Mantan suami

1108 Kata
"Innalillahi!!" "Kok innalillahi?" Najma mengernyit bingung. Apanya yang salah? "Ya kan lo dapat musibah." "Del. Gue serius." "Lha gue dua rius. Lo sadar nggak sih, boss lo tuh cuma manfaatin lo doang. Jangan sampai lo dijadiin pacar atau istri simpenan. Makan ati." Dela mengelus d**a dan perut sambil terus berucap 'amit-amit jabang bayi' seakan mantra itu ampuh menghindarkannya dari sial dan segala macamnya. Najma mencibir, "Kaya lo udah pernah aja." "Orang dibilangin juga. Kan ini bentuk perhatian gue sebagai sahabat. Namanya jaman sekarang itu semuanya udah edan. Om-om perut buncit asal ada duit juga banyak yang mau. Heran, itu realistis atau kepepet." Dela mengomel sendiri. "Apalagi yang cakep. Pasti udah punya anak istri dan lagi nyari simpan." "Tapi boss gue itu cakep, keren, wangi, hot, ganteng, kaya ... nggak ada yang kaya gitu lagi. Susah nolaknya." Wajah Dela berubah datar. "Lo gila." "Del." "Abis gue sebel sama lo. Lo jadi cewek yang mahal dikit dong." Gadis itu menutup halaman web dan membuka aplikasi untuk menonton drama Korea. "Misal?" Dela berpikir sejenak. "Lo minta BMW baru atau apartemen mewah gitu kalau dia mau grepe-grepe. Atau bisa juga lo minta saham perusahaan biar hidup lo tetap sejahtera meskipun nanti lo dibuang ke jalan." "Itu namanya matre, Del." "Kan untung. Daripada lo pasrah nggak dapat apa-apa." Benar juga sih. "Ah ... pusing. Gue mau tidur. Sana gih keluar." Dela melirik malas pada sahabatnya ini. Dia kan mau mengajak Najma nonton Drakor, kok dia diusir? Alamat nanti dia harus melihat Drakor sendirian. Padahal dia tidak berani karena Drakor yang akan dia tonton tentang vampir. Nama sepi lagi rumah. Kan serem. Dela dengan memberengut menggoyangkan tubuh Najma yang sudah terbujur dengan selimut yang menutupi hampir seluruh tubuhnya mirip kepompong. "Nonton yuk, Ma." "Ogah, udah malem. Besok gue kan kerja." Najma memejamkan mata meninggalkan Dela yang mengumpat kesal seorang diri. *** Siang hari Najma sudah memandangi layar komputer di meja kerjanya. Tidak ada pekerjaan yang bisa dia kerjakan. Biasanya pekerjaannya menumpuk di atas meja hingga dia kesulitan menyelesaikannya dalam satu hari. Tapi hari ini entah ada apa, mejanya bersih tak ada selembar kertas pun yang mampir di mejanya. Waktu dia bertanya pada Pak Derrian, sekertaris bossnya itu menjawab acuh tanpa mau repot menatap Najma. Akibatnya kini Najma mengantuk berat. Dia melipat sikunya di atas meja dan meletakkan kepala di atas lipatan sikunya, tak lama kedua matanya sudah terpejam rapat. *** Arkan terkekeh melihat kelakuan Najma seharian ini melalui CCTV yang terhubung di laptopnya. Baginya tingkah gadis itu sangat menggemaskan. Mengoceh hingga bisa mengganggu seorang Derrian yang kaku. mencoret-coret kertas entah menggambar apa dan juga berjalan-jalan di sekitar meja Derrian. Begitu juga saat ini. Gadis itu terlihat tertidur dengan tenang di mejanya. Pasti nanti badannya akan sakit jika dia tidur seperti itu terus, pikir Arkan. Arkan beranjak dari kursi dan keluar dari ruangannya. Tiba di depan meja Najma, Arkan merapikan helai rambut yang menutupi wajah cantik itu. "Boss, sebaiknya meja nyonya dipindahkan ke dalam ruangan anda Boss. Nyonya sangat mengganggu." Arkan kembali terkekeh mendengar gerutuan Derrian. "Maklumi saja dia, Derrian. Dia baru dua puluh dua tahun. Mengenai usulmu, akan kupertimbangkan," ucap Arkan yang kemudian mengangkat tubuh Najma yang tertidur dalam gendongannya. Gadis itu masih setia menutup mata padahal Arkan sudah meletakkannya di atas ranjang yang ada di ruang pribadinya. "Cantik," bisik Arkan dengan senyumnya. Wajah damai Najma membuatnya betah berlama-lama menikmati. "Kamu milikku, bintangku." *** Braak! Sebuah lap terlempar ke dalam sebuah baskom. Namun karena kencangnya lemparan, baskom berisi sedikit air itu ikut ikut berguling dan terjatuh dari atas meja. Menciptakan cipratan air yang kemudian menggenang di lantai. "Aduuuh! Nyusahin aja. Pakai jatuh lagi ini baskom," gerutu wanita itu. "Mas kenapa nyusahin aku. Kalau mau mati, ya langsung mati aja. Nggak usah nyusahin yang hidup. Mas tahu kan kalau obat sekarang itu mahal. Apa-apa mahal. Belum lagi biaya sekolah Wulan." Wanita itu terus menggerutu tak ikhlas dengan keadaan hidupnya. Di dekatnya ada ranjang yang dihuni lelaki. Namun ada yang salah dengan lelaki itu. Dia tidak bergerak, dia tidak bicara. Hanya matanya yang kadang mengedip berkaca-kaca. "Kalau begini siapa yang susah? Aku harus jadi babysitter orang stroke. Padahal aku nikah sama Mas biar hidupku makmur. Eh ... malah Mas sekarang juga bikin susah." Wanita itu terus menggerutu meski tangannya akhirnya membersihkan kekacauan akibat lemparan lap tadi. Lap yang dia gunakan untuk menyeka tubuh suaminya yang mengalami stroke sejak setahun yang lalu. Pembengkakan pembuluh darah di otak penyebabnya. "Percuma juga aku ngomel. Mas nggak bakal bisa bangun." Dewi beranjak dan keluar dari kamar pengap itu. Rumah yang dia tempati adalah rumah suaminya. Mereka sejak menikah memang tinggal di kota sesuai ajakan suaminya. Merajut mimpi indah. Tapi layaknya sebuah roda kehidupan, kini bukan indah yang mereka gapai namun sebuah musibah. Dengan keadaan kesal, Dewi menjatuhkan tubuhnya di sofa dan mulai menyala televisi. Sebenarnya dia lelah hidup seperti ini tapi dia tidak juga mendapat jalan keluar dari hidupnya yang menyedihkan. "Ah ... berita lagi. Dimana-mana berita korupsi, politik, ganti presiden, tetap yang lama. Nggak ada gitu berita sembako gratis satu milyar buat rakyat. Nggak ada juga film bagus yang menghibur." Dewi terus mengoceh melihat tayangan televisi yang itu-itu saja setiap hari. "Ya ... berita kali ini datang dari DeltaFood. Perusahaan yang bergerak di bidang makanan instan dan kebutuhan rumah tangga ini mengirimkan bantuan ke daerah bencana dengan menggelontorkan dana yang tidak tanggung-tanggung. Sebesar tiga milyar rupiah di bawa dalam bentuk makanan dan kebutuhan pangan." "Arkan Setiawan selaku presiden direktur perusahaan DeltaFood menyebutkan bahwa sebenarnya saat ini DeltaFood sedang meluncurkan produk baru yaitu Mie instant cup yang rencananya menggelar even besar di Jakarta. Pihaknya juga menambahkan bahwa tidak mungkin dirinya mengadakan even besar di Jakarta sedangkan di bagian lain banyak saudara kita yang membutuhkan uluran tangan kita." Scene berpindah pada tempat berbeda di mana sosok Arkan Setiawan nampak memberi santunan pada korban bencana bersama orang-orangnya. Dewi yang melihat sosok itu melotot tak percaya. Namun berapa kali pun dia meyakinkan matanya pada sosok itu, mata itu benar-benar menampilkan sosok yang sudah dia tinggalkan dulu. Mantan suaminya. Ditambah dengan tulisan yang berada dibawah layar membuat dia bertambah yakin. Presdir DeltaFood Arkan Setiawan. Bagaikan mendapatkan sebuah pencerahan hidup, Dewi tersenyum lebar. Dia bisa bebas dari penderitaan ini. Apa yang dia tidak bisa lakukan? Dia akan mencari tahu kehidupan mantan suaminya. Bagaimana bisa lelaki miskin itu sekarang menjadi seorang Presdir perusahaan besar? "Ma, Wulan pulang. Ini pesanan Mama." Anaknya dengan suaminya yang sekarang baru pulang sekolah. Gadis itu membawa beberapa bungkus mie instant yang tadi dia pesan untuk makan malam mereka. Teringat Arkan, Dewi segera meraih kantung plastik yang dibawa anaknya. DeltaFood. Merek itu tertera nyata di depan matanya. Mie yang sering dia konsumsi nyatanya adalah buatan perusahaan sang mantan suami. Bagaimana bisa? ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN