Setelah dua temannya pulang, Regan hanya rebahan saja di depan tv sambil menonton netflix. Matanya sangat menatap bosan layar besar di depannya. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk memasak mie instan. Untung saja di kulkas masih tersisa satu telur dan di dapur ada satu bungkus indomie yang mungkin tadi lupa di masak sekalian oleh Alfan. Sebelum memasak, ia menggambil speaker untuk memutarkan lagu lagu favorit kesukaanya. Walaupun ia terbiasa di rumah sendiri, regan tetap merasa sepi. ia tidak terlalu suka keheningan seperti ini. Akhirnya untuk mengusir kesepian yang berada di rumah besarnya itu, regan akan memutar lagu lewat speaker keras keras ataupun menyalakan tv tanpa menontonnya.
Regan mulai memasak mie, lalu memotong cabe yang hanya tertinggal satu biji dan membuka bungkus indomie. Selagi menunggu airnya mendidih regan mengotak atik speakernya, mencari lagu favoritnya. Setelah ketemu, ia memutar lagu dengan sangat keras. Ia mulai memasukan mie saat airnya sudah mendidih, jika sudah mengira mienya setengah matang laki-laki itu kemudian memasukkan cabe yang telah ia potong. Setelah beberapa saat ia baru memasukkan sebutir telur lalu langsung mengaduknya sehingga mie tersebut akan berkuah kental.
Saking asyiknya memasak dan menikmati lagu favoritnya itu Regan tidak sadar, jika handphonenya sudah bergetar berkali-kali.
****
Setelah nanda pulang dari rumah vina, nanda langsung masuk ke rumah. Ia akan menyelesaikan naskahnya terlebih dahulu. Sore ini, Nanda akan berencana berolahraga sore alias jogging. Olahraga untuk melatih fisiknya dan menghindari keluarganya sih. Setelah ia tadi berenang di rumahnya vina sejujurnya dia lelah, tapi dia tetap berusaha untuk melatih kuat fisiknya. Nanda juga sudah mengirim pesan kepada dua orang om om random yang tidak sengaja dia temui saat itu.
“apa gue ikut boxing juga aja ya?” nanda berpikir ketika dia rehat mengetik, kemampuan fisiknya telah berkurang semenjak ia beristirahat dari kegiatan taekwondonya. Jika ia masuk kelas boxing dia juga bisa memperkuat kekuatan tubuh bagian atasnya bukan bagian bawahnya saja. “yaudah deh, gue nanti cari aja kelas boxing di sekitar sini yang murah.” Nanda sudah membuat keputusan.
Hari sudah sore, kini nanda sudah mengganti pakaiannya dengan pakaian jogging dan sudah memakai sepatu larinya. Dia mengikat rambutnya lalu mengambil handphoneya. Oiya dia tidak lupa mengambil sejumlah uang jika nantinya ingin membeli air minum.
Nanda keluar sore hari ketika orangtuanya belum keluar, ia berlari dengan tempo pelan. Kan namanya jogging, bukan sprint.
Ia berlari memutar keliling kompleks, se sekali menyapa orang-orang yang berjalan melewatinya. Ya ga nyapa nyapa banget sih tapi setidaknya dia senyum setiap kali ada seseorang yang lewat di depannya. Olahraga sore ini nanda sangat menikmatinya, karena dia bisa melihat matahari terbenam walaupun ya tercampur polusi asap kendaraan yang berlalu lalang tapi setidaknya dia merasa senang. Setelah hampir satu jam berkeliling, ia tidak sengaja menemukan anak-anak yang sedang berlatih boxing. Ia menghentikan langkah larinya, dan malah melangkah menuju dimana tempat anak-anak itu berada.
“halo, maaf saya mau tanya. Kamu ikut kelas boxing di sini?”
“eh, halo kak. Iya ikut kelas di sini.”
Sapa nanda kepada seorang remaja juga, yang mungkin lebih muda satu tahun darinya. Karena kebetulan hanya anak itu yang sedang rehat, jadi ia menyapanya.
“kalo boleh tau, di sini perbulannya berapa ya?”
“emm, kalo itu kurang tau kak. Karena yang bayar orang tuaku.” Ucap anak itu sambil menggaruk rambutnya yang sudah sangat basah, ia merasa tidak enak. Nanda hanya tersenyum ketika mendengar jawaban remaja itu.
“ah gituu, okedeh makasih ya?”
“oh iya kak, kakak kalo mau daftar bisa tanya ke bapak ituu.” Ucap anak perempuan itu sambil menunjuk ke seorang pria paruh baya yang sedang menyeduh kopi hitam yang kelihatan sangat panas dari uap yang mengepul itu.
“ah iya, makasih banyak yaa.” Ucap nanda sambil tersenyum kepada anak itu. Nanda langsung menuju ke pria itu. Yang sekiranya usianya tidak jauh dengan usia papahnya.
“permisi.” Sapa nanda dengan ramah. Pria paruh baya itu langsung mengalihkan perhatiannya dari anak anak yang sedang berlatih kepada nanda dan menurunkan salah satu kakinya yang sedari tadi naik diatas kursi.
“iya, ada yang bisa saya bantu?”
“maaf pak kalo saya ganggu, saya mau ikut kelas boxing ini. Terus kata anak perempuan yang masih duduk di sana saya disuruh nanya ke bapak langsung.”
“oh iya, saya yang punya.”
“sebulannya bayar berapa ya pak kira-kira?”
“tergantung kamu, mau latihan berapa kali?”
“harga paling murah berapa kali harga biasa berapa kali pak?”
“kalo harga yang paling murah itu untuk 4x latihan 350.000 kalo biasa 1 bulan latihan 8x 500.000”
“ohh segitu ya?” nanda meringis, tidak megira harganya akan semahal itu.
“iya, kamu maunya yang mana? Atau mau yang unlimited?”
“unlimited berapa ya pak?” nanda memberanikan diri untuk bertanya, walaupun ga yakin sih kalo dia bakal ngambil paket itu.
“kalo unlimited itu 800.000 sebulan tapi kamu bebas mau latihan berapa kali, saya juga bisa ngajarin kamu privat.”
“bebas berarti ya pak kalo unlimited?”
“iya, bebas.”
“yaudah saya nanti pikir pikir dulu lagi pak, saya minta nomor bapak dulu.” Ucap nanda sambil mempersilahkan hpnya keapda pria itu. Pria itu langsung memberikan nomrornya
“panggil saya pak lanang aja ya, kalo kamu jadi di sini baru panggil saya coach haha.” Ucapnya sambil tertawa renyah, nanda hanya merespon dengan senyuman lebarnya.
“saya permisi dulu ya pak, mau lanjut.”
“oh iya, yang semangat ya hati-hati juga!”
“iya pak lanang, terima kasih.”
Nanda lalu berlari pulang sembari masih memikirkan keputusannya untuk memilih yang mana.
*****
Regan baru mengecek hpnya setelah kompor yang ia gunakan untuk memasak sepiring mie itu telah ia matikan, ia tersentak ketika melihat banyak panggilan tak terjawab dari mamahnya. Sangat jarang sekali Lesna, mamah Regan menelponnya berkali kali. Layar hpnya tertera puluhan kali panggilan tak terjawab. Dengan perasaan tidak enak, Regan memencet tomboll call di layar hpnya. Ia menelpon mamahnya. Setelah beberapa detik hanya terdengar bunyi dering, telepon itu akhirnya diangkat.
“Regan hiks hiks hiks Regaaan hiks hiks….”
Suara dari mamahnya terdengar, Regan terkejut ketika mendengar mamahnya menangis. Karena mamahnya sangat jarang sekali menunjukan jika ia sangat sedih, Regan sangat cemas.
Berharap tidak ada sesuatu buruk yang terjadi yang menimpa keluarganya.
“Mah?” regan mulai bertanya kepada Lesna, menutupi kegugupannya dengan suaranya yang sudah gemetar.