" Besok jadi bareng kan? Sekalian datang keacaranya bareng juga ya Den. Em, enaknya kasih kado apa iya buat nikahannya Rosa sama kiki?"
Denta tengah menikmati secangkir cokelat ditemani beberapa potong kue kering yang Keira buatkan. Kini mereka semakin dekat, sedikit demi sedikit Keira juga mampu melupakan Dimas.
" Kamu masih mau ngasih kado buat orang yang udah ngefitnah kamu kalau kamu udah menikah? Aku bahkan percaya lho kalau kamu udah janda gara-gara Rosa," timpal Denta santai. Keira memberengut kesal. Yang benar saja dia sudah janda, dulu saat berpacaraan dengan Dimaspun, Dimas sungguh menjaganya layaknya berlian. Dimas bahkan tidak pernah mencium bibirnya layaknya di film-film.
" Ya gimanapun Rosa adalah sahabat aku Denta!"
" Oke, kita kasih aja tiket liburan ke bali berserta hotelnya. Mudah kan, lebih irit juga kalau kita patungan," kata Denta pelan.
Waktu berjalan sangat cepat, bagaikan sebuah peluru yang melaju cepat menembus ruang dan waktu.
Disinilah mereka, disalah satu hotel terkenal di jogja yang pemandangannya langsung mengarah kelaut. Acara pernikahan nanti malam bertema outdoor. Dan Rosa benar-benar pandai memilih tempat yang epik. Denta dan Keira memutuskan untuk satu kamar, Keira yang ngotot ingin satu kamar sementara Denta menolak mati-matian. Bahkan hingga saat ini mereka masih berdebat.
" Kei, aku ni laki ya! Laki! Ingat tuh! Gak baik lah cewek cowok satu kamar. Ntar kalau aku ngigau terus melakukan sesuatu, aku suruh tanggungjawab gitu? Ya aku jelas mau lah, lagian__"
" Setttt, diam. Kita tidur terpisah, ada ruangan didalam ruangan. Aku memiliki kunci kamarku yang berada didalam kamarmu, oke jadi tenang aja aku bakal kunci pintunya kok dan semua akan terkendali!" Kata Keira seraya membungkas mulut Denta yang terus protes.
Denta merebahkan dirinya ke ranjang, sementara Keira tengah asik melihat pemandangan dari jendela kamar hotel. Acara masih nanti malam, jadi sesore ini mereka bisa melakukan apapun yang mereka mau. Setelah kembali lagi berdebat akhirnya mereka memutuskan untuk jalan-jalan kepantai.
" Hidupku penuh perdebatan yang berujung kekalahan sunguh sanggat sial!" Kata itu selalu Denta ucapkan disepanjang jalan menuju pantai. Jarak tempat ini dengan pantai hanya berkisar 100m. Keira yang mendengar kata-kata itu hanya tersenyum geli.
" seafood? Kepiting bumbu pedas kelihatannya enak nih Den, makan yuk?"
" Oke, kita makan. Cari warung yang ramai biasanya enak kalau warungnya ramai,"
" Semuanya ramai Den. Dah dipojok sana saja sepi." Keira menarik tanggan Denta menuju sebuah warung makan sederhana yang tepatnya berada dipojok. Suasana saat ini sanggat ramai.
" Pesen apa?" Tanya Denta seraya membalik buku menu.
" Es teh manis sama kepiting masak pedas, cumi pedas, udang goreng, kamu?"
" Sama, tapi minumnya kopi pahit aja"
Pelayan itu segera pergi menuju meja belakangnya untuk mengambil pesanan karena kebetulan seseorang duduk dibelakang mereka tepat. Denta menelan ludahnya kasar, lantas segera mempersiapkan dirinya jikalau perempuan yang duduk dihadapannya menjadi meledak.
" Pesen apa neng, mas?" Tanya pelayan itu. Keira masih asik melihat ponselnya ketika suara pelayan itu tertangkap ditelingganya.
" Udang asam manis sama ikan goreng ya mas, nasi putih dan minumnya jeruk anget. Tambah cumi tinta hitam ya mas. Itu aja"
Keira mematung seketika. Suara itu, suara yang dahulu setiap hari hampir menghiasi telinganya, mengucapkan kata betapa dia mencitainya dan mendambanya. Secepat kilat Keira menjatuhkan ponselnya kemeja dan hendak berbalik kebelakang. Tapi Denta dengan cepat meraih wajah Keira agar dia tetap melihat kedepan, kearahnya. Keira menahan mati-matian air matanya. Setetes air mata bening akhirnya jatuh kepipinya.
" Kenapa mesti melihat kebelakang jika yang kau lalui adalah luka? Kenapa mesti mau dipastikan Kei?" Bisik Denta seraya masih tetap memegang wajah Keira. Keira terisak pelan, dia memejamkan matanya sesaat sebelum sebuah suara kembali masuk ketelinganya.
" Mas kan gak suka yang asem-asem, kok pesennya asem sih? Nanti lambungnya kena lagi lho?" Suara ayu nan lembut, suara yang selaras dengan wajah dan kecantikanya. Serta kata-kata yang menghancurkan segala tembok dinding yang sudah Keira buat, menghancurkan sebuah tembok rapuh dengan pondasi ringkih didalam hatinya. Membuat hatinya seketika terluka entah untuk yang keberapa kalinya.
" Katanya kamu mengidam itu, diturutin nanti kalau gak diturutin anaknya suka ngeces, gak papa nanti mas makam cuminya saja" bahkan suara Dimas sama lembutnya dengan wanita itu.
" Sakit Den!" Ucap Keira tanpa suara. Denta mengusap air mata Keira, masih memegang kedua pipi Keira yang kini basah oleh air mata.
" Tau gak posisi kita sekarang ini kalau dijadikan cover buku bagus banget lho Kei, aku yang memegang wajahmu, dan kamu yang bersedih karena kehilanganya sementara dia yang terlihat baik-baik saja dengan kepergianmu serta dia yang memegang tanggan seorang pendamping hidupnya dengan mesra. Kei, udah cukup ya bersedihnya. Masih ada aku kok, ada rosa, ada Yuri, bahkan ada Kiki. Kei sesakit apapun, harus kamu lewati. Seburuk apapun harus kamu jalani. Jangan lagi menoleh kebelakang, kamu kan udah tahu kalau itu menyakitkan. Nah bentar__" Denta bergegas pindah tempat duduk disamping Keira. Dia melingkarkan satu lengannya kepundak Keira. Keira menghapus air matanya, lalu menatap nanar ponsel didepanya.
" Enakan gak? Dipeluk cowok ganteng nih?" Gurau Denta. Keira memaksakan senyumannya. Lantas segera menganguk.
" Seengaknya ada beberapa perempuan yang iri ngelihat aku dipeluk kamu Den," Bisiknya parau. Denta mangut-mangut.
" Udah gak usah sedih, aku yang traktir. Oke?"
" Nanti kopi pahitmu untuk aku iya Den, pahit banget hidupku!"
Keheningan meliputi Denta dan Keira, tapi tidak dengan Dimas dan Anyelir. Mereka saling berpegang tangan dan membicarakan hal-hal kecil yang jelas saja bisa ditangkap oleh indra pendengaran Keira. Bersenda gurau mesra mengatakan hal-hal baik Dunia. Tanpa sadar ada luka yang dia buat semakin merana dan menderita.
" Mas, pesenan kita udah jadi belum? Kalau belum bungkus aja mas, kalau sudah iya tetep minta dibungkus mas. Boleh?" Kata Denta ketika seorang pelayan datang mengantarkan minuman mereka.
" Minumnya juga mau dibungkus mas?" Tanya pelayan itu lagi. Denta hendak menjawab tapi sudah terlebih dahulu dijawab lantang oleh Keira.
" Ndak usah mas, sini kopinya. Nah ini es teh manismu Den, makanannya tetap dibungkus iya mas!"
" Iya neng, sebentar iya,"
Dimas tersentak kaget, lantas melepaskan pegangan tangganya dan segera berdiri menghadap kebelakang. Secara sepontan dia menarik tubuh Keira hingga dia menghadap kebelakang. Suara yang dia rindukan walaupun dengan mati-matian dia menyembunyikannya dari Anyelir. Dimas berada ditempat yang sulit, dimana dia mencintai keduanya tapi sulit untuk melepas salah satunya.
" Keira?" Katanya pelan. Keira menatap Dimas dengan pandangan mata Datar. Denta yang melihat Dimas menarik keras tubuh Keira hingga dia menghadap kebelakang pun merasa tidak suka padanya.
" Apa kabar Mas Dimas, Mbak Anyelir. Lama tidak berjumpa, perut mbak udah besar saja, udah berapa bulan mbk?" Tanya Keira pelan. Dia berusaha tetap tegar dan ramah. Denta mengegam erat tangan Keira menguatkan. Anyelir hanya diam dan menunduk mengusap kecil perutnya. Dua hati yang harus tersakiti oleh keegoisan Dimas. Anyelir dan Keira. Tapi Anyelir tahu hahwa rasa sakit sunguh lebih besar di diri Keira. Karena Anyelir tahu mereka sudah mengenal hampir 7 tahun.
" Dia siapa?" Tanya Dimas gagap. Lelaki disamping Keira membuat Dimas merasa panas, gagap dan entah kenapa merasa sakit. Apa seperti ini rasa sakit yang dia torehkan dahulu kepada Keira. Rasa pahit diulu hati yang entah bagaimana menjelaskannya. Rasa kecewa, tidak puas dan merasa bahwa semua salah? Seperti apa rasa sakit yang Keira rasakan dahulu? Apakah sama seperti rasa sakit yang Dimas rasakan sekarang? Melihat gadis yang dia cintai bersama dengan lelaki lain.
" Sayang, dia siapa?" Tanya Denta pelan. Keira menoleh kesamping dan tersenyum manis.
" Dia Dimas, dan ini Mbak Anyelir istrinya. Dia teman lama aku. Aku kan udah cerita ke kamu" kata Keira.
" Bukannya Dimas yang kamu bilang itu pacar kamu yang selingkuh? Kok bisa jadi teman sih?" Bisik Denta. Sengaja dia berbisik seperti itu.
" Huss, sayang. Apaan sih! Gak baik bicara seperti itu!" Kata Keira mengikuti sebuah sandiwara yang Denta buat.
" Maaf," kata Denta. Pelayan datang dengan membawa pesanan dari Denta. Denta segera mengeluarkan uangnya dan membayar semua makananya. Sementara Dimas dan Keira masih berada dikeheningan. Anyelir hanya diam seraya melihat mereka berdua. Anyelir tahu bahwa Dimas masih mencintai Keira. Dia sungguh tahu, bahkan dikala deman dan mimpi buruknya nama Keira lah yang dia sebut. Andaikan Anyelir yang pergi apakah Dimas akan menyebut namanya ketika dia sedang demam atau mimpi buruk? Apakah dimas juga akan merindukanya?
" Ya udah iya mas, saya permisi dulu. Makanan saya sudah sampai. Mari mas, mbak__" kata Denta ramah seraya memeluk pinggang Keira. Keira tersenyum lantas segera undur diri dari hadapan mereka.
"Mas Dimas, jadi mau makan tidak?" Tanya Anyelir setelah kepergian mereka dan Dimas tidak kunjung kembali ketempatnya.
" Bungkus saja iya, kita makan di hotel nanti!"
" Baik, aku bilang kepelayan dulu iya mas, mas tunggu sini aja sekalian aku mau bayar makanannya. Mungkin sudah siap,"
Keira berjalan sempoyongan dan dia sudah tidak mampu lagi menahan apa yang sepatutnya tidak dia tahan. Air matanya tumpah, kakinya bahkan tidak kuat menopang tubuhnya sendiri. Keira memeluk tubuh Denta kuat ketika mereka sampai diparkiran. Membuat beberapa pengunjung menatapnya risih karena tidak sopan berpelukan seperti itu ditempat keramaian. Apalagi ini adalah tempat wisata yang mana banyak anak-anak juga orangtua.
" Maaf iya pak, buk, istri saya mengidam makan Rendang Hiu, tapi gak ada yang jual makannya menangis sampai misek-misek gini, aduh maaf iya pak buk.." kata Denta seraya memohon maaf pada orang-orang yang melihat mereka. Mendengar penuturan Denta membuat beberapa bapak ibuk yang ada ditempat itu tertawa geli.
" Owalah ngidam tho neng, aduh mana ngidamnya Rendang Hiu, kepiye neng, ora enek( gimana neng, tidak ada) berapa bulan tho mas hamilnya?" Tanya ibu-ibu yang mendekat dan mengeluarkan sebotol air mineral. Orang jogja memang ramah.
" Matur suwun buk, ini baru 2 bulan buk hamilnya. Ini masih mending buk, kemarin minta liburan ke Thailand katanya mau makan danging buaya pangang. Panganganya ada buk, tapi buayanya gak ada, ya maklum buk namanya hamil muda"
" Iya mas, ndak papa. Namanya juga lagi hamil. Saya ingat masnya belum menikah, kalau daging buaya disini banyak mas, tinggal dipangang saja. Nah ini buayanya salah satunya" timpal ibuk-ibuk seraya menujuk suaminya.
Keira mati-matian menahan tawa, yang benar saja? Rendang Hiu? Buaya pangang?
" Huss, ayo masuk mobil!" Bisik Keira. Dia dengan malu-malu lalu melepas pelukanya dan segera menunduk memohon maaf karena membuat tontonan yang enak dilihat.
" Mari buk, maaf iya buk. Sama makasih air mineralnya" kata Denta sebelum berajak kemobil dan pergi dari tempat itu.
Beruntung tadi dijalan dia bertemu dengan Salah satu temanya yang juga datang keacara pernikahan kiki. Denta langsung meminjam mobil mereka karena dia tahu pasti Keira tidak akan mampu berjalan walaupun hanya 100m.
" sembarangan mengidam!"
" Ya habis main peluk juga sembaranga. Itu tempat umum, gak sopan tahu! Bukan dinegara maju juga kita jadi masyarakat masih mengangap itu hal yang gak sopan dan gak patut dipertontonkan! Paham! Udah nih sedihnya?"
"Udah, ayuk bali makan, lapar!"
***