Selama ini ia bertahan hidup dengan usahanya sendiri, joki tugas pelajaran yang ia bisa dari murid lain, bekerja sebagai karyawan part time di sebuah café, ataupun bekerja sebagai penulis di sebuah platform. Semua gaji yang nanda terima, selalu ia simpan. Untuk membayar kebutuhan sekolahnya jika orangtuanya tidak memberinya, yahh orang tuanya terkadang membedakan perlakuan nanda dan kakaknya. Misalnya tentang kebutuhan nanda, jika nanda meminta uang untuk pembayaran spp dan kebetulan waktunya sama dengan kakaknya yang sedang ingin meminta sesuatu, pasti orangtua nanda lebih memilih untuk menuruti permintaan kakaknya. walaupun barang yang diminta kakaknya adalah barang yang sepele dan tidak penting. Sejak kejadian itu, nanda selalu berusaha meraih apa apa sendiri. Dia hidup hemat, dan hampir tidak mengikuti setelan outfit anak-anak jaman sekarang. Yang ia pakai hanya pakaian-pakaian berwarna polos dan biasa. Semua itu ia lakukan untuk berhemat.
Hidup keras bun, ga kerja ga makan. Motto hidup seorang brialiani ananda.
Bel sudah berbunyi dan semua murid satu persatu masuk ke dalam kelas, duduk di bangkunya masin-masing
*******
Pelajaran hari ini telah usai, dan bel pulang sudah berdering. Nanda segera membereskan mejanya, dan memasukkannya ke dalam tas dengan cepat. Nanda harus part time hari ini, jadi ia melakukan segala sesuatu dengan cepat.
“mau kemana nan buru-buru banget?” Jevan yang sedari duduk mengamati nanda yang riweh itu akhirnya membuka suara.
“biasa.” Nanda hanya menjawab dengan seadanya, yang mampu diterima oleh sahabatnya.
Sahabatnya sudah tahu jika ia bekerja part-time, tapi mereka hanya berpikir semua itu dilakukan nanda untuk mengisi kegabutannya di luar sekolah dan menambah uang jajan. Nanda termasuk orang yang susah membagi cerita kepada orang lain, semuanya ia pendam sendiri. Menurutnya hidup orang lain sudah repot, ia tidak mau menambah beban teman temannya. Jadi ya, apapun masalahnya semuanya akan nanda hadapi dengan diam tanpa bercerita apapun kepada sahabatnya.
Pernah suatu ketika nanda datang ke kelas dengan mata bengkak sembab dan lingkaran hitam di bawah mata yang semakin jelas dan parah. Tetapi para sahabatnya tidak banyak bertanya, mereka hanya memberi nanda roti dan s**u yang mereka beli di kantin dan meletakkannya di meja nanda. Mereka tau nanda tidak mau bercerita dan juga enggan memaksa untuk bercerita. Dan nanda bersyukur dengan itu.
Tring-Tringg
Bunyi notifikasi dari hp, membuat nanda berdiam diri sejenak. Notifikasi pesan itu dari Devan, ia menghela napas lagi.
David
Nan, jalan yuk.
Pesan itu membuatnya terdiam, perasaan bersalah kembali menghampirinya.
Nanda
Maaf Dav, I can’t.
Aku harus kerja part-time hari ini. Lain kali ya? Aku usahain ada waktu buat kamu.
Nanda merasa bersalah karena tidak bisa menemani David, tapi mau gimana lagi. Nanda harus bekerja, jika tidak mau darimana ia mendapatkan uang lagi? Nanda hanya berharap David mau mengerti dengan keadaannya.
Nanda dan Devan hanya pergi berdua 3 minggu sekali, atau hanya sekedar pulang dari sekolah bersama. Dan dari awal Nanda sudah menjelaskan kepada David, jika ia bukan tipe pacar yang bisa membuatnya bersenang-senang setiap hari dengan jalan bersama ataupun makan bersama. David menerima semua itu. Tapi akhir-akhir ini Nanda merasa ia semakin jauh dari pacarnya itu. Mungkin karena dia sering membatalkan janjinya.
Tapi semakin dipikirkan, ia semakin pusing. Kepalanya terlalu penuh akan banyak hal. Nanda melirik jam yang berada di depan kelas dan diatas papan tulis itu, ia harus cepat-cepat pulang dari sekolah dan menuju tempat kerja.
*****
Seorang laki-laki baru keluar dari halaman kampusnya, menuju ke parkiran depan gedung fakultas. Ia memakai topi baseball yang berinisal R dan tas punggung yang ia sampirkan di bahu kanannya. Matanya menatap halaman parkir yang penuh dengan berbagai jenis motor dengan seksama.
“Oi Gan!” seruan seseorang mengagetkannya.
Laki-laki yang memakai topi baseball berinisal R itu menengok, ia adalah Regan, Regan Adijaya Putra. Laki-laki yang mempunyai tinggi badan lebih dari 178 cm dengan wajah rupawan yang manis, menengok ke arah temannya yang tersenyum lebar. Senyuman temannya membuatnya merinding.
“ngapain lo senyum-senyum sat?” Regan bertanya kepada temannya, Bagas.
“hehe, lo ganteng.” Balas bagas sambil membelai lengan Regan. Regan yang mendapat perlakuan itu langsung mengibaskan tangan bagas.
“HEH, GUE GA DOYAN BATANG.” Sautnya sambilnya menjaga jarak dengan Bagas.
“dih, kalo gue belok juga gue gamau sama lo nyet.” Bagas menjawab dengan memberikan tatapan menghina kepada Regan. Tapi tidak lama kemudian ia tersenyum aneh lagi.
“nebeng dong gan, gue gabawa motor nih. Motor gue di bengkel.” Bagas memberikan penjelasan setelah pegal tersenyum manis kepada Regan. Regan yang mendengarkan itu, menganggukan kepala sambil bergumam ‘ohhhh’. Matanya melirik jajaran motor yang ada di parkiran, mengingat nomor platnya dan mencarinya.
“bentar bentar.” Raut wajah Regan berubah menjadi panik. Bagas yang melihat itu ikut panik.
“kenapa kenapa?”
“motor gue ilanggg nyetttt.” Regan menjawab sambil menggaruk rambutnya frustasi.
“HAH.” Bagas cengo, lalu sedetik kemudian tertawa.
“gan, yakali motor butut lo ada yang maling. Motor lo tuh lo parkirin di depan komplotan maling juga gabakal ada yang ngambil, paling kalo dijual laku 500 ribu. Beli hp android yang jelek aja ga nyampe HAHAHA” bagas mengejek tanpa henti. Yang diejek hanya merenggut kesal.
“lo kalo ngomong ngadi-ngadi ya lo. Tuh motor udah nemenin gue dari bahagia nyampe nangis tau.”
“maksud lo dari punya pacar sampe putus?”
“bangsat.”
Bagas yang mendengar u*****n Regan hanya tertawa. Lalu setelah berpikir beberapa saat, ia menyarankan Regan untuk mengecek cctv parkiran.
“tumben bener otak lo jalan.” Regan mengacungkan jempol ke bagas.
“otak gue diem di kepala gan, ga jalan.”
“terserah lo lah. Boro-boro gue udah mau muji.”
Mereka berjalan berdua menuju ruang kantor pengecekan cctv sambil berbincang-bincang.
“gan.” bagas memulai topik obrolan.
“apaan?”
“lo tau bubur kan?”
“yatau lah, lo kan dulu pas masih maba suka ngajak gue sarapan bubur ayam sampe gue gumoh. Kenapa?” regan balik bertanya kepada bagas.
“lo tau ga bubur, bubur apa yang semakin membesar?” bagas memulai tebak-tebakan untuk mengisi obrolan mereka menuju ruangan cctv.
“bubur ayam jumbo? Bubur apaan?”
“lo gatau?”
“gatau.”
“dih, masa gitu doang gatau. Bubur bubur apa yang membesar? Ya bubur zoom-zoom.” Bagas menjawab dengan terbahak-bahak. Regan yang mendengar jawaban itu sontak menghentikan langkahnya, menghadap lurus ke bagas.
“bakat banget lo jadi bapak-bapak.” Regan lalu berlalu meninggalkan Bagas yang masih tertawa.
Setelah mengecek cctv berulang kali hingga membuat petugas kampusnya marah, Regan baru ingat jika tadi pagi ia berangkat menggunakan bus. Bagas dan petugas yang mendengar itu hampir mengumpatinya karena membuat kehebohan yang zonk.
“lo tau ga gan, apa persamaan otak lo sama otak ayam?”
“apaan?”
“ada tapi ga berguna.”
Regan yang mendengar itu hanya bisa memutarkan bola matanya kesal, sementara Bagas masih tetap mengikutinya.
“lo ngintilan banget macem anak kucing.”
“WAH LO MENGAKUI KALO GUE IMUT?”
“dih, ga. Lo jelek.” Regan langsung membantah perkataan Bagas dengan cepat.
“bangke. Gue ngikut ke rumah lo aja deh ya, ngirit juga mau numpang makan.”
“yaudah gue mau naik bus, kalo lo mau ikut ya terserah lo.”
Akhirnya Regan dan Bagas pulang menggunakan bus, menuju rumah Regan. Di tengah perjalanan, Regan melihat perempuan yang sedang membersihkan meja di salah satu kafe dekat rumahnya. Lalu ia menyadari, jika perempuan itu yang duduk di sampingnya tadi pagi.
“perasaan pulangnya anak SMA sekarang jam 3 deh, ini jam 4 udah kerja aja di café. Rajin banget tu anak.” Gumam Regan pelan. Bagas yang mempunyai kuping tajam hasil mengasah setiap hari dengan cara menguping gosip di kampusnya, mendengar gumaman itu.
“siapa gan?” Bagas bertanya kepada Regan dan mengikuti arah pandangannya.
“bukan siapa-siapa.” Regan dengan cepat membalasnya.
“cantik juga tu cewe.” Bagas yang tadi mengikuti pandangan Regan, ikut melihat perempuan itu. Diam-diam Regan setuju dengan ucapan bagas, perempuan itu terlihat manis walaupun dengan pakaian sederhana.