keluarga Kaisar.
"Apakah kali ini Ayah Sidra tidak ikut datang?" tanya Sieana.
Loiz menoleh, kemudian dia menunduk menatap Sidra yang asik memainkan tali jubah yang Loiz kenakan.
"Ayahnya sedang sibuk di istana karena dalam beberapa bulan lagi akan diadakan upacara tingkat satu bagi Putra Mahkota Arderl."
Mata Sieana membulat, "Ah, jadi akhirnya Putra Mahkota sudah memiliki identitas resmi sebagai pewaris tahta?"
Loiz mengangguk. Tangannya membelai rambut bergelombang yang dimiliki oleh Sidra.
"Ekor emas beliau sudah muncul sejak dua hari yang lalu, dan tadi pagi tanduknya mulai muncul sehingga pihak istana langsung sibuk menyiapkan upacara untuknya."
Sieana tersenyum bangga.
"Sepertinya beliau akan tumbuh menjadi salah satu Naga terkuat setelah Kaisar. Sayang sekali bahwa Kaisar tidak berniat memiliki anak dari selain rahim Ratu."
Terkejut, Loiz sama sekali tidak menyangka jika Sidra akan menangis kencang ketika berada di dalam gendongannya.
Padahal beberapa saat yang lalu, anak ini masih tampak asik bermain dengan tali jubah milik Loiz, namun setelah mendengar ucapan Sieana, bayi ini malah menangis dengan begitu kencang.
"Ada apa? Apakah dia tidak nyaman karena jubah yang kau kenakan?" tanya Sieana cemas.
Wanita tua itu langsung menurunkan Camilo dari gendongannya, beralih menggendong Sidra dan mencoba menenangkannya.
Sedangkan Loiz dibuat tertegun, dia merasa bahwa Sidra tidak menyukai ucapan yang dikatakan oleh Sieana tadi tentang keturunan Kaisar.
Karena pada kenyataanya, Sidra adalah keturunan langsung dari sang Kaisar Naga Agung walaupun terlahir dari seekor Naga putih.
"Kalau begitu, aku harus pergi. Tolong jaga anak ini dan kirimkan aku surat jika sesuatu terjadi pada anak ini," kata Loiz.
Dia langsung mengenakan kembali tudung jubahnya. Sebelum pergi, dia sempat melihat ke arah Sidra dan Camilo secara bergantian sebelum kemudian bergerak cepat keluar dari gubuk dan naik ke atas kudanya.
Tugasnya untuk memastikan Sidra baik-baik saja sudah selesai. Sekarang dia harus segera kembali ke sisi Kaisar karena akan sangat sulit bagi Kaisar yang akan menerima banyak tekanan menjelang upacara tingkat satu yang akan dilakukan oleh Putra Mahkota.
__