Tayangan di layar belum sempat mencapai separuh durasi ketika Adit sudah menghela napas panjang. Kedua tangannya bersedekap di depan d**a, dan matanya menyipit, menelaah isi video yang ditampilkan dalam format diam-diam, seperti hasil rekaman seseorang yang sengaja mengikuti dari kejauhan. Gambar tak selalu fokus—kadang goyah, kadang blur—tapi sosok yang direkam sangat jelas: Aziel. Dengan seragam putih biru SMP, dengan ransel besar yang tergantung sembarangan di salah satu bahu, dengan langkah seenaknya seperti dunia ini taman bermainnya sendiri. “Ini tadi pagi, Dit,” suara Ardan terdengar pelan tapi jelas, seperti ingin memastikan bahwa Adit bisa mencerna dengan penuh perhatian. “Bahkan sebelum lo sampe kantor. Ada yang ngerekam Aziel pas dia manggil lo ‘papa mertua’ itu.” Adit tak men

