Rasa Sakit

1104 Kata
Najma berdiri kaku di depan gerbang rumahnya. Mobil yang mengantarkannya sampai rumah, baru beberapa detik berlalu pergi. Tapi 'nyawa' Najma seperti tertinggal di kantor. Lebih tepatnya, kamar bossnya. Sesak, takut dan gemetar yang dia rasakan tidak seberapa dahsyat dari rasa aneh yang kini masih membelenggunya. Rasa asing yang tiba-tiba hadir saat tubuhnya dibelai setiap incinya dengan jemari-jemari besar yang kokoh itu dan juga lidah basah itu. Aku ternoda! Batin Najma meraung tak terima. Suasana sekitar sudah sepi dan mobil kakek juga sudah ada di garasi. Ditandai dengan tertutupnya pintu garasi. Bagaimana jika kakek bertanya. Apa yang harus dia katakan? Berzina dengan boss di kantor? Oh ... Najma benar-benar cari diasahkan golok kalau dia menjawab seperti itu. "Lo ngapain deh ngelamun di deket gerbang malem-malem? Mau saingan sama Mbak kunti? Sayang, rambut lo pendek." Dela mengagetkannya dengan dua kantung plastik di tangan. Sepertinya Dela akan membuang sampah. "Masuk aja, kakek lagi kerumah Pak Jefri, ada pengajian buat syukuran kelahiran cucu Pak Jefri. Denger-denger kakek udah narget gulai kambing malam ini." Dela menjelaskan karena seperti gadis itu tahu kekhawatiran Najma. Syukurlah ... kakeknya yang sangat tergila-gila dengan daging kambing itu nggak ada di rumah. "Lo darimana deh, malem banget pulangnya." Dela sudah memasuki kamar Najma, saat Najma baru selesai berganti baju. Dia sudah mandi di kantor tadi. Ingatkan dia jika bossnya yang tampan itu yang memandikan dia. Tentu saja bonus modus pada aset Najma. Mau memberontak, tapi .... Enak! Yakin enak banget dimodusin gitu. Jadi pengen lagi. Duh. Otak kamu Najma. "Kenapa sekarang lo malah geleng-geleng?" Dela semakin penasaran. Huh? Oh ... tanpa sadar Najma geleng-geleng. "Nggak. Tadi gue lembur." Iya. Lembur sama boss. Rasanya masih kerasa panas dinginnya. Merinding juga. "Oh." Dela kembali memfokuskan matanya pada layar laptop. "Lo liat apa sih?" Temannya itu asik membuka laptop Najma dan mengotak-atiknya. Dengan penasaran, Najma duduk di dekat Dela. "Ini, gue mau nyoba beli." Najma yang penasaran pun menoleh pada layar. Ada gambar-gambar sebuah alat warna-warni panjang yang ...yang ... yang ... bentuknya seperti .... Punya boss!! "Kyaaaaaa!! itu apa?" Najma sontak berdiri dan memandang horor gambar-gambar itu. "Ini namanya vibrator. Yang dulu Sasa pakai pas kita nginep di rumahnya. Ingatkan?" "Kok bentuknya kayak gitu? Kayak ... kayakkk ...." "I know." "Kok ... Kok ...." "Betok ... betok," balas Dela sarkas. "Kak-kok, kak-kok dari tadi. Kayak ayam mau bertelur aja lo." Najma duduk lagi dengan hati-hati. Dia begitu syok melihat gambar itu. "Mau buat apa?" "Buat gue lah. Kata Sasa, rasanya enak." "Kan lo masih perawan, Sasa nggak, Bego!" "Ya siapa tahu nggak sampai hilang perawan. Lagian gue penasaran banget rasanya. Katanya enak. Kan gue nggak punya pacar." "Suami, Del. Buat suami." Najma memperhatikan bentuk-bentuk alat di layar laptop lebih saksama. "Kayaknya besaran punya Boss gue, eh?!" Najma kelepasan bicara. Dila memicing dan meneliti wajah Najma. Apa tadi dia bilang? Boss? "NAJMAAA!! APA YANG UDAH LO LAKUIN SAMA BOSS LO SAMPAI LO TAHU PUNYA BOSS LO?!!" Najma berjanji akan memukul mulutnya yang lancang sudah keceplosan ini. Sahabatnya menjadi curiga gara-gara kata yang terpeleset dari mulutnya. "Nggak ada apa-apa," jawab Najma cepat. Dela mana mungkin percaya kan? Dia meletakkan laptop yang tadi berada di pangkuannya ke atas kasur dan mulai fokus pada Najma. "Jangan bilang lo ada hubungan spesial sama boss. Bukannya lo bilang boss lo udah berkeluarga? Lo mau jadi pelakor?" "Bukan gitu. Tadi itu nggak sengaja ... eh?" Najma menepu-nepuk bibirnya yang keceplosan lagi dengan telapak tangannya. Dela semakin yakin ada sesuatu antara Najma dan Bossnya di kantor. "Oke, Fine! Tadi itu ...." mengalirkan cerita dari Najma. Flash back "Karena kamu sudah melihat, kamu harus tanggung jawab." Suara serak Arkan terdengar menakutkan bagi Najma. Dia semakin bergetar dan berdo'a. Rasanya jantungnya terasa akan copot saat dia merasakan jari jemari besar dan kokoh itu mulai bergerilya dan mulai membuka kancing blazer dan kemeja Najma. "Ja-jangan, Pak. Sa-saya masih polos. Masih perawan." "Bagus dong." "Nanti suami masa depan saya saya kecewa." "Dia nggak bakal kecewa." "Pasti kecewa." "Nggak mungkin." "Kok bapak ngeyel sih?" "Kamu juga ngeyel." "Kan bapak duluan yang mulai!" Keberanian Najma sudah pulih. "Kamu dong. Kamu yang masuk ruangan saya nggak permisi dulu." Arkan merasa nafsunya mulai surut karena sibuk berdebat. "Saya sudah memberi salam, saya juga sudah mengetuk pintu, tapi Bapak mana dengar kalau Bapak lagi sibuk nonton bokep." "Huh? Kamu berani mengejek saya?!" "Mana saya berani, saya itu kan bawahan. Saya mah sadar diri nggak kayak bapak." "Memangnya saya kenapa?" "Bapak itu nggak inget umur. Kan bapak sudah tua." "O ... sudah tua? Ayo kita buktikan." Setelahnya, Arkan menggendong tubuh gadisnya dan membawanya ke kamar mandi. Flash back off "Yakin cuma segitu?" "Iya." "Cuma mandi bareng?" "Iya." "Nggak mungkin. Cowok mana mungkin tahan liat cewek telanjang dan menurut cerita lo, boss lo, mau sama lo." "Mau?" "Iya. Kalau nggak mau, dia pasti marah-marah karena lo liat dia lagi nidurin senjatanya. Tapi yang ada dia malah bawa lo ke kamar." "Dia suka sama gue?" "Ya nggak tahu juga, mungkin tertarik buat have fun aja, atau jadiin lo simpenan." "Ogah." "Mimpi jangan ketinggian dong. Lo sendiri yang bilang, lo rakyat jelata," ucap Dila lagi. "Lo yakin yang ternoda cuma tangan lo?" Wajah Najma memerah mengingat adegan panas di kamar mandi. "Kok gue curiga, ya?" Secepatnya Dila beranjak dan memaksa Najma melepas blazer dan kemeja. Dila menjatuhkan rahangnya melihat hasil karya boss temannya di tubuh temannya itu. Dengan marah Dila menggoyangkan kedua pundak Najma dengan kedua tangannya yang ada di atas pundak itu. "Bilang. Bilang lo masih perawan!" "Gu-gue masih perawan kok." "Bohong." "Bener, selaput dara gue masih ada. Tapi ... tubuh gue yang lain udah nggak perawan ... huaaaaa!!" *** Arkan bahagia. Sepertinya hubungannya dengan Najma akan mudah. Najma itu polos sekali. Meski Arkan kesulitan menahan diri seperti yang dia janjikan pada kakek, tapi paling tidak Najma sudah tahu kalau Arkan tertarik padanya. Ah ... andai Kakek tidak mengajukan syarat sialan itu, sudah belah duren dia kemarin. Tapi perkataan Kakek ada benarnya juga. Arkan harus membuat Najma merasa nyaman dan percaya pada Arkan terlebih dahulu sebelum membuat Najma jatuh cinta. Walaupun sebenarnya Arkan juga tidak yakin apakah dia bisa bersabar lagi. Usianya kini sudah tidak muda lagi dan jika dia nanti butuh waktu lama untuk membuat Najma jatuh cinta padanya, kira-kira umur berapa dia nanti punya anak? Anak? Mengingat hal satu itu, Arkan terdiam cukup lama. Mengamati kesibukan malam ibu kota. Ada rasa sakit yang tiba-tiba datang setiap mengingat bagaimana dia harus kehilangan anaknya. Mungkin kata saja tak cukup bagaimana menggambarkan perasaan kala itu. Siapa yang tidak sakit? Sakitnya kehilangan, Arkan merasa dia tidak akan terbiasa dengan rasa sakit itu. Karena penawar rasa sakit itu begitu mahal dan langka. Bahkan beberapa orang tidak beruntung mendapatkannya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN