Prolog 1-2

978 Kata
2016 Di sebuah ruangan universitas yang terkesan mewah dengan arsitektur kayu yang di pahat dengan indah nyaris tanpa cela. Pria berbaju hitam dengan rompi kerja yang di kancing tarik beserta enam saku dari d**a hingga perutnya yang dipenuhi peralatan kecil dan celana yang terlihat kebesaran ke mata kaki jika tidak mengunakan sepatu kini terlihat serius mengerjakan sesuatu di ruang kerjanya. Jari dan matanya terlihat serius menggambar suatu sketsa di atas kertasnya. Matanya yang begitu teliti itu sama sekali tidak pernah berkedip sekalipun. Ia tidak mau jika konsentrasinya terganggu yang pada akhirnya membuat gambarnya buruk. Pria ini juga sedari tadi sangat kuat membungkukkan badannya untuk mengambar. Tak ada satupun makanan dan minuman yang belum tersentuh olehnya. Pria ini sangat ulet dalam melakukan pekerjaan demi mendapatkan nilai yang bagus. Tiba-tiba seorang pria masuk ke dalam tempatnya yang pada akhirnya membuyarkan konsentrasi pria itu. "Temanku, apakah kamu tidak mau pulang," panggil seorang pria sambil menepuk pundaknya. Seketika wajah pria itu memerah. Dan coba tebak, pria itu berbalik dan meremas kertas gambarnya kemudian memasukan kertas itu ke dalam mulut temannya saking stresnya. "Bukankah aku sudah bilang kepadamu Fan, jangan ganggu aku disaat aku sedang mengerjakan tugasku," ucap pria itu dengan suara yang tegas dan macho, membuat orang yang mendengarnya pasti akan langsung jatuh hati padanya. "Maaf, Rama. Aku tidak tahu kalau kamu masih sibuk mengerjakan tugasmu," ucap Fan setelah Pria itu melepaskan dirinya kemudian menunduk minta maaf. *** Rama, merupakan seorang pria yang berstatus sebagai seorang mahasiswa arsitektur yang memiliki bentuk wajah bulat, tidak terlalu tampan, alis yang tipis, bentuk hidung yang kecil, dagu belah, berlesung pipi, memiliki mata berwarna biru, tubuh yang padat dan berisi, otot yang yang kuat serta urat yang timbul dari lengan hingga ke dadanya, serta memiliki rambut sedikit gondrong dan sedikit keriting dengan ujung rambutnya sedikit berwarna pirang. Sungguh, Rama merupakan seorang pria yang menjadi primadona di universitasnya, walau dirinya memang tidak terlalu tampan tapi di mata para wanita gantengnya maksimal. Dan, katanya ia akan menjadi pewaris sah dari bengkel kayu milik ayahnya yang merupakan seorang arsitek terkenal. Dibalik sikapnya yang selalu ceria, selalu ada masalah yang menimpa dirinya. Ia ingin segera menyelesaikan kuliah dan pergi dari rumah ayahnya untuk bisa hidup mandiri supaya bebas dari kekangan ayahnya yang selalu memaksakan dirinya untuk mengikuti segala kemauan yang ayahnya minta. Itulah sebabnya, Rama tinggal bersama sahabatnya Fan. *** Rama dan Fan sedang berada di sebuah ruangan VIP di sebuah kafe universitas terbaik mereka. Fan mentraktir Rama yang sudah bekerja keras bagai kucing beranak hanya untuk menggambar sketsa rancangannya demi mengejar nilai tugas. "Fan, sepertinya untuk beberapa hari ke depan aku akan pergi meninggalkan rumahmu," ucap Rama kepada Fan yang sedang menyeruput jus tomat yang baru di pesannya. Fan kaget bukan kepalang dan hampir saja keselak minumannya sendiri. "Kenapa kau pergi meninggalkan rumahku? Apa kamu sudah tak betah tinggal di rumahku?" Fan lantas bertanya kepada temannya itu. "Bukan. Aku bukannya tak betah, tapi aku ingin hidup lebih mandiri dan tidak mau menyusahkanmu." "Apakah ini semua karena desakan ayahmu? Apakah akhir-akhir ini kalian bertengkar lagi?" ucap Fan dengan banyak pertanyaan. Rama tersenyum tipis dan memijit dahinya. "Ini tidak ada kaitannya dengan Ayahku. Aku memang berinisiatif untuk mandiri." "Terus ke mana kamu akan tinggal. Bukannya, kamu tak ada persinggahan lagi jika kamu keluar dari rumahku, apakah kamu akan menyewa rumah." "Tidak ..., justru aku sudah menyiapkan tempat yang layak untuk aku tinggali. Tempat itu adalah rumah yang aku buat sendiri. Walau tidak bagus-bagus amat, tapi aku sangat senang jika tinggal di ruang apung. Ini, jika kau tak mempercayainya," Rama menunjukan foto cetak dari kamera kecil yang sering digantung di dadanya. Fan tercengang dengan sebuah rumah apung yang ditunjuk oleh Rama. "Kamu membangun rumah ini sendirian, kapan? Wah, tidak lain-lain kamu membangun rumah apung yang indah ini. Lain kali aku akan singgah ke rumahmu." Rama tersenyum. "Tentu. Jika kau merindukanku, datang saja ke rumahku. Pintu rumahku akan selalu terbuka untukmu." Fan pun melanjutkan meminum jus tomat yang belum dihabiskannya Fan mengangguk datar dan bermain-main dengan pisang keju yang belum dimakannya. "Tentu saja, aku sudah tak sabar ingin melihat rumah apung yang kau bangun itu. Rumah apung itu entah kenapa mengingatkanku pada judul film Thailand." "Masa, sepertinya aku membangun rumah itu tidak terinspirasi dari film mana pun. Murni pemikiranku." Rama memberikan raut wajah kebingungan sambil mengaruk kepalanya yang tidak gatal. Ini merupakan kejadian yang pertama kalinya di mana ada seseorang yang mengatakan bahwa rancangan itu terinspirasi dari sebuah film. Memangnya Rama membuat rumah apung itu terinspirasi dari sebuah yang pernah ditontonnya. Tapi, setelah dipikir-pikir lebih lanjut, sepertinya memang dia pernah menonton film itu tapi dia lupa judul film apa itu. Biasanya sih, Rama menggambar rancangan itu dengan hati yang tulus dengan pikirannya sendiri. Rama pun berpikir dengan keras judul film apa yang temannya ini bicarakan. "Rama, tidak usah berpikir keras seperti itu. Aku yakin kok, rumah itu kau buat dengan hati yang tulus." "Terus, kapan kau akan segera pindah ke rumah itu," tanya Fan mengambil pisang coklat yang merupakan pesanan Rama yang belum disentuhnya itu. "Hm ... sepertinya aku akan pergi besok, sekalian malam ini aku akan membereskan semua barang-barangku di rumahmu." Fan mengganguk datar dan kemudian memakan pisang keju yang belum di sentuhnya. "Aku akan selalu merindukan segala kegilaan kita di rumahku. Terima kasih sudah menjadi teman sekamar terbaikku, kapan-kapan aku akan mengikuti jejakmu untuk membangun rumah yang indah itu," ucap Fan sambil memberi hormat kepada Rama untuk memberikan suasana santai. "Astaga, jangan merindukanku. Lagi pula kita kan setiap hari sering bertemu di kampus. Kecuali, jika aku pindah universitas baru kamu kangen terhadapku," ucap Rama sambil tertawa. Rama menghela napas secara pelan-pelan. Dilihatnya jam tangannya untuk melihat jam berapa sekarang. Rupanya jam sudah menunjukan pukul 10.40 malam. "Fan, sekarang sudah malam, tahu. Yuk, kita pulang agar aku bisa membereskan semua barang-barangku. Dari pada pulangnya kemalaman nanti kita yang repot dimarahi oleh ibu kos kita," ajak Rama kepada Fan kemudian beranjak dari kafe.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN