bc

The Sweet Angel of Death

book_age18+
714
IKUTI
3.0K
BACA
murder
dark
arrogant
goodgirl
independent
brave
tragedy
mystery
betrayal
secrets
like
intro-logo
Uraian

Kenzano Altar Bagaskara, laki-laki berusia dua puluh tahun dan paling ditakuti di seluruh penjuru kampus. Dia dijuluki si Malaikat Kematian oleh semua orang yang mengenalnya. Tatapan matanya selalu tajam dan dingin, diikuti dengan seringaian misteriusnya. Memiliki banyak musuh yang menginginkan kejatuhan dan kematiannya. Hidupnya mendadak memiliki satu tujuan: Melindungi Keisha Anastasya, si gadis misterius yang selalu menutup diri dari dari sekitar sekaligus menjadikan gadis itu miliknya.

chap-preview
Pratinjau gratis
Chapter 1
Mobil Jeep hitam itu melesat bak anak panah yang dilepaskan dari busurnya. Begitu cepat dan terlihat sangat mengerikan. Jalanan yang dilaluinya nampak sepi karena jarum jam memang sudah mengarah pada angka satu dini hari. Di belakang, tiga motor Ninja mengejarnya dengan kecepatan yang hampir sama. Salah satu dari ketiga motor Ninja tersebut bahkan sudah berhasil mengejar Jeep hitam di depan mereka dan menoleh untuk melihat si pengendara. Baru saja si pengendara Jeep hendak menambah kecepatan mobilnya lagi, terdengar suara pecahan kaca yang berasal dari jendela di sampingnya. Rupanya, si pengendara motor Ninja yang sudah berhasil menyejajarkan kendaraan mereka langsung bergerak cepat dengan cara memukul kaca jendela mobil tersebut dengan menggunakan pemukul bisbol yang dia bawa. Si pengendara Jeep mengumpat keras dan langsung banting setir. Alhasil, mobil tersebut oleng dan menabrak sebuah pohon besar yang berada di sisi jalan. Tiga motor Ninja yang sejak awal mengikutinya langsung berhenti dan ketiga pria berwajah sangar serta bertubuh kekar turun dari masing-masing kendaraan. Mereka memukul-mukulkan pemukul bisbol tersebut ke telapak tangan kiri sambil menyeringai. Seringai yang begitu menakutkan.             Si pengendara Jeep turun dan berkacak pinggang. Kepalanya tertunduk dan dia menarik napas panjang. Digelengkannya kepala, lantas dia mendengus. Tinggi tubuhnya mungkin berkisar antara 170 sampai 175 senti. Rambutnya lebat hingga mencapai tengkuk namun belum bisa dikategorikan sebagai gondrong. Kaus biru laut berlengan panjang itu melekat pas di tubuhnya hingga mencetak jelas otot-ototnya. Ketika cowok itu mengangkat kepalanya, nampak kacamata bertengger manis di kedua matanya. Bola matanya berubah keemasan akibat cahaya lampu jalan yang mengarah langsung ke tubuhnya dari atas kepala. Sekali lagi, cowok itu menarik napas panjang, kemudian menoleh ke arah Jeepnya yang ringsek pada bagian depan dan mengeluarkan asap, lantas kembali mendengus. Tatapannya berubah tajam dan dingin ketika menatap langsung ke arah tiga pria yang berdiri tak jauh di depannya itu.             “Lo tau nggak, kalau mobil ini harganya mahal banget?” tanya cowok itu dengan intonasi suara yang menyeramkan. Rendah dan berbahaya, perpaduan yang begitu menakutkan. Tapi, ketiga pria di depannya itu malah terkekeh geli dan mengacungkan pemukul bisbol mereka ke udara. Tepatnya ke depan cowok berkacamata tadi.             “Lo pikir kita peduli sama harga mobil jelek lo itu, hah?!” seru salah satu dari ketiga pria tersebut.             “Mobil jelek kata lo?” ulang si cowok berkacamata dan kembali mendengus. Kedua tangannya yang sejak tadi berada di pinggang, kini beralih ke depan d**a. “Motor lo semua yang jelek! Mau cari mati sama gue, ya? Lo semua nggak tau gue siapa?!”             Lagi, ketiga pria tersebut terkekeh yang kemudian berlanjut dengan tawa keras. Tawa mengejek. Namun, cowok berkacamata itu sama sekali tidak terintimidasi. Dia masih saja mempertahankan tatapan tajamnya itu, meneliti ketiga musuhnya, mempelajari medan pertarungan serta menguliti lawan-lawannya.             “Lo cuma anak ingusan b******k yang kepengin cari mati sama kita bertiga karena sudah ikut campur dengan kesenangan yang kita bertiga bikin waktu di kelab malam tadi! Dasar b******n tengil!” seru pria yang tadi memukul kaca jendela mobil Jeep tersebut.             Cowok berkacamata itu menaikkan satu alisnya, kemudian melengkungkan bibirnya ke sudut kiri atas. Membentuk seulas senyum yang terkesan angkuh juga menakutkan. Ketiga pria tersebut saling tatap dan kembali memusatkan perhatiannya pada cowok berkacamata itu.             “Kesenangan kalian kata lo?” tanyanya dengan nada mengejek. “Gue nggak melihat adanya kesenangan. Yang gue liat, seorang cewek begitu ketakutan akibat ulah lo bertiga yang udah mengganggu ketenangannya! Apa bahkan lo bertiga nggak bisa ngeliat raut wajah ketakutan yang ditampakkan cewek itu? Hmm?”             “Terus, masalahnya sama lo apa?! Harusnya, lo belagak buta dan nggak tau sama kejadian barusan!”             “Belagak buta? Not my style. Gue muak sama orang-orang macam kalian yang cuma bisa mengganggu masyarakat. Dan, biar gue kasih tau kalian satu hal mengenai gue.” Cowok berkacamata itu mengambil sebuah batu berukuran besar yang tergeletak di dekat kakinya, lantas melempar batu tersebut hingga mengenai lutut salah satu dari ketiga pria menyeramkan di depannya. Pria tersebut mengerang keras dan jatuh terduduk. Darah segar mengalir di sana, begitu deras seperti hujan yang turun membasahi bumi. Senyum sinis cowok berkacamata itu terlihat sangat dingin sekarang, pun dengan sorot tajam kedua matanya yang bisa memberikan kesan bahwa dia sanggup membunuh ketiga orang tersebut hanya dengan satu kali pertarungan. “Orang-orang biasa memanggil gue dengan sebutan... the angel of death. Malaikat kematian.”             Dan semuanya menjadi kacau balau.             Memang, jika dihitung berdasarkan jumlah, cowok berkacamata itu jelas kalah. Tiga lawan satu. Sudah begitu, dia tidak memiliki senjata apa pun, sementara tiga lawannya memegang pemukul bisbol. Namun, dengan ajaibnya, dia bisa keluar sebagai pemenang. Tiga lawannya tergeletak mengenaskan di aspal, sementara dia masih berdiri tegak menentang angin walau sudut bibir dan hidungnya mengeluarkan darah. Rasa sakit pada punggungnya akibat hantaman pemukul bisbol itu pun diabaikan olehnya. Dia mengeluarkan ponsel dari saku celana jeans dan memaki pelan lantaran baterai ponselnya habis. Sambil mengumpat dan meludah saat melihat tiga lawannya tidak sadarkan diri, dia berjalan tertatih untuk mencari taksi dan terpaksa meninggalkan mobil kesayangannya di sana. Biarlah, yang terpenting dia sudah mengunci semua pintu mobil dan dia akan mengurusnya pagi nanti bersama sohibnya. ### Matahari yang masuk melalui celah jendela membuatnya mengerang pelan dan mendesis ketika merasakan perih menjalar pada sudut bibirnya. Kedua matanya kini terbuka sempurna, setelah sebelumnya dia harus menyipitkan mata untuk beradaptasi dengan cahaya matahari tersebut. Kepala dan punggungnya sakit bukan main, namun dia berusaha untuk menahannya. Ketika tubuhnya sudah bersandar pada kepala tempat tidur, dia berdecak dan mengusap bibirnya pelan.             b******k!             Boleh juga pukulan dari ketiga preman budukan semalam. Dia sudah bisa menduga jika luka ini pastinya akan membiru. Entah apa yang sudah merasukinya semalam. Sebelum ini, dia tidak pernah ikut campur dengan urusan orang lain. Hanya saja, begitu tadi malam dia melihat ketiga preman budukan itu mengganggu seorang cewek di kelab malam yang dia kunjungi, dia menjadi kesal dan emosi. Tahu-tahu saja, dia sudah mendatangi mereka dan memukul ketiga pria tersebut. Tidak disangka, kepergiannya dari kelab malam itu tidak berjalan mulus. Ketiga pria yang dihajarnya itu mengikutinya dan mencegatnya di jalan sepi.             Sayang, mereka salah memilih teman bermain.             Mereka tidak tahu dengan siapa mereka berhadapan. Kenzano Altar Bagaskara. Si malaikat kematian, itulah julukan yang diterimanya di kampus. Tatapan matanya yang tajam sanggup membuat siapa saja mundur ketakutan dan memilih untuk tidak mencari masalah dengannya jika masih ingin hidup di dunia lebih lama lagi. Senyuman dinginnya yang menyerupai seringaian sanggup membuat lawan bicaranya membeku di tempat. Dia memiliki banyak musuh. Musuh yang begitu ambisius untuk menghabisi nyawanya. Namun, Kenzano sama sekali tidak gentar maupun takut. Dia justru menantang semua musuhnya. Lihat saja sekarang, dia masih bisa bernapas walau selalu dikelilingi bahaya. Mungkin, itulah sebabnya dia dijuluki si malaikat kematian. Dia sanggup membuat musuh-musuhnya menghadap raja neraka lebih dulu daripada dirinya.             “Kenzano! Lo tuh, ya, selalu datang ke sini kalau lagi ada masalah! Bangun lo dan cepet enyah dari kamar gue!”             Hanya ada satu manusia yang berani menentangnya, marah-marah padanya dan mengomelinya seperti ini. Virginia Evelyn. Saudara sepupunya yang seumuran dengannya. Sejak dulu, hanya Eve yang berani berteman dan mengobrol dengannya. Hanya Eve satu-satunya anggota keluarganya yang mau mengajaknya berbicara. Semua saudaranya juga Tante dan Omnya, tidak ada yang berani mendekatinya. Orang tuanya? Jangan tanya di mana orang tuanya, karena Kenzano sendiri tidak tahu. Yang dia tahu, dia hidup di rumah besarnya sendirian. Bersama dengan dua orang pembantu, dua orang supir dan dua orang penjaga rumah. Waktu kecil, Kenzano selalu menanyakan keberadaan orang tuanya, namun semua orang selalu menjawab jika kedua orang tuanya sedang berada di luar negeri untuk bekerja.             Yeah, right... bekerja di luar negeri? Mungkin yang benar meninggalkannya sendirian di Indonesia. Kenzano bahkan tidak pernah menerima telepon dari kedua orang tuanya selama ini. Meski begitu, Kenzano selalu diberikan uang setiap bulannya melalui Om dan Tantenya yang paling dekat dengannya, alias kedua orang tua Eve.             “Berisik, Eve... masih pagi. Nggak usah cerewet macam burung yang mau bertelur gitu, deh!” gerutu Kenzano sambil mengacak rambutnya dan turun dari tempat tidur. Dia berjalan ke arah kamar mandi dan Eve bisa mendengar suara air mengalir dari westafel kamar mandinya.             “Lagian, lo jam dua udah bertamu aja ke rumah gue! Dengan muka dan penampilan yang kacau banget gitu. Habis ngapain, sih?”             “Nyabut nyawa orang!” Kenzano keluar dari kamar mandi lantas menatap Evelyn dengan tatapan kesal. Cowok itu kemudian mengelap wajahnya dengan handuk kecil, lalu memakai kacamatanya. “Mana orang tua lo?”             “Kerja.” Evelyn menunjuk nampan yang tadi dia bawa dan ditaruh di atas meja, di samping tempat tidur. “Sarapan, tuh.”             Kenzano hanya menggumam tidak jelas sebelum kemudian mengambil setangkup roti tawar yang sudah dibubuhi selai strawberry. Evelyn memang tahu jika Kenzano sangat menyukai selai berwarna merah tua tersebut.             “Lo nggak ke kampus?” tanya Kenzano sambil menjatuhkan tubuhnya di dekat Evelyn. Cewek berambut pendek sebahu itu mengangkat bahu tak acuh sambil memusatkan perhatian pada layar ponselnya.             “Males. Lo?”             “Bentar lagi gue ke sana. Ada urusan sama Geo.” Kenzano membersihkan mulutnya dengan menggunakan punggung tangan, lantas bangkit berdiri. Dia mengambil jaket levisnya, lalu mencium pipi Evelyn dan diakhiri dengan mengacak rambut cewek itu. “Gue berangkat. Pinjam mobil bokap lo, ya!”             Mengabaikan teriakan Evelyn, Kenzano berlari menuruni tangga, meraih kunci yang tergantung di dinding lantas pergi dengan menggunakan sedan milik Omnya tersebut. ### Pelataran parkir kampusnya sudah penuh, membuat Kenzano berdecak jengkel dan terpaksa memarkir mobil Omnya di dekat pohon besar di samping gerbang kampus. Cowok itu menatap wajahnya dari kaca spion tengah kemudian menarik napas panjang. Luka di wajahnya benar-benar sudah membiru sekarang. Dia harus mencari Geo untuk meminta bantuan pada sahabatnya itu agar menelepon bengkel langganannya dan menjemput mobil Jeep yang terpaksa dia tinggalkan di TKP semalam. Setelah mengunci mobil, Kenzano berjalan dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana jeansnya.             Lalu... dia mendengar suara itu.             Suara yang terdengar penuh amarah. Suara yang berteriak lantang. Suara yang langsung membuat Kenzano mencari sumbernya dan menyipitkan mata kala melihat seorang cewek bertopi hijau sedang memaki-maki lima orang cowok  di pinggir jalan dekat kampusnya. Rambut cewek itu panjang bergelombang menutupi punggung. Kenzano bisa melihat kedua tangan cewek tersebut dicengkram dan dia diseret pergi menjauhi area kampus. Kenzano menghembuskan napas panjang dan memijat pelipisnya. Dengan langkah malas, dia mengikuti kelima cowok yang membawa pergi cewek tadi dengan paksa.             Di sebuah gang kecil, lima cowok itu mendorong tubuh cewek tersebut ke dinding. Mereka terkekeh geli dan bergantian menyentuh wajah cewek tersebut. Walaupun sebenarnya cewek itu ketakutan setengah mati, namun dia tetap menatap tajam dan menunjukkan wajah penuh amarahnya kepada lima orang di hadapannya.             “Dengar, ya! Gue sama sekali nggak takut sama kalian! Jangan berani dekat-dekat sama gue, kalau nggak gue bakalan teriak!” seru cewek itu.             “Teriak? Teriak kata lo? Hahaha....” Salah satu dari kelima cowok itu menjawil hidung cewek tersebut, yang langsung ditepis dengan kasar. “Silahkan aja. Dari tadi lo teriak-teriak juga nggak ada yang nolongin lo, kan?”             “Begitu?”             Suara bernada dingin itu membuat kelima cowok tersebut menoleh. Mereka menatap Kenzano yang berdiri sambil bersedekap di ujung gang. Cahaya matahari dan gelapnya gang tersebut membuat sosok Kenzano menjadi sangat menyeramkan. Belum lagi ditambah dengan tatapan tajam cowok itu juga seringaiannya yang terlihat menakutkan.             “Siapa, lo?!” tanya cowok yang tadi menjawil hidung cewek di belakang mereka.             “Gue? Malaikat kematian.” Kenzano menjawab dengan nada rendah dan berbahaya. “Apa kalian nggak tau siapa gue? Gue... Kenzano Altar Bagaskara!”             Kelima cowok itu menelan ludah susah payah. Bukannya mereka tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya, hanya saja, selama ini mereka tidak pernah bertemu muka langsung dengan Kenzano. Kenzano yang diberi julukan malaikat kematian. Dan tahu-tahu saja, hari ini, mereka mendapatkan kesempatan itu.             “Jadi,” ucap Kenzano lagi sambil menyandarkan sebelah punggungnya pada dinding di belakangnya. “Pilihannya cuma dua. Mau tetap hidup atau gue bikin menghadap raja neraka sekarang?”             Kelimanya saling tatap. Lalu, tiba-tiba saja, semuanya langsung menyerang Kenzano!             Pilihan yang konyol, tentu saja.             Kenzano menatap kelimanya dengan santai. Saat salah satu dari mereka mulai melayangkan kepalan tangannya, Kenzano menahan gerakan tersebut kemudian balas meninju wajahnya. Dua orang sekaligus kemudian datang menyerang ketika melihat teman mereka berhasil dilumpuhkan. Kenzano kembali menahan tangan orang kedua yang akan memukulnya, kemudian meninju ulu hati orang tersebut beberapa kali, sebelum kemudian menendangnya sambil berputar. Untuk orang ketiga, Kenzano menendang dadanya lalu menyikut punggungnya hingga orang tersebut terbatuk-batuk dan jatuh berlutut. Dua orang sisanya langsung berhenti di tempat dan menatap ngeri ke arah Kenzano.             “Mau lanjutin atau gimana?” tanya Kenzano dengan nada mengintimidasi. “Jujur aja, gue lagi haus darah sekarang. Gue juga laper, pengin banget makan daging tapi nggak sanggup beli karena harganya yang mahal banget. Lumayan kan, darah sama daging kalian gue santap?”             Kelimanya langsung lari saat mendengar kalimat tersebut. Melihat itu, Kenzano mendengus dan membersihkan kedua tangan serta kausnya, seolah-olah takut ada kuman mematikan di sana. Dia menatap cewek bertopi itu dengan tatapan datar sambil mengangkat satu alisnya.             “Lo nggak apa-apa?” tanya Kenzano dengan nada malas. Sungguh, dia masih merasa badannya pegal semua akibat perkelahiannya dengan tiga preman dini hari tadi dan sekarang, dia harus berkelahi lagi dengan lima orang sekaligus hanya demi menolong seorang cewek. Sebenarnya, dia kena kutukan sial darimana, sih?             “Bukan urusan lo!” dengus cewek itu, kemudian berjalan melewati Kenzano.             “Apa itu balasan untuk orang yang udah menolong lo?” tanya Kenzano dengan nada dingin. Cewek itu berhenti berjalan, lantas memutar tubuhnya sedikit agar bisa menatap Kenzano yang rupanya juga melakukan hal yang sama. “Nona kecil, sepertinya lo nggak pernah diajarin sopan santun sama keluarga lo, ya? Apa mereka nggak pernah mengajarkan lo caranya berterima kasih?”             “b******k! Apa orang tua lo juga nggak per—“             “Dan sekarang mulut mungil lo itu juga mengeluarkan sebuah makian,” potong Kenzano sambil menggelengkan kepalanya dan berdecak. “Cewek nggak tau diri.”             Cewek itu mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuh. Matanya menatap Kenzano dengan bara meletup. Dadanya naik-turun karena emosi yang tidak sanggup dibendungnya lagi. Tanpa basa-basi, cewek itu segera keluar dari gang tersebut dan bergegas menuju kampusnya.             Baru saja dia keluar dari gang itu, sebuah tarikan keras pada lengannya membuat tubuhnya berputar dan mendarat pada sesuatu yang begitu tegap. Lalu, cewek itu menyadari sebuah motor melintas dengan cepat di dekatnya. Motor itu kemungkinan besar akan menabraknya, jika saat ini dia masih berada di jalan yang hendak dilaluinya tadi. Cewek itu mendongak dan bertemu mata dengan Kenzano.             “Hati-hati,” kata Kenzano dengan nada datar. Dia melepaskan pelukannya pada cewek tersebut, kemudian pergi meninggalkannya. Baru dua langkah dia berjalan, Kenzano menoleh dan mengangkat satu alisnya. “Lo cewek yang cukup pemberani. Lo kenal siapa gue, kan? Gue Kenzano. Pasti lo tau nama itu.”             DEG!             Demi Tuhan, dia kenal siapa itu Kenzano. Cowok yang paling ditakuti diseluruh penjuru kampus.             “Lo hutang nyawa sama gue tiga kali, Nona kecil,” ucap Kenzano lagi, membuyarkan semua lamunan cewek itu. Kenzano menyeringai sinis dan menunjuk wajah cewek di hadapannya lurus-lurus. “Ingat baik-baik hal itu, Nona Keisha Anastasya.”             Dari mana Kenzano tahu namanya?    

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

For my Baby

read
256.5K
bc

Over Protective Doctor

read
484.2K
bc

MANTAN TERINDAH

read
10.0K
bc

Marry The Devil Doctor (Indonesia)

read
1.2M
bc

Sweetest Pain || Indonesia

read
77.6K
bc

Because Alana ( 21+)

read
364.3K
bc

Cici BenCi Uncle (Benar-benar Cinta)

read
204.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook