Pagi pagi sekali nanda sudah bangun, jam masih menunjukkan pukul 4 pagi. Ia sudah tidur cukup tadi malam, Nanda mengebut untuk mengerjakan pekerjaannya sebagai penulis dan mengerjakan tugasnya sebagai pelajar lalu merangkak ke tempat tidur dengan cepat. Nanda sedari tadi malam sudah nawaitu untuk olahraga pagi, bersiap untuk memulai pekerjaan barunya kali ini. Yah walaupun terdengar ekstrem sih, tapi nanda gapapa demi cuan untuk pendidikan.
Dia sudah mandi tadi, sekarang mengenakan pakaian putih longgar dan celana legging hitam serta sepatu olahraga. Nanda mengikat rambut panjangnya dengan kencang, lalu mengambil earphone dan handphonenya. Ia segera turun ke bawah dan keluar dari rumah. Nanda memulai aktivitas joggingnya mulai dari keliling kompleknya, berjalan dengan pelan lalu berlari kecil. Tadinya nanda pikir jogging akan sangat mudah, seingatnya. Tapi nyatanya sekarang gadis itu sudah terengah-engah sembari memegangi kedua lututnya. Ia sudah lama tidak berolahraga sejak bekerja part-time karena tidak ada waktu yang tersisa. Keringat sudah membasahi tubuh dan rambutnya, Nanda memaksakan diri untuk jogging beberapa menit lagi. Menekan kemampuan maksimalnya, bagaimanapun pekerjaan yang akan ia lakukan akan memerlukan kemampuan fisiknya. Jika ia tidak kuat, maka dia tidak akan mendapatkan segepok uang, nanda tidak mau itu.
Matahari sedikit demi sedikit mulai muncul, menampakkan sinar indahnya untuk menyoroti bumi. Cahaya matahari yang mempunyai manfaat itu menyorot wajah Nanda yang sedang istirahat di bangku taman pinggir jalan. Nanda meminum air dari botol yang tadi ia beli di warung terdekat yang sejak pagi sudah buka. Untung saja, ia ada sisa uang yang ada di sakunya. Jika tidak ia bisa saja pingsan di sana, karena kekurangan cairan.
Tangannya mengusap keringat yang ada di wajahnya, nanda seperti mandi pagi. ia meluruskan kakinya sebentar, dan merilekskan tubuhnya. Nanda menikmati sinar matahari pagi kali ini, karena biasanya ia akan memaki karena sinar matahari sangatlah panas. Tetapi kini dia hanya menikmati hangatnya. Ia memejamkan mata dan menarik nafas dalam, udara pagi yang segar tercium dari hidungnya yang mancung.
*****
Jevan pagi-pagi sudah bangun, tepatnya dipaksa bangun karena perintah ibunda tercinta. Bundanya sangat malas untuk pergi ke pasar, ingin menamatkan drama korea yang belum sempat ia tamatkan. Lalu dia menyuruh anaknya yang lagi bobo ganteng untuk segera pergi ke pasar untuk membeli beberapa bahan yang hanya tersedia paigi-pagi.
“Kak, bangun.” Bunda regan membangunkan anaknya dengan menoel noel kaki panjang regan yang hampir melebihi ukuran ranjangnya sendiri.
“kak ih, bangun.” Kini ia menoel noel pipi anaknya, karena tidak bangun juga ia segera menarik selimut dan menurunkan suhu ac. Jevan sangat tidak suka dingin, dia benci dingin. Makanya sekarang dia bangun, dan menatap lemas kepada bundanya yang sedang tersenyum cerah kaya baru menang dorprize.
“apasih bunda, aku mau tidur lagi ih.” Ucapnya sambil menarik selimut agar menutupi tubuhnya. Tentu saja bundanya tidak membiarkan itu, ia melarang anaknya untuk memakai selimut lagi. Lalu akhirnya regan mengalah dan duduk dengan rambut seperti singa yang sudah mengembang tidak rapih. Dengan muka bantalnya dia bertanya apa keinginan ibundanya membangunkan dia pagi-pagi subuh kali ini.
“bunda mau masak kak, tapi di kulkas bahan-bahannya habis.” Ucap bundanya sambil tersenyum manis. “terus kenapa bunda?” ia menghela napas, tau apa yang mau diucapkan perempuan yang sudah melahirkannya itu.
“kakak pergi ke pasar ya, bunda hari ini mager. Mau namatin drakor juga, sayang.”
“bunda astagaa, kan drakornya bisa nanti.”
“tapi bunda udah keburu mager, males gerak sayang. Kamu aja ya yang belanja. Bunda udah bikin list yang harus dibeli kok.”
“nanti aja ya bun, ini masih subuh.”
“bunda tiap hari lo kak, belanja subuh-subuh buat masakin kakak sama ayah setiap hari. Dari kakak kecil kaya botol sampe sekarang gede banget kaya babon. Bunda ga pernah ngeluh tuh.”
“ya gausah disamain kaya babon juga dong bunda anaknyaa, iya iya ini aku bangunn. Tapi gausah mandi ya, aku males.”
“kan sekarang udah gede banget gini hehe, iya gausah mandi. Lagian anak bunda udah cakep kok walaupun ilernya nempel.” Ucapannya membuat jevan segera mengelap sudut bibirnya, tapi kering. Sontak membuat bundanya tertawa. “bunda ih, aku ga ngiler kok.” Lalu jevan segera merapikan rambutnya dan bangun untuk mengambil catatan dan uang yang sudah ditaruh di meja oleh bundanya.
“bun, ini beneran udah??” tanya jevan memastikan lagi, takut jika ada yang belum tertulis oleh bundanya. Tetapi yang ditanya masih asik menonton tv yang menampilkan wajah seorang aktor lee min ho yang membintangi drama korea, sambil senyam senyum sendiri. Ya sudah, jevan memakai sandal jepit dan kaosan biasa lalu mengambil kunci motor serta helm. Ia menaiki motor besarnya menuju pasar, tempat bahan bahan yang ingin dibeli bundanya ada. Hari masih pagi, ini masih jam 5 hingga jalan masih tampak sepi. Sampainya di sana, jevan langsung menuju tempat bundanya biasa membeli bahan-bahan masakan. Walaupun dia laki-laki, tapi jevan sering ikut untuk menemani bundanya ke pasar untuk membawa banyak barang. Jadi dengan cepat, jevan sudah bisa mendapatkan semua bahan-bahan yang ada di catatan. Setelah selesai, dia segera pulang.
Saat berada di jalan, hp yang berada di sakunya bergetar. Lalu jevan memilih untuk menepi sebentar, mengangkat telepon. Setelah melihat nama yang tertera ia tersenyum, nama bundanya tertera di sana. Jevan sudah menebak, pasti bundanya melupakan sesuatu atau ingin menambah sesuatu.
“iya hallo bunda?? Ada yang lupa? Atau mau tambah apa?”
“hehe, kamu ko tau aja si.”
“tau lah bun.”
“bunda ga lupa, tapi bunda mau nambah si. Gapapa kan kak?”
“iya gapapa, mau nambah apa?”
“beliin bunda ice cream dongg, hehe. Di indoapril yang 24 jam itu.”
“bunda astaga, ini masih pagi lho. Ini juga aku udah di jalan deket rumah bentar lagi nyampe.”
“kan dimakannya nanti siang kakk, beliin ya. Putar balikk, ini masih pagi juga ko. Ya yaa? Nanti uangnya bunda ganti jadi uang saku yang banyak.”
“yaudah iya, dimakannya siang ya bundaaa.”
“iya sayaang, bawel. Sana, cepet putar balik.”
“iyaa, ini aku matiin telponnya dulu ya bun.”
“iyaa, ati-ati.”
Jevan adalah anak tunggal di keluarganya, tadinya ia memiliki adik. Tapi sayangnya adiknya meninggal setelah beberapa bulan di dunia karena sakit. Keadaan itu membuat bundanya jevan sangat terpukul dan murung setiap hari. Jadi jevan sangat berusaha untuk ada bagi bundanya, memerhatikan bundanya, dan menuruti permintaanya. Lalu lambat laun ia menjadi berubah, jevan menjadi sangat memerhatikan bundanya dan menjadi anak yang sangat berbakti. Kemanapun bundanya pergi ia akan ikut, ia khawatir jika terjadi sesuatu kepadanya. Jevan tidak memedulikan apa kata-kata orang yang menyebutnya anak mamah. Yang penting dia dan bundanya bahagia, dia tidak peduli lagi. Terlebih lagi, ayahnya sibuk mencari nafkah dan tidak selalu ada untuk bundanya, jadi jevanlah yang mengisi posisi itu.
Jevan putar balik untuk membeli ice cream kesukaan untuk bundanya, saat di jalan ia tidak sengaja melihat sosok perempuan yang duduk di bangku taman sedang memejamkan mata. Jevan agaknya mengenali sosok itu, dia mengendurkan gasnya sehingga memelankan laju kendaraanya.
“Loh Nanda?”
Dia melihat sahabatnya yang sedang memejamkan mata, entah ketiduran atau sengaja. Dia lalu turun dari motornya dan menuju perempuan itu.
“Nan?”
Yang mempunyai namapun membuka matanya, sinar matahari yang menyinarinya membuatnya tidak bisa melihat lebih jelas siapa yang ada di sampingnya. Lalu jevan melangkah, berdiri di hadapan Nanda. Menghalangi sinar matahari pagi yang memancar ke arah Nanda. Saat tau siapa yang ada di depannya, senyumnya terangkat.
“Jev? Lo ngapain di sini?”
“gue ga sengaja lewat di sini, terus ngeliat lo. Turun deh.”
“lo darimana emang pagi-pagi gini?”
“baru dari pasar, disuruh nyokap. Ini juga mau ke indoapril.”
“ohhh, anak mami nih?”
“anak berbakti nan.”
“ck iya-iya yang sayang mamah.”
“sayang bunda nan.”
“terserah lo deh.” Nada suara nanda yang kesal membuat jevan terkekeh, lalu ia bertanya kepada Nanda.
“lo abis ngapain?”
“gue make sepatu, make legging, baju gue basah, gue keringetan. Menurut lo gue abis ngapain? Abis berenang?”
“dasarr, iya-iya gue tau. Lo abis jogging.” jevan yang masih berdiri di depan Nanda, melihat jam yang ada di hpnya. Lalu ia menggeser lagi posisi badannya, karena matahari kini kian bergeser ke arah Nanda.
“Nan, lo udah makan belum?”
“belum.”
“ikut gue yuk, ke indoapril. Gue mau beliin titipan nyokap, ikut aja.”
“tapi gue keringetan gini jev.”
“halah gapapa, udah ikut aja. Lo juga belum makan kan? Mau makan sekalian gakk?”
Nanda merogoh kantongnya satu persatu dan menunjukannya kepada jevan, “money opsoo jevvv.” Jevan tertawa mendengarnya. Lalu dia mengajak nanda untuk menaiki motor besarnya dan ikut pergi ke indoapril. Mereka berdua berboncengan berdua pagi-pagi menuju indoapril. Setelah tiba di sana, jevan langsung menuju ke freezer ice cream yang membuat nanda bertanya-tanya.
“jevv, ini masih pagi lo udah mau makan ice cream?” tanyanya selagi jevan memilih ice cream yang ada di freezer.
“engga, ini buat nyokap gue nan. Bunda minta dibeliin es krim, buat temen dia nonton drakor nanti siang paling.”
“widihh, nyokap lo suka drakor?”
“really really really like drakorr, kalo bunda ada waktu senggang tu bunda cuman nonton drakor aja. Betah dia di rumah.”
“sama dong kaya guee?”
“hooh, sama. ntar kapan-kapan lo gue ajak ke rumah deh.” Nanda hanya tersenyum membalasnya. Setelah selesai memilih banyak ice cream, jevan menuju kasir untuk membayar.
“mau nambah lagi mas?”
Jevan lalu terpikir untuk menambah beberapa untuk diberikan kepada Nanda, dia menuju rak bagian roti dan mengambil s**u coklat dari freezer besar di sana. Lalu kembali lagi ke kasir dan mentotalkannya.
“mas, cornetto yang coklat silverquin, roti coklat, sama s**u coklatnya dipisah ya mas. Dibeda plastik aja.”
Setelah memenuhi permintaan jevan, kasir langsung memberikan belanjaan mereka. Lalu jevan dan nanda keluar dari sana. Di parkiran dia sempat bertanya kepada Nanda
“Nan, mau makan dulu ngga?”
“ngga deh jev, ntar lo ditungguin nyokap lo lagi.”
“gapapaa, paling bentar doang. Mau makan ga? Bubur ayam? Atau nasi uduk?”
“gausah aja deh, lagian gue belum mandi ntar telat ke sekolah kalo makan.”
“dibungkus kan bisa nan.”
“ngga deh, takut ga nyampe. Gue juga belum masak buat nyokap bokap.”
“yaudah deh, lo gue anterin aja.”
Jevan mengantar Nanda untuk pulang ke rumahnya, itung-itung hemat. Hemat tenaga, bukan uang. Ya gimana mau hemat pagi ini, uang aja dia ga bawa.
Setelah hampir sampai, tiba-tiba Nanda menepuk bahu Jevan. Tentu membuat yang punya bahu tersinggung, dia seperti gojek kalo gini bagi nanda.
“Nan, gue bukan gojek lo anjir.”
“ehee, ya maap abis gue bingung mau ngomongnya gimana. Ntar ga kedengeran.” Ucap nanda sambil teriak, pasalnya jevan membawa motor besar dengan knalpot yang berisik.
“Jev nanti lo matiin mesin kalo tinggal 3 rumah ya.”
“hah kenapa?”
“takut kalo ntar pada kebangun.” Jevan menganggukan kepalanya tanda ia paham akan perkataan Nanda. Jevan memenuhi permintaan Nanda, ia mengegas lebih kencang terlebih dahulu lalu mematikan mesin motornya agar motornya dapat pelan hingga berhenti di depan rumah Nanda.
“makasih ya jev, ketemu lo gue jadi hemat.”
“yeuu, sana masuk. Langsung mandi, siap-siap berangkat ke sekolah lo kalo gamau telat.”
“iya gampangg.”
“mau dijemput ga?”
“gak deh, gue mau naik bus aja.”
“yaudah. Gue balik dulu yaa? Eh wait-“ jevan mengeluarkan satu kantong plastik yang berisi roti, s**u, dan es krim yang serba rasa coklat itu, “Nih.” Jevan mengajukan kantong plastik itu kepada Nanda dan yang dimaksudpun kebingungan.
“hah apaan?” ucap nanda bertanya bingung karena jevan menyodorkan sebungkus plastik indoapril
“ya buat lo.”
“kan gue ga beli jev.”
“iya, ini buat lo. Udah terima aja, gue juga belum mandi nih.”
Lalu nanda menerima satu kantong plastik itu dengan rasa tidak enak hati, mungkin bagi jevan itu hanyalah sebagian dari recehannya yang dipunya, tetapi tidak bagi Nanda. Itu sangat berharga baginya, the fact that jevan mau nganterin dia pulang terus ngasih beberapa makanan dan jajan itu membuatnya sangat bersyukur.
“yaudah deh jev, makasih banget ya. Maaf jadi ngrepotin lo.” Ucap nanda merasa tidak enak hati.
“kaya sama siapa aja nan, dah ya gue balik dulu.” Jevan bersiap-siap untuk menstater gas motornya, tetapi urung dilakukan karena
“EH JEV.”
“apaan?”
“jangan digas di sini, suara motornya nanti kedengeran.”
“terus gue baliknya gimana nan anjir kalo ga di gas?”
“ya di? Tuntun?”
“Nan, ini motor gede.”
“iya gue tau.”
“BERAT NAN YAKALI GUE TUNTUN SAMPE KE SANA.”
“gapapa jev, lagian itung-itung olahraga ya gaa? Dah sanaa.”
“untung lo yang nyuruh, kalo yang lain mah gue ogahh.” Ucap jevan mengehela napas lalu ia lakukan, dia perlahan mendorong motornya, dia menuruti Nanda walaupun merepotkan dirinya sendiri.
“dadahh jevannn, ati-ati yaa. Makasihh tebengannyaa, mwahhh.” Nanda memberi kissbyee kepada jevan, membuat pemilik motor itu tersenyum lebar di balik helm fullfacenya.