Sama-sama di Hina

1121 Kata
Farfalla kemudian duduk diam di belakang karena Haidar sudah tidak lagi mengajaknya bicara. Dari tempat ia duduk, ia bisa dengan puas menatap kepala belakang Alex. Ia membayangkan jika Alex adalah kekasihnya dan mereka sedang berada di dalam mobil yang sama seperti sekarang. Tidak! Farfalla meralat. Alex adalah sahabatnya, bahkan dalam lamunan saja ia tidak berani menjadikan Alex kekasih. Sekarang lamunan Farfalla beralih pada Papa Alex. “Seandainya saja aku punya papa ....” Bathinnya berkata, “Mungkin aku tidak akan merasa kurang percaya diri seperti ini.” “Seandainya aku punya papa, mungkin tidak akan ada yang akan menghina.” “Hei ... hei!” Farfalla terlonjak, Alex kini sedang melihat ke arahnya. “Lo gak dengar kalau Papa sudah memanggil lo berkali-kali,” ketus Alex. “Eh, iya. Ma-af. Ada apa?” jawab Farfalla gugup sekaligus malu karena ia sudah melamun dan membiarkan Papa Alex memanggil. “Rumah lo dimana?” ujar Alex lagi. Farfalla menyebutkan alamat rumah yang ia tempati bersama Arinee sekarang. Namun sebelum mereka menuju rumahnya, ia sudah minta di turunkan di gang masuk karena jalan menuju rumahnya hanya bisa dilalui oleh sepeda motor. Usai mengucapkan terima kasih pada Alex dan Papanya, Farfalla turun dari mobil mewah tersebut. “Lihatlah! Ibu dan anak sama saja.” “Buah tidak akan jauh jatuh dari pohon, Ibu seperti itu ... ya jelas, anaknya ngikut.” “Aku pikir ... anaknya baik, sekolah di tempat yang bagus. Eeh ... ternyata sama saja. Ck!” “Ya pasti samalah, sebelas dua belas, gituuu ....” Farfalla menatap sinis ibu-ibu yang membicarakannya, seperti biasa ia hanya bisa bungkam dan tidak mampu melawan. Baru beberapa langkah ia berjalan melewati ibu-ibu tersebut, ia dipanggil oleh seorang pria yang usianya hampir tiga puluh tahun. “Neng ... udah jadi sugar baby ya? Ntar kalau sudah gak di pakai sama Om Om itu ... sama abang ya? Abang juga ada uang kok!” Mendengar itu, Farfalla mempercepat langkahnya, ia masuk ke rumah dengan mata yang berkaca-kaca. Hatinya perih sekaligus sakit. Mau bagaimanapun ia bersikap baik, orang-orang tetap akan menganggapnya sama dengan sang mama. Jadi ... sama saja! Tidak ada gunanya ia belajar. Tidak ada gunanya ia menjadi orang yang baik karena mereka ... mereka semua menganggap dirinya sama dengan sang mama. “Falla, masuk rumah baca salam dulu,” ujar Arinee ketika melihat Farfalla masuk tanpa mengucapkan salam. Ia berjalan dengan cepat melewati Arinee dan membanting pintu kamarnya dengan kuat ketika ia sudah masuk ke kamar. Arinee mengusap dadanya, beberapa bulan terakhir ini Farfalla seringkali bersikap kasar. Sikap Farfalla itu membuat Arinee bersedih. Arinee sadar, di usia Farfalla yang sekarang ini akan ada banyak protes yang akan dilayangkan gadis itu terkait pekerjaannya. Namun, Arinee sudah tidak bisa lagi keluar dari circle dunia malam yang ia lakoni. Karena Mami Aster telah mengendalikan hidupnya. Mugkin sampai Arinee mati, ia akan tetap seperti itu atau sampai Arinee tidak memiliki pelanggann lagi baru ia akan dilempar keluar oleh Mami Aster. Kalau sekarang, Mami Aster masih memiliki kendali penuh untuk hidup Arinee. Dan sebagai orang tua, Arinee ingin Farfalla tumbuh menjadi gadis yang cantik dan di hormati. Bukan seperti dirinya yang terlanjur masuk ke lembah hitam dan tidak bisa keluar lagi. Farfalla melempar tas sekolahnya, lagi ... barang yang tidak bersalah itu menjadi korban kejengkelan hatinya. Kata-kata pria yang di ujung gang tadi kembali terngiang di telinga Farfalla. “Neng ... udah jadi sugar baby ya? Ntar kalau sudah gak di pakai sama Om Om itu ... sama abang ya? Abang juga ada uang kok!” Farfalla tersenyum sinis, “sugar baby?” gumam Farfalla. Lalu senyum Farfalla yang tadi sinis dan mengejek berubah menjadi senyum yang terkembang senang. Ada sesuatu yang Farfalla rasakan di hatinya dan ada sesuatu yang terbesit di kepala Farfalla yang ingin ia lakukan. “Masak apa, Ma?” Farfalla menyapa Arinee yang terduduk di sofa. Wanita itu tidak berpindah dari tempatnya duduk ketika Farfalla pulang tadi. Arinee merasa heran dengan Farfalla yang bertanya sambil tersenyum, sikapnya berbeda dengan sebelumnya. Arinee membalas senyum puterinya itu dengan perasaan senang dan bahagia. Mungkin karena Arinee sudah lama merindukan senyum anaknya hingga ia tidak peduli dengan hal yang membuat gadis itu berubah. “Masak ayam goreng,” jawab Arinee. Ia lalu mengikuti Farfalla yang sedang berjalan menuju dapur. * “Mama mau berangkat sekarang?” Farfalla masuk ke kamar Arinee. Mamanya itu sedang berdandan karena sebentar lagi akan keluar. “Iya,” jawab Arinee heran. Tidak biasanya Farfalla datang menghampirinya ke kamar. “Tumben kamu senang. Ada apa, La?” Arinee mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Farfalla. “Gak ada. Mau tau aja!” jawab Farfalla santai. “Sudah lama kamu tidak ramah sama Mama.” Arinee berkata dengan menunjukkan wajah serius. “Aku pengen tau, pekerjaan Mama yang sebenarnya itu seperti apa.” Farfalla duduk di pinggir ranjang, tidak jauh dari Arinee. Jaraknya hanya satu rentang tangan saja karena memang kamar Arinee tidak begitu luas. “Bukankah kamu sudah tau?” Arinee kembali ke posisinya semula, menghadap kaca dan memperbaiki riasannya. “Ingin tau lebih jauh!” “Jangan! Mama tidak ingin kamu terlalu jauh mengetahuinya. Karena mama tidak ingin membuat kamu kecewa dan terjerumus kesana,” ujar Arinee. “Aku sudah kecewa, Ma! Sangat kecewa! Mama bukan seperti yang aku harapkan. Tapi ... sekarang aku mencoba untuk tidak peduli dengan pekerjaan Mama karena memang sepertinya Mama tidak akan keluar dari lingkaran hitam itu.” Arinee terdiam mendengar ucapan Farfalla. Satu sisi hatinya tercubit mendengar perkataan putrinya dan satu sisi hatinya tersenyum karena Farfalla sudah menerima keadaannya. “Apa yang membuat kamu bisa menerima Mama?” tanya Arinee kemudian. Arinee perlu tahu alasan anaknya. “Takdir!” jawab Farfalla singkat. Arinee meremas ujung baju dengan kedua tangannya. Akankah Farfalla marah dengan takdirnya? “Mama pergi dulu.” Bergegas Arinee berdiri dan memutuskan untuk pergi agar percakapan itu tidak berlanjut. “Jadi ... apa tidak ada yang bisa Mama ceritakan?” sanggah Farfalla. “Lain waktu. Jika kamu benar-benar sudah bisa menerima mama sepenuhnya.” Farfalla memandangi punggung Arinee yang semakin menjauh, satu sudut bibirnya terangkat menyaksikan tubuh yang Arinee yang menghilang. Gadis itu tersenyum sinis melihat kepergian mamanya, mentertawakan apa yang telah dilakoni wanita itu. “Aku akan menyusul, ma! Aku ingin merasakan nikmatnya dunia yang selama ini mama geluti. Aku juga harus tahu, seberapa besar mama mencintai pekerjaan mama hingga mama tidak mau melepaskan semua itu. Dan aku ingin mama juga merasakan yang aku rasakan,” gumam Farfalla dengan tatapan nanar pada bayangan Arinee. “Aku dihina karena mama dan aku juga ingin mama merasakan hal yang sama. Dihina karena aku!” Farfalla masuk ke kamarnya, membuka lemari pakaian dan mencari pakaian terseksi yang ia punya. Malam ini Farfalla ingin menjadi kupu-kupu, kupu-kupu yang cantik seperti Arinee, mamanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN