Di sebrang telpon terus terdengar suara Jack yang meminta Henry untuk segera sampai di kantornya untuk bersiap-siap menuju pesta. Henry sendiri baru berjalan pulang saat sore, karena dia terlalu malas jika harus datang lebih awal, dia ingin datang di saat-saat terakhir.
“Kapan kau akan sampai?!” Jack kembali mengulangi pertanyaannya.
Hanya satu kilometer lagi Henry akan sampai ke kantornya dan sedari awal dia berkendara Jack sudah menemaninya. Henry sudah memutuskan sambungan telpon itu tapi Jack terus menerornya dan tidak ada pilihan lain bagi Henry selain mengangkatnya dan membiarkan Jack terus mengoceh.
“Semakin lama kau semakin kurang ajar,” ucap Henry dengan kesal, walau dia kesal dengan Jack, sosok Jack sangat berguna.
“Kau tidak akan mendapatkan anggota pack, sahabat sekaligus sekteraris yang cekatan sepertiku.” jawab Jack dengan bangganya. Walau Jack berani seperti ini pada Henry tapi dia tahu kapan harus benar-benar bersikap hormat pada Henry karena bagaimanapun juga Henry adalah Alphanya, terlepas dari bos dan sahabat karibnya.
Henry, Jack dan William mereka sudah bersama sedari kecil dan mereka berdua sangat akrab sampai sekarang dan dengan keterampilan yang Jack miliki dia dipilih menjadi sekretaris pribadi yang membantu Henry mengurus perusahaannya. William juga tidak bisa dianggap bodoh dalam hal ini. Mereka bertiga adalah orang yang sangat menakutkan entah itu saat bertarung ataupun masalah bisnis seperti ini.
“Sialan.” maki Henry. Di bandingkan William, sosok Jack lebih kurang ajar dan berani melakukan apa saja. Tidak ada kalimat hormat yang keluar dari bibir Jack dan beruntungnya Henry bukan tipe lelaki yang gila hormat.
Mobil yang dikendarai Henry memasuki basement kantornya dan memarkirkan mobilnya. Dia dengan langkah cepat memasuki lift yang akan segera membawanya ke ruang utamanya. Jack sudah menunggunya di sana dan menyediakan baju ganti untuk Henry langsung gunakan.
Baru membuka pintu ruang kerjanya Henry sudah bertatapan dengan Jack yang menatapnya malas. “Aku sudah menyiapkan semuanya.” Mata Jack memberikan tanda untuk Henry segera mengganti pakaiannya.
Tanpa perlu diperintahpun Henry akan melakukannya. Henry benar-benar melakukan semuanya di kantor. Dia membersihkan dirinya, sampai bercukur di kantor dan itu cukup memakan waktu samapai Henry selesai dan hanya perlu membenarkan rambutnya.
Mata Henry tak sengaja melihat topeng yang tergeletak, dia mengambilnya dan memandang topeng itu. “Pesta topeng?” katanya pada diri sendiri kemudian mengantungi topeng itu.
Awalnya dia ingin mengejek tema yang dipilih oleh Mr. Ace tapi setelah dipikir-pikir akan bagus memang jika menggunakan topeng. Julio keluar dari dalam kamar mandi dan menghampiri Jack yang tampak bosan menunggunya.
“Ayo,” ucap Henry.
“Ok.”
Mereka akhirnya berangkat menuju tempat di mana pesta itu di adakan. Karena sama-sama berada di pusat kota tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk sampai di hotel itu.
Keinginan datang di akhir tidak benar-benar terjadi, walau begitu saat Henry datang sudah banyak tamu yang berdatangan. Hingar bingar musik terdengar hingga kepenjuru ruangan, berbagai macam aroma menjadi satu yang membuat siapa saja merasa berada disekeliling penjual parfum. Jack menepuk pundaknya.
"Tak buruk bukan?" Jack berkata sambil mengedipkan matanya.
"Ya, seperti katamu," balas Henry.
Mereka berduapun mencari keberadaan dari si empunya pesta yang ternyata berada tak jauh dari mereka. Senyum Mr. Ace tersunggih dengan lebarnya dia tampak sangat bahagia dengan istrinya itu.
"Selamat malam, Mr. Ace." Kedatangan Henry disambut dengan baiknya oleh Mr. Ace. Henry menjabat tangan pria paruh baya itu yang merupakan si empunya pesta yang tampak sangat mesra dengan istrinya.
"Oh, terima kasih telah mau datang ke pestaku, Henry,” ucap Mr. Ace dengan senangnya.
Henry tersenyum kecil. "Ya seperti itulah."
Karena datang di saat tamu-tamu yang lain juga masih berdatangan Henry tidak bisa berlama-lama mengobrol dengan Mr.Ace, ternyata datang di saat seperti ini membuat Henry tidak perlu berbasa-basi lama-lama dengan Mr. Ace.
"Semoga kau bersenang-senang di pesta ini,” ucap Mr. Ace saat Henry berpamitan untuk menikmati pestanya.
Henry berjalan membelah keramaian dengan Jack yang mengekor berjalan di belakangnya dan berhenti di tempat yang tidak banyak orangnya, tapi dari sini Henry bisa melihat banyak hal. Ruangan ini di tata sedemikian rupa di mana tengah-tengah ruangan itu digunakan sebagai dance floor yang diiringi permainan musik live.
"Kau tak berniat untuk berdansa?" tanya Jack.
“Tidak,” ucap Henry singkat. Dia tidak berniat untuk berdansa atau semacamnya di sini karena ada kegiatan lain yang harus Henry lakukan.
Henry hanya berdiam diri melihat sosok pelayan yang tengah berkeliling sambil membawa minuman di atas nampan, Henry kemudian memberinya kode untuk mendekat. Minuman sudah berada di tangannya namun baru saja Henry ingin meneguk minumannya lagi, sesuatu terasa menganggu indra penciumannya.
Aroma yang benar-benar terasa memabukkan, melebihi minumannya. Dia baru pertama kali ini mencium aroma itu yang begitu menggoda. Napas Henry memburu dan tanpa bisa ditahan Henry menggeram yang membuat pandangan Jack teralihkan, yang awalnya memandang dance floor jadi memandang ke arah Henry.
“Kau kenapa?” tanya Jack khawatir.
Jantung Henry berdetak dengan lebih cepat dari biasanya. Aroma itu begitu jauh tapi Henry bisa menciumnya dari sini dan itu sudah terasa benar-benar memabukkannya. Henry mencoba mengatur napasnya, ini tempat ramai dan dia tidak boleh bersikap seperti ini. Jika sisi serigalanya muncul maka tamatlah riwajatnya.
Henry mengatupkan rahangnya dengan keras, tangannya terkepal dengan kuatnya mencoba menahan nafsu yang tiba-tiba membuncah.
Suara alunan lagu yang diiringi oleh nyanyian merdu mulai terdengar. Seorang penyanyi kenamaan ternyata di sewa oleh si empunya pesta. Henry mencoba untuk benar-benar mengabaikan aroma itu dengan coba menikmati pesta ini.
"Lihat, mereka seperti penjilat." komentar Jack melihat beberapa pesaing yang tampak menjilati Mr. Ace.
"Manusia memang mahluk rendah." komentar Henry yang sebenarnya dia tidak terlalu fokus dengan arah pembicaraannya dengan Jack yang terus berbicara. Henry baru saja ingin pergi mencari sumber aroma itu sebelum dia sadar bahwa aroma itu yang semakin mendekatinya.
Semakin ke sini, aromanya semakin kuat yang membuat Henry menggeram tertahan, aromanya sekarang terasa berada di dekatnya, sangat kuat sehingga membuatnya tak bisa berpikir jernih.
Suara tawa renyah itu membuat Henry dengan gerakan kaku menolehkan kepalanya ke samping, hanya suara tawa itu yang mengganggunya, dia tak peduli suara yang lain, dan di mana di sana terdapat sekelompok gadis yang baru saja datang dan duduk di meja tak jauh dari tempat Henry berdiri.
Henry akhirnya bisa memastikan jika aroma itu berasal dari sana, di mana aroma itu milik dari gadis dengan dress putihnya. Wajah gadis itu tersembunyi di balik topeng putih yang dipakainya, hanya mata coklat bening yang terlihat.
Henry mencoba kembali mengalihkan pandangannya, apalagi dengan letupan-letupan yang terjadi di dalam dirinya, tapi saat matanya kembali melirik ke sana mata coklat bening itu tiba-tiba melihat ke arahnya. Mereka bertatapan beberapa saat, sebelum perempuan itu memberikan senyum kecil lalu mengalihkan pandangannya.
Hanya senyum sopan pada orang asing yang tak sengaja saling bertatapan, tapi itu benar-benar berefek sangat besar bagi diri Henry yang mulai resah.
“Kenapa kamu tersenyum padanya?” tanya teman gadis itu.
“Sopan santun,” jawab gadis itu singkat lalu tertawa kecil.
Tidak salah lagi, setelah mencari akhirnya Henry menemukannya, gadis itu Henry yakini adalah titisan gadis tudung merah. Aroma gadis itu yang memikatnya adalah sensasi yang akan muncul saat manusia serigala menemukan pasangannya. Tidak salah lagi.
Mata Henry tidak lepas dari gadis itu. Suka tidak suka dia harus mengawasi gadis itu dan segera membawa gadis itu ke tempatnya. Dia adalah kunci pemusnah manusia serigala dan Henry harus benar-benar menjaganya.
Gadis-gadis yang duduk di sana sangat berisik dan mereka tertawa dengan girangnya hingga dansa klasik akan di mulai mereka tampak sangat bersemangat. Apalagi saat seorang tamu dengan beraninya meminta untuk berdansa dengan gadis bermata coklat itu. Tubuh Henry menegang melihatnya. Dia tidak menolak dan merekapun berdansa.
“Kau memperhatikan gadis-gadis itu?” tanya Jack tak percaya pasalnya gadis-gadis itu hanyalah manusia dan Henry begitu memperhatikannya karena Henry tidak pernah tertarik seperti ini. Kenapa Jack sampai yakin Henry tertarik, karena pandangan mata lelaki itu hanya tertuju ke arah gadis-gadis itu.
“Ada sesuatu yang tidak bisa ku jelasi di sini,” jawab Henry cepat.
“Aku benar-benar tak mengerti denganmu, kau hampir kehilangan kendali dan sekarang…” Mata Jack memicing. “Apa jangan-jangan….” Pandangan mata tajam Henry membuat Jack menghentikan ucaannya.
“Tutup mulutmu Jack.” Henry memperingati.
Jack diam, perasaan Henry sudah memburuk karena ucapannya. Dia tidak ingin menganggu Henry lagi.
Gadis-gadis itu kembali ke tempatnya semula dan mereka tampak senang dengan apa yang telah mereka lakukan. Henry menutup matanya mencoba untuk tidak terganggu dengan aroma yang mengganggunya itu.
“Sheila, antar aku ke toilet.”
Suara itu membuat Henry membuka matanya dan melirik dari ekor matanya. Gadis bermata coklat itu berdiri dan mengikuti langkah temannya. Suara yang mengajak itu bukanlah suara gadis bermata coklat itu dan sekarang Henry mengetahui nama gadis itu, Sheila.
“Berikan kunci mobil.”
Tanpa harus meminta dua kali Henry mendapatkan kunci mobil itu. Dia tidak peduli bagaimana Jack akan pulang karena sekarang dia ingin keluar dari ruangan ini. Dia butuh menjernihkan pikirannya di luar.
Duduk termenung di dalam mobil dengan pandangan mata yang tidak lepas dari pintu masuk hotel sekarang Henry lakukan. Dia memutuskan untuk menunggu di luar dan akan mengikuti Sheila, gadis itu. Dia memang tidak akan tahu mobil yang dikendarai gadis itu tapi aroma yang dikeluarkannya akan menuntun Henry.
Cukup lama Henry diam menunggu hingga penantian Henry yang lama membuahkan hasil. Samar-sama dia mencium aroma itu yang membuat Henry siap siaga dengan mobilnya yang dia hidupkan. Saat mobil itu melewatinya, Henry mengikutinya.
Dia harus tahu di mana gadis itu tinggal agar bisa mengulik semua data diri gadis.
Henry mengikuti mobil itu hingga berhenti di rumah sederhana yang tampak remang-remang. Seseorang keluar dari mobil dan itu Sheila. Ini rumah gadis dan dia ternyata di antar pulang oleh temannya. Satu kenyataan yang membuat Henry sadar bahwa gadis itu bukan gadis kaya raya. Dan mungkin saja kedatangannya ke pesta tadi untuk menggaet lelaki kaya raya.
“Meyedihkan,” ucap Henry karena pikiran buruknya atas sosok Sheila.