Gabriella sengaja keluar dari ruang kerjanya di Perdon Club setelah ia yakin Raphael sudah di bawa pulang oleh Bernardo. Walau begitu ia tetap berdiri bersandar di konter dengan satu tangan. “Apa Raphael sudah pulang?” tanyanya pada Xavier yang baru saja mengambil gelas bertangkai dari atas konter dan menaruhnya di wastafel di konter kerja di balik tubuhnya.
“Sudah, Senora. Bernardo mengantarnya pulang. Dan yang kutebak kaulah yang memanggilnya.” Xavier melanjutkan mengelap gelas lain yang sudah ia cuci. Kedua pria bawahannya itu sekarang menyelip pergi setelah berkata mereka ingin mengambil stok minuman di gudang.
Gabriella memutar bola matanya. Ia mengambil duduk di kursi yang ditinggalkan Raphael. Menautkan kedua tangannya di bawah dagu. Kursi yang bisa berputar itu bergerak-gerak mengikuti pinggangnya.
“Ia tampak kesepian, Senora. Apa kau yakin keputusanmu untuk tidak pulang kembali padanya sudah tepat?”
“Bahkan kau juga, Xavier?” Gabriella mengerang pelan. “Bukan aku atau Juan yang ia inginkan masih tetap tinggal dengannya, Xavy. Andrew. Raphael hanya menginginkan Andrew.”
Setelah kepindahan Andrew – yang seharusnya sudah bisa diprediksi setelah ia diterima kuliah di SUNY fakultas Criminal Justice – Raphael yang sudah sangat menjengkelkan menambahkan dirinya sifat manja luar biasa dari biasanya. Juan - sang anak baik yang yang sempat berpikir untuk kembali ditahan oleh Gabriella. Karena ia tahu Juan hanya akan menghadapi sakit hati yang lebih parah karena bukan ia yang diharapkan Raphael untuk pulang.
“Maukah kau menceritakan bagaimana hubungan mereka sebenarnya? Karena aku tidak pernah bertemu dengan Andrew ini.” Xavy sambil mengambil gelas bertangkai lain. Menuangkan kopi sachet ke dalam gelas teko listrik mengepulkan uap panas di belakangnya.
“Andrew Kwon. Seorang Korea-Amerika. Tidak ada siapapun yang tahu apa yang sedang ia pikirkan. Kami bahkan tidak yakin apa hal yang ia suka atau tidak. Tidak seperti aku, ia dan Juan mendengarkan Raphael dengan baik. Namun ada satu hal dalam dirinya yang entah kenapa membuat Raphael sangat tertarik.” Gabriella menatap Xavier menuang air panas ke kopi. Wangi kopi tercium di udara, membuatnya mengendus-endus. “Untuk siapa itu? Apa itu untukku?”
Xavy tertawa kecil, mengangguk. Ia menyorongkan gelas itu kepada Gabriella. Wanita itu menunduk, mengendus isi gelasnya. Senyumnya mengembang. Dicecapnya minuman itu, membuat senyumannya melebar. “Dios, ini enak!”
Xavy menyeringai. “Lalu bagaimana denganmu sendiri? Apa kau cemburu dengan Si Andrew ini?”
Gabriella meneguk lagi kopinya sebelum menjawab. “Tidak juga. Tapi selama masa remaja kami kami sering...Kau tahu, berbagi kamar. Sampai tiba-tiba ia berkata ia pergi meninggalkan kami.” Gabriella mengedikkan bahunya ringan. Melanjutkan minumannya lagi.
Cerita tentang hubungan Gabriella dengan Andrew bisa ceritakan nanti. Tidak ketika Gabriella sedang menikmati kopi miliknya dan suasana hatinya sedang baik dan tidak ingin mengungkit masa lalu...
***
Andrew Kwon tidak menyangka ia akan diantar dengan mobil patroli ke tempat barunya. Duduk di jok belakang. Dipisahkan dengan jeruji pada dua polisi yang berbeda di depannya. Ia hanya bersyukur mereka tidak menghidupkan sirene mereka.
“Jadi hari pertamamu, ya? Sebelumnya kau ditugaskan di mana?” tanya polisi yang berada di balik kemudi.
“Di New Hampton.”
“Oh, ya? Jadi kau sudah lama sebagai sherif, ya? Lalu kenapa kau pindah?”
“Tidak banyak hal yang bisa dilakukan di sana selain meladeni orang-orang kaya.” Andrew sambil menatap ramainya jalanan New York keluar jendela.
Polisi yang berada dibalik kemudi itu terkekeh keras. “Jadi di sana kurang banyak memberimu kejutan, ya? Tapi tidak mungkin kau tidak pernah terlibat dalam sesuatu yang menarik juga.”
“Satu-satunya hal menarik yang saya pernah terlibat di sana, Officer. Hanya pesta minum dan obat-obatan terlarang yang melibatkan anak-anak pengusaha. Selebihnya hanya kehilangan hewan peliharaan atau pertengkaran antar- tetangga.”
“Pertengkaran antar-tetangga? Bukannya setiap halaman rumah di sana sangat luas?” sambar rekan polisinya.
“Benar sekali.”
Polisi yang dibalik kemudi terkekeh lagi. “Kau jelas punya selera humor yang bagus. Aku harap kau bisa betah di sini, ya?” katanya sambil melirik Andrew dari spion tengah.
Akhirnya mereka sampai juga di depan pintu 10th Precinct yang hanya berupa bangunan tua berdinding cokelat kusam dengan banyak polisi yang berlalu-lalang. Andrew langsung melompat turun dan menunduk di depan jendela si polisi pengemudi.
“Semoga beruntung. Mudah-mudahan kita segera bertemu lagi.” Andrew mengucapkan terimakasih lagi. Dan mobil dinas polisi itu berlalu pergi setelah memberinya suara sirene pendek dua kali.
Andrew menatap ke kiri dan ke kanan sebelum memberanikan diri masuk ke dalam gedung tersebut dan langsung menuju ke resepsionisnya.
“Maaf, officer. Nama saya Andrew Kwon. Saya diminta untuk menemui Captain Turner sejak satu jam yang lalu.”
Polisi pria berkulit hitam dengan pangkas rambut ala tentara itu yang bertugas sebagai respsionis itu menatap Andrew dari balik kacamata perseginya.
“Jeff memberitahuku soal kau. Seorang sheriff muda dari New Hampton benar?” Kemudian ia memberi isyarat di atas konter dengan tangannya. “Karena kau belum secara resmi menjadi bagian dari anggota kami. Boleh aku meminta kartu pengenalmu?”
Andrew mengangguk, mengeluarkan kartu itu dari dalam dompet dan menyerahkannya pada sang polisi. “Namaku Alec Davis, ngomong-ngomong.”
Andrew mengangguk lagi. “Officer Davis.”
“Alec saja, kalau kita hanya berdua.” Pria dengan rambut hitam hitam dengan helaian uban itu sambil menunjuk Andrew dengan penanya. Menulis sesuatu lagi sebelum melanjutkan pada komputernya. “Oke, kau boleh pergi sekarang.” Ia menyerahkan tanda pengenal bertuliskan “tamu” pada Andrew. “Lantai empat, oke?”
Andrew menjepit tanda pengenal itu dikerah kemejanya. Setelah itu Alec Davis memberinya petunjuk di mana lift berada. Andrew masuk ke lift bersama tiga pria berseragam. Tubuh mereka jelas lebih besar darinya dan menutupinya hingga ia terdorong ke sudut.
Ia ingat dulu sekali, Raphael berusaha membuat tubuhnya tubuhnya besar dan berotot, namun setelah makan entah berapa banyak minuman protein dan makanan yang ia makan. Tubuhnya tetap kecil dengan otot-otot yang melekat di tulangnya. Hasil pemeriksaan tubuhnya yang terakhir menunjukkan tubuhnya masih hanya mengandung 10 persen lemak.
Selama berada di dalam lift, Andrew memeriksa ponselnya. Ternyata Naya telah mengiriminya banyak pesan yang kurang lebih menanyakan kabarnya. Andrew hanya menjawab kalau ia masih hidup dan selamat.
Karena kalau kau tidak, berarti kau gagal menjadi polisi.
Andrew tertawa dengan jawaban itu. Ia telah mengenal Naya sejak ia kuliah di SUNY. Lalu ia pindah ke asrama selama melanjutkan pendidikanya di Police Academy. Kemudian mereka berpisah lagi selama empat tahun selama Andrew dinas di New Hampton. Dan pria itu kembali ke apartemen yang dibelinya dari uang warisan orangtuanya beberapa hari lalu. Naya dan ibunya adalah satu dari sedikit yang bukan penyewa di gedung apartemen mereka. Menyadari ia sudah melihat Naya beranjak remaja...
Oke, Andrew sekarang harus kembali pada mas sekarang.
Pintu lift terbuka. Para penghuninya berhambur keluar. Suasana bising dan sibuk menyambutnya, membuat Andrew tidak kuasa untuk mengedarkan pandangan. Suasana seperti ini jelas tidak pernah ia dapatkan di tempat kerjanya dulu. Ia maju dengan ragu-ragu sebelum bertanya kepada saah seorang polisi dengan seragam biru yang baru saja lewat.
“Oh, Cap? Ia berada di ruangannya di sana.” Pria bertubuh tinggi tegap. Seorang berdarah Native-Amerika berambut panjang sebahu menjawab Andrew antusias. “Tunggu, apa kau adalah anak baru yang ditunggu-tunggu itu?”
Andrew hanya menjawab dengan senyuman. Si pria itu tertawa sangat keras, mengulurkan tangan pada Andrew. “Namaku Bly Ahiga. Senang bertemu dengan...”
“Andrew Kwon.” Andrew menyambut jabat tangan itu dan mereka menyentaknya sekali.
Senyum Bly Ahiga menghilang sedikit. Jelas menyadari jabat tangan Andrew sama kerasnya dengannya. “Kau bisa panggil aku Bly. Dan aku bisa panggil kau Andrew, kan? Ada dari Divisi Narkotika. Kita mungkin akan banyak saling bantu.” Jabat tangan itu terlepas. “Kalau begitu semoga sukses, Andrew!”
Andrew mengawasi Bly menjauh sebelum ia melanjutkan perjalanan. Kali ini berharap ia tidak perlu berbasa-basi dengan siapa-siapa lagi sebelum ia bertemu dengan Sang Captain. Ia hanya berharap ia tidak begitu terlambat. Untungnya pintu ruangan itu tertutup. Jadi ia mendapatkan cukup waktu untuk menenangkan diri lebih dulu sebelum mengetuk. Ia mendengar sahutan dan membuka pintu.
“Andrew Kwon, benar?” Sang Captain dibalik mejanya. Andrew sudah melihat foto Sang Captain dari internet sejak semalam. Ia adalah pria berkulit hitam bertubuh sedang, berkulit putih dengan mata hijau zamrud yang sangat mencolok. Tampan dengan cara yang tidak biasa.
“Benar saya, Sir.” Andrew memberi hormat dengan kaki menyentak dan tubuh tegap. Captain Turner juga bangkit berdiri di balik meja kerjanya, membalas salam hormat Andrew. Senyum pria itu mengembang.
“Aku mendapat kabar dari 7th Precinct kalau kau membantu mereka menangkap seorang pencopet dalam perjalanan menuju ke sini. Awal yang bagus untuk memulai pekerjaan.” Captain Turner dengan senyum tipis. “Itukah alasan kau terlambat?”
“Benar, Sir.”
“Oh, kau bisa panggil aku Cap seperti yang lain.” Ia lalu memutari mejanya untuk menghampiri Andrew. Andrew agak terkejut karena Captain Turner meraih pundaknya dan membuatnya berputar. “Ayo, kuantar kau ke mejamu.”
Sekarang ia sudah diseret keluar ruangan menuju salah satu meja berjejer tanpa kubikel yang berada tepat di tengah-tengah ruangan lantai empat itu. Mereka berhenti di depan sebuah meja kosong yang bersebelahan dengan meja yang paling jorok yang pernah Andrew lihat selama ia menjadi seorang polisi. Penuh dengan gelas-gelas kopi dan bungkus kertas makanan dengan minyak. Kertas coretan sana-sini dengan tempat sampah yang sangat penuh. Ada jaket kulit yang tersampir di punggung kursi.
“Nah, seseorang yang mejanya jorok itu adalah partner-mu. Aku tidak tahu ke mana... Nah, itu dia!”
Seorang pria muncul dengan rambut basah dan kaos abu-abu berlogo New York Police dan celana training berwarna serupa. Masih ada handuk di tangannya dan ia sekarang menatap Andrew dan Captain Turner bergantian.
“Oh, tidak...” ucap pria asing itu dengan mulut melongo.
“Andrew, itu Hades Todd. Detektif yang akan menjadi partner-mu."