Satu hal yang dilakukan Henry setelah mengetahui alamat dari Sheila meminta Jack untuk mencari informasi tentang yang dia bisa tentang gadis itu. Henry ingin tahu semua hal tentang gadis itu sebelum akhirnya beraksi untuk menculik gadis itu. Tidak ada waktu yang tersedia untuk bermain peran-buat, buat gadis itu tertarik.
Di dalam ruang kantor yang menyenangkan, Henry yang terus maju kapan saja Jack akan datang dan memberikan informasi yang penting. Dia sudah menunggu seharian dan Jack tidak datang-datang juga menunggu.
Pintu ruang membuka terbuka dan menampilkan gambar Jack yang datang membawa peta. Penantiannya akhirnya berakhir dan Henry akan mengetahui semua hal tentang gadis dalam ramalan itu.
"Informasi yang kau butuhkan." Jack memberikan peta itu pada Henry.
Mata Henry memandang peta yang sudah ada di pemulihan ini. "Kau boleh keluar." Henry berucap dan Jack akhirnya keluar dari Henry. Jack penasaran tapi dia tidak bisa bertanya karena Henry pasti akan menjelaskannya kapan saja.
Baru Membuka peta mata Henry tertuju pada foto yang tersemat di sana. Sebuah foto rumah dan Henry mengambilnya yang ternyata berisikan banyak foto. Di belakang foto rumah tampak foto toko kelontong yang tidak asing di mata Henry, dia pernah ke toko kelontong itu waktu pencarian gadis itu dan di lembar minggu.
Rambut kecoklatan dengan mata yang juga cokelat, dia tersenyum dengan manis. Saat melihat gadis itu Henry seakan pernah melihat dan merasa akrab, tetapi Henry tidak begitu yakin. Foto ke empat adalah foto yang berisikan foto Sheila dengan seorang nenek tua. Setelah selesai melihat foto, Henry mengalihkan pandangannya ke lembaran kertas yang ada di peta.
Mata tajam Henry menelisik lembar kertas yang berisikan informasi data diri gadis itu. Namanya Sheila Kamryn, undangan 20 tahun. Dia bersekolah di universitas terkemuka dan merupakan penerima beasiswa. Dia bekerja pada waktu di toko serba ada. Tinggal bersama Diana yang bukan merupakan nenek kandungnya. Dia adalah anak yatim piatu dan nama kedua orangtuanya adalah David Kamryn dan Bianca Birdie.
Tangan Hanry meremas peta tersebut dengan kuat saat melihat dua nama yang sudah lama dia lupakan. Mata Henry tertutup, sudah 11 tahun lamanya ingatan Henry kembali tentang kejadian itu, salah satunya kejadian yang pantas bertemu dengan Sheila.
“Kakak sudah baik menolongku, bagaimana kalau kita berkenalan? Aku Sheila. "
Tampilan Henry kembali ke foto arah yang tergeletak di mejanya. Wajah Sheila entah itu saat ini atau dulu tidak berubah. Henry tersenyum miring, dia benar-benar tidak percaya bahwa Dewi Bulan membuatkan takdir seperti ini untuknya.
Di dunia yang besar dan berisikan banyak manusia seperti ini kanapa harus Sheila yang menjadi pasangannya? Jika saja bukan Sheila pasangannya, akan lebih mudah bagi Henry melakukan rencana yang sudah dia siapkan. Tapi, seperti yang dia duga bahwa Moon Goddess memang sengaja memberinya takdir seburuk ini padanya.
**
Senandung kecil terdengar memenuhi ruangan itu. Tampak tangan begitu cekatannya memotong berbagai macam sayur yang akan dibuatnya menjadi sup. Sarapan pagi kali ini adalah sup dengan roti yang hangat, membayangkan beta menggugah sarapannya kali ini membuat gadis itu terus bersenandung.
“Sheila, kau bangun awal sekali.” Suara serak di belakangnya membuat Sheila, gadis itu terlonjak kaget. Dia menoleh dan tersenyum ke arah neneknya.
“Aku ada kelas pagi ini jadi harus bangun lebih awal,” jawabnya dan kembali fokus ke acara memasaknya.
Wanita paruh baya bernama Diana, dia kemudian mendekati Sheila. “Seharusnya aku saja yang memasak,” ucapnya membuat Sheila menghentikan kegiatannya dan memandang neneknya dengan kesal.
“Tidak, Nenek harus banyak beristirahat.” Sheila menuntun neneknya itu untuk duduk di meja makan yang ada di dapur itu, hanya meja makan kecil untuk rumah sederhana mereka.
Segelas air putih Sheila berikan. “Nenek hanya perlu menonton saja,” katanya kemudian beranjak dari sana dan melanjutkan kegiatannya membuat sarapan.
Sup yang dibuat Sheila akhirnya selesai dan roti juga sudah dia panaskan. Di akhir musim gugur seperti ini memang sangat dingin dan mereka butuh yang hangat-hangat untuk sarapan. Sheila menyantap sarapannya dengan sedikit tergesa-gesa, dia tidak ingin ketinggalan bus.
Diana memandang Sheila yang sudah selesai dengan sarapannya. “Padahal tadi malam kau pulang telat sekarang sudah akan berangkat ke kampus,” ucapnya. Tadi malam Sheila pulang begitu larutnya karena menghadiri pesta salah salah satu temannya dan pagi-pagi sekali Sheilapun bangun dan membuat sarapan.
Pandangan khawatir itu membuat Sheila tersenyum kecil. “Aku sudah biasa Nek.” Mata coklat Sheila memandang jam dinding di ruangan itu kemudian berucap, “Aku harus berangkat sekarang,” pamitnya kemudian tak lupa memberikan kecupan di pipi neneknya itu.
Udara dingin membuat Sheila semakin mengeratkan jaket yang dikenakannya. Dia berjalan tergesa-gesa dan akhirnya berlari menuju halte karena takut ketinggalan bus dan harus menunggu selama beberapa puluh menit sebelum bus selanjutnya datang, dan Sheila tidak bisa menunggu selama itu.
Beruntung karena langkah lebarnya membuat Sheila datang tepat waktu saat bus itu baru saja berhenti. Dia mendesah pelan setelah duduk di dalam bus dan mencoba mengambil oksigen sebanyak-banyaknya karena baru saja selesai berlari.
Bus yang ditumpangi Sheila akhirnya sampai di pemberhentian halte di depan kampusnya. Masih ada waktu dan Sheila tidak perlu harus berlari-larian menuju kelasnya. Memasuki kawasan kampusnya Sheila mendapatkan tepukan di bahunya disusul oleh seruan kencang, “Morning Sheila!”
Sheila menoleh dan mendapati Kimberlly sahabatnya.
“Morning Mrs. Kimberlly, aku kira kamu akan terlambat pagi ini,” ucap Sheila dengan jahil.
Kimberlly memberikan pelototan mata tajam untuk Sheila. "Kamu kira aku selalu telat Sheila?" katanya dengan kesal.
Sheila terkekeh. "Tidak, tapi mengingat tadi malam. Biasanya kamu akan tidur sampai siang,” ucap Sheila mengingat tadi malam mereka habis berpesta dan biasanya Kimberlly berani untuk bolos kuliah karena ingin tidur lebih lama, tapi sepertinya karena dosen killer membuat Kimberlly memutuskan untuk masuk.
"Pangeran tidak masuk ke mimpiku jadi aku bisa bangun secepat ini," ucap Kimberlly. Jika bukan karena undangan Isabella maka mereka tidak bisa ke pesta yang penuh dengan lelaki tampan.
"Temukan pangeranmu di buku dongeng." Sheila menoleh ke arah Kimberlly lalu kembali berucap, "oke lupakan pangeran,” katanya cepat karena tidak ingin terus berdebat.
Mereka melanjutkan perjalanan menuju ruang kelas. Sesampai di kelas yang sudah ramai Kimberlly memandang Sheila dengan penuh harap. Sheila yang sadar akan tatapan intens dari Kimberlly balas memandang gadis itu dengan bingung.
“Apa?” tanya Sheila karena Kimberlly tidak kunjung mengatakan maksudnya.
“Malam ini apa kamu ada waktu?” tanya Kimberlly.
Sheila sontak menggeleng. "Aku harus bekerja."
Kimberlly tersenyum mesam. "Kapan kau libur?" tanya gadis itu, pasalnya Sheila selalu terlihat sibuk.
"Tadi malam."
Kimberlly berdecak. "Ayolah. Aku serius."
"Aku serius Kim.” Jika bukan karena Kimberlly yang memaksanya untuk ikut, Sheila tidak akan pernah datang ke pesta seperti itu dan karena itu dia ijin untuk tidak bekerja di convenience store dan Sheila sudah tidak bisa ijin-ijinan lagi jika tidak ingin dia dipecat.
“Yang lainnya akan menginap di rumahku, kukira kamu akan ada waktu.” Jelas Kimberlly. Semenjak Sheila bekerja di convenience store, Sheila jarang sekali untuk mengikuti kegiatan-kegitan yang dilakukannya dengan yang lain. Kimberlly ingin Sheila sedikit lebih bersantai tapi ternyata tidak bisa.
“Maaf ya, untuk kali ini aku tidak bisa ikut.”
“Ok.”
Pembicaraan mereka terhenti karena kedatangan dosen. Sheila masih kepikiran ajakan Kimberlly, siapa yang tidak ingin pergi bersenang-senang dengan teman-temannya, Sheilapun ingin melakukannya. Semenjak kesehatan neneknya semakin buruk Sheila tidak bisa melakukan apa-apa selain mencoba mencari pekerjaan untuk membiayai hidup mereka. Neneknya memang mendapatkan gaji pensiunan, tapi gaji itu tidak seberapa hal itu juga yang membuat Sheila bekerja.
Jam kerja yang di ambil Sheila adalah dari sore hingga pukul 10 malam. Convenience store tempatnya bekerja buka 24 jam dan Sheila tidak bisa jika sampai tengah malam. Beruntung dia di terima bekerja di sana jika tidak Sheila bingung harus mencari pekerjaan apalagi, di kota besar seperti ini sangat susah untuk mencari pekerjaan.
Kelasnya kali ini dari pagi hingga siang dan masih ada waktu untuk Sheila berangkat bekerja jadi dia memutuskan untuk pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku sekaligus untuk mengerjakan tugasnya.
“Semoga harimu menyenangkan,” ucap Sheila pada Kimberlly. Mereka harus berpisah hari ini karena perbedaan kegiatan.
Sheila memandang kepergian Kimberlly hingga gadis itu tidak terlihat di pandangannya barulah Sheila berjalan menuju perpustakaan kampus yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempatnya ini.
Perpustakaan adalah salah satu tempat favorit bagi Sheila, di sini dia bisa membaca apa saja dengan bebasnya. Tapi kali ini dan semenjak bekerja Sheila jadi jarang ke perpustakaan selain untuk meminjam buku yang memang benar-benar dibutuhkannya untuk mengerjakan tugas. Waktunya tidak banyak dan Sheila harus melakukan semuanya dengan cepat seperti mengerjakan tugasnya ini.
Setelah mendapatkan buku yang dibutuhkannya Sheila mencari tempat yang nyaman untuknya dan pilihannya adalah meja di dekat jendela karena dia bisa merasakan sinar matahari yang hangat dari sana.
Mengerjakan tugas seperti ini tidak bisa Sheila lakukan lama-lama, dia hanya punya sedikit waktu tapi itu lebih baik baginya bisa menyicil tugas untuk dia kerjakan daripada waktunya terbuang sia-sia.
Setelah waktu mengerjakan tugasnya selesai Sheila bergegas memasukkan barang-barangnya. Saat akan keluar perpustakaan seseorang menepuk pundaknya yang membuat Sheila tersentak kaget. Dia ingin memekik tapi tertahan karena sebuah tangan membekapnya.