Perkumpulan

1030 Kata
"Yang membawa kematian, yang dilindungi dari kematian, yang terpilih dari tujuh keturunan. Tidak kusangka ada seseorang yang kuat membawanya." Seorang perempuan menarik ujung bibirnya, membentuk senyum asimetris yang tampak licik di wajahnya. Si Perempuan berbalik, melangkah pergi dengan senyum liciknya. Ia mengusap-usap bahunya. "Yang terkuat dan dianggap sirna, masih terikat dengan anak manusia." Gumamnya pelan.   O||O   Pelita Hapsara. Siswi tahun kedua jurusan IPA. Berita kematian akibat bunuh dirinya langsung menggemparkan sekolah. Ketika Raka baru saja kembali ke koridor, kerumunan terjadi di sekitar toilet ketika para guru masih menjaga area itu sampai yang berwajib datang. Broadcast pesan tentang rumor penyebab kematiannya menyebar di grup-grup sosial media kelas. Ada banyak yang berspekulasi, dan mengatakan bahwa ia bunuh diri karena tertekan di-bully. Selain itu, ada juga yang mengatakan bahwa ia bunuh diri karena seseorang memergoki dia berada di area p*******n dan mem-blackmail dirinya sehingga ia tidak kuat menahan rasa tertekan itu. Tidak ada yang benar-benar tahu apa penyebab kematiannya, dan dengan banyaknya spekulasi itu, semakin sulit pula untuk menemukan motif di balik kenekatannya melakukan bunuh diri. Tidak ada yang benar-benar dekat dengan Pelita, sehingga mereka pun tidak benar-benar tahu dengan latar belakang keluarga, kehidupan, atau hal-hal di sekitarnya. Bahkan untuk teman-teman sekelasnya pun, kesulitan untuk menjawab jika ditanya mengenai Pelita Hapsara. Praktis, motif kematiannya jelas meninggalkan misteri besar. Tidak ada surat bunuh diri, tidak ada peninggalan apapun yang mengindikasikan motif bunuh dirinya. Selain bunuh diri, rumor bahwa ia dibunuh tidak kalah ramai. Raka benar-benar terkejut ketika mendapati anak-anak di sekolahnya juga membicarakan itu sama serunya dengan membicarakan motif bunuh diri Pelita. Orang-orang mulai berpikir jika ada pihak-pihak di sekolah yang terlibat. Raka menghela napas, memejamkan matanya sebentar. Ia sama sekali tidak berani mendekat di antara kerumunan, bahkan meski ia melihat Rayhan yang berusaha mengkondusifkan dan beberapa teman sekelasnya yang berkerumun karena penasaran, Raka masih berdiri di posisinya, benar-benar enggan untuk kesana. Kematian Karina kemarin secara alami terlupakan, tidak ada yang menebak-nebak lagi, semuanya fokus terhadap kematian Pelita yang diduga bunuh diri atau dibunuh. Agaknya, kematian Pelita lebih seru untuk dibicarakan daripada Karina yang jatuh dari lantai tiga. Raka berjengit kaget dan menoleh. Keningnya mengernyit samar ia melongok, menyapu pandangannya pada area sekitar. "Kayak ada yang lihatin aku ya?" Tanya Raka pada dirinya sendiri. Ia tetap meneliti sekitarnya hingga beberapa detik kemudian, namun sama sekali tidak menemukan apa atau siapa yang memperhatikannya. Raka mengusap tengkuknya pelan. "Mungkin cuma perasaanku." Gumamnya pada diri sendiri. Raka bernapas lega ketika akhirnya kegiatan sekolahnya berjalan lancar—setidaknya cukup lancar. Sekolah tidak ingin memperpanjang masalah, dan menyerahkan kematian Pelita Hapsara kepada pihak yang berwajib. Apapun hasilnya, entah pembunuhan atau memang bunuh diri, sekolah akan menindaklanjuti setelah para dokter memberikan hasil. Yang aneh adalah, tidak ada keluarga yang datang untuk Pelita. Beberapa teman sekelas Pelita tidak mengetahui latar belakang keluarganya, dan satu-satunya kontak yang tertera di buku data siswa sekolah yang tertulis sebagai wali Pelita Hapsara juga tidak bisa dihubungi sama sekali. Jelas, hal ini semakin memperparah rumor bahwa ia bukanlah anak sekolah pada umumnya. Terlebih setelah rumor bahwa ia juga bekerja di tempat p*******n mencuat bersama dengan kematiannya. Raka menggaruk lehernya sejak pertama kali pelajaran berlangsung. Bagian itu terasa amat gatal, namun ketika digaruk menjadi perih. Ada kain kasa yang membungkus bekas luka cakar yang ia terima usai mimpi aneh yang terjadi semalam, dan luka itu seharusnya masih basah dan tidak terasa gatal. Namun Raka terus merasakan gatal, membuatnya nekat menggaruk melalui luar kain kasa dan menyebabkan lukanya semakin parah. "Ck, gatal banget sih—" Raka membelalakkan matanya. Ia menoleh ke samping kanan agak belakang, salah satu teman sekelas perempuannya menatapnya sekilas dan langsung memutus kontak mata mereka sedetik setelah Raka menatapnya. Raka mengernyit heran, tentu saja aneh mendapati ada teman sekelasnya yang memandanginya lekat seperti itu. Ya meski dia langsung memutus pandangannya sesaat setelah Raka balik menatapnya. Ngomong-ngomong, Raka bahkan tidak ingat siapa namanya karena Rayhan baru memberikan daftar namanya kemarin dan keadaan jelas tidak memungkinkan Raka untuk mengenal lebih jauh di antara teman-teman sekelasnya. O||O "Yang terpilih dari tujuh keturunan masih belum sadar tentang takdirnya." Suara derap langkah pelan menggema di seluruh ruangan. Seorang wanita dewasa menutup wajahnya dengan kain hitam, memakai jubah hitam dan hanya menampakkan kedua matanya. Ia melangkah pelan-pelan dan duduk pada satu-satunya kursi yang tersedia. "Sekuat apa?" Si lawan bicara mendongak. "Tidak cukup kuat jika dilihat sekilas, tetapi fakta bahwa ia terpilih dan masih hidup cukup membuktikan bahwa ia kuat atau setidaknya cukup kuat untuk melampaui kita. Sudah ratusan tahun kisah tentang itu, dan sekarang yang sebenarnya baru muncul." Suara terbahak kencang menggema dalam ruangan. "Menarik, benar-benar menarik. Tidak kusangka sosok yang diceritakan turun-temurun ternyata benar-benar ada. Lebih dari itu, dia dibawa oleh orang yang sangat tidak pernah dibayangkan. Seorang pemuda biasa." Salah seorang lelaki yang ada di sana berbicara. "Apa yang akan kita lakukan?" “Fifth, kita tidak bisa langsung melakukan sesuatu hanya dengan mengetahui hal itu. Sesungguhnya aku juga terkejut mengetahui bahwa sosok yang terkuat masih ada di zaman sekarang. Kita mungkin terlalu modern untuk menyadari hal itu.” Suara tertawa terdengar. “Tentu saja, Third. Kita terlalu modern sampai-sampai memakai kode angka dengan Bahasa Inggris sebagai panggilan kita semua.” Wanita dewasa yang duduk menatap rekan-rekannya dan kemudian menarik atensi mereka dengan tepukan tangan. “Fifth, kau akan tetap mengawasinya sampai kita mendapatkan rencana paling bagus untuk mengambil ‘Yang Terkuat’.” “Aku mengerti.” Si perempuan yang dipanggil dengan nama Fifth segera mengangguk sopan. Perkumpulan itu segera membubarkan diri usai perintah terakhir dari wanita yang dipanggil Fifth.  Ada sepuluh orang yang berkumpul dalam ruangan gelap itu, laki-laki dan perempuan, dewasa, dan remaja , namun sama-sama tidak ada yang tahu sosok yang sebenarnya karena semuanya selalu menutup wajah mereka setiap pertemuan. Satu-satunya yang membuat mereka mengenal satu sama lain hanya panggilan angka dan juga suara. Urutan mereka didasarkan pada kemampuan, dan posisi tertinggi ada pada First, seorang wanita dewasa yang paling kuat, pandai memimpin, dan ditakuti di dalam perkumpulan itu. Sebagai pemuja kekuatan, yang juga memiliki sesuatu yang spesial pada diri mereka akhirnya membawa mereka pada perkumpulan itu. Tentu saja bukan secara baik-baik mereka terbentuk. Ranking mereka ditentukan dengan kekerasan, dan sampai mereka mendapatkan ‘Yang Terkuat’ sebenarnya, posisi mereka akan terus berubah-ubah.   O||O
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN