Chapter V

1184 Kata
    “Kak Acha kalau lagi suka sama orang tuh se-ngebet ini, ya ternyata.” Lina iseng berkomentar.    Acha yang baru saja menancapkan flash disk ke laptopnya menengok ke arah sebelahnya, tempat Lina duduk saat ini.     “Emang aku lagi suka sama siapa?” tanya Acha.     “Eh?” Lina bingung.     “Ehh?” Acha juga ikutan bingung.     Lina menggeser pantatnya agar bisa berhadapan dengan Acha.     “Tunggu, Kak. Bukannya Kak Acha lagi naksir ke yang namanya Mas Dariel ini, ya?”     Acha menepuk pundak Lina. Nampaknya dia sudah tahu apa yang salah di antara mereka.     “Kamu gak dikasih tahu Dini tentang pekerjaan sampinganku?” tanya Acha lagi.     Tampak dari kerutan di dahi Lina bahwa dia masih bingung. Setahu dia pekerjaan Acha hanyalah sebagai model. Atau sesekali dia bermain FTv di layar kaca.     Melihat Lina yang kebingungan, Acha tahu siapa yang harus dihubunginya. Segera dia kirimkan pesan pada Dini yang isinya :     [Din, kamu gak bilang apa-apa soal ‘itu’ ke Lina?]     Tak lama kemudian, ponsel Acha berdering. Di sana tertulis pesan dari Dini :     [Bukannya waktu itu kamu bilang kalo Wildan itu yang terakhir? Jadinya ya gak ku kasih tau.]     Acha menghela napasnya dengan kasar untuk mempertahankan kesabarannya. Rupanya mantan asistenya ini mengira kalau dia tidak akan melakukan bisnis ini lagi.     “Ok. Gini, Lin.” Acha mulai menjelaskan dan Lina bersiap untuk mendengarkannya dengan baik.     “Aku punya kerjaan sampingan. Yang mana aku bisa jadi pelakor dalam sebuah hubungan.”     Lina menutup mulutnya saking tak percaya dengan apa yang didengarnya.     “Ya ampun, Kak...” ucap Lina.     “Kamu tahu gak kalau ada hubungan yang boleh dipertahankan dan harus dirusak secepatnya?”     “Dan Kakak menjualbelikan jasa yang seperti itu? Jasa untuk merusak hubungan orang lain?! Kakak gak takut karma!!?” nada bicara Lina semakin meninggi. Akan tetapi, Acha hanya menjawabnya dengan anggukan santai.     Lalu, dengan tiba-tiba Acha menutup laptopnya tanpa melanjutkan tujuannya untuk membuka isi folder di flash disk yang diberikan Ryo.     “Ok! Sampai sini aja. Karena aku gak pinter njelasin. Sekarang kamu pulang, nanti aku kirimin kamu ‘hasil karya’ –ku selama ini.”     Perempuan yang belum melepas make upnya itu berdiri dengan membawa laptopnya. Sementara itu Lina masih tak bisa menyembunyikan rasa tidak percayanya dan bergeming.     “Dan kamu juga boleh ngomongin ini di mana pun. Asal kamu tanggung resikonya.” Lanjut Acha yang kemudian langsung melenggang menuju kamar tidurnya. Ia seperti tidak merasa takut jika pekerjaan yang seharusnya menjadi rahasia ini bocor. Acha yang sudah melihat kinerja Lina selama ini merasa bahwa Lina adalah orang yang tepat untuk membantunya. Acha yakin perempuan lulusan SMA yang memiliki rasa keadilan tinggi itu tidak akan menghianatinya. *     Keesokan paginya, seperti dugaan Acha, asisten pribadinya datang ke apartmennya dengan wajah yang jauh lebih baik dari saat dia pergi. Malah sepertinya anak itu tertular senyum liciknya. Acha sampai merasa bahwa mulai sekarang mereka akan mendapatkan julukan geng antagonis.     Sesuai jadwal, hari ini mereka meluncur ke sebuah gym untuk syuting minuman penambah stamina. Sepanjang jalan, tak henti hentinya Lina memuji Acha. Bahkan ketika sudah sampai di lokasi pun sepertinya Lina tidak ada rencana untuk menghentikan pujiannya.     “Sumpah Kakak keren banget! Ternyata yang kasus KDRT di kota M itu kakak yang ungkap, toh? Itu kan beritanya heboh banget sampe viral di medsos! Mana ngelibatin anggota DPR. Terus yang kasus penculikan pacarnya anak gangster itu juga kakak yang bantuin! Wah... ak...”     “Sssst...” Acha mendiamkan Lina agar dia tak terlalu banyak bicara karena saat ini mereka ada di tempat umum.     Mereka telah turun dari mobil dengan membawa satu tas besar berisi keperluan Acha hari ini.     “Oke oke. Aku diem.”     “Serius aku gak percaya aku kenal orang sekeren Kak Acha.” Well, Lina bukan berhenti bicara, tapi hanya melirihkan volume suaranya saja.     Acha memutar bola matanya. Entah apa yang harus dia lakukan pada asistennya yang cerewet itu.     “Lina... kamu pilih diem atau aku potong lidah kamu? Kamu tahu kalau aku gak takut polisi, kan?” ancam Acha yang membuat Lina kicep seketika.     Akhirnya Lina pun mengunci mulutnya meskipun dia masih memiliki banyak kalimat yang ingin disampaikannya pada Acha. Mereka pun akhirnya masuk ke dalam gedung Mall tempat gym yang mereka tuju berada.     Sebetulnya Acha memiliki tujuan tambahan selain untuk syuting iklan. Kebetulan tempat latihan fitness ini adalah tempat langganan Dariel berdasarkan informasi yang diberikan Ryo. Walaupun belum tentu pria itu akan datang hari ini, tentu tidak ada salahnya jika Acha sekalian menyelidiki tempat ini.     Acha yang datang dengan pakaian olah raga dan jumpernya seperti biasa langsung menyapa staf yang sedang bersiap. Baru setelah itu mereka duduk di tempat yang sudah disediakan. Di sana sudah ada dua orang pengunjung gym dan tiga orang talent yang akan menjadi cameo kali ini.     Mungkin karena ini bukan week end, jadi tidak terlalu banyak pengunjung yang datang. Menurut Acha, itu justru bagus. Demi iklan ini, dia mati-matian membentuk badan agar tidak memalukan. Akan tetapi, pada hari H ternyata dia belum berhasil sesuai harapannya. Karena itu dia merasa beruntung bahwa dia tidak perlu minder jika banyak orang yang melihatnya.     Seusai membuka jumper-nya, Lina segera memoles wajah Acha. Sebelum ke sini, dia sama sekali tidak memoleskan make up di wajahnya. Hanya skin care dasar saja. Toh pada akhirnya dia akan touch up lagi di lokasi.     Tiba-tiba, nada dering terdengar dari ponsel pintar Acha. Lina yang baru membubuhkan blush on, mengambil ponsel itu dan diberikannya pada Acha.     “Dari Pak Ryo nih, Kak.” Kata Lina yang juga melihat nama pengirim dari notifikasi yang terpampang di layar.     Sementara Lina melanjutkan pekerjaannya, Acha membuka pesan itu. Ternyata hanya pesan pendek yang berisi,     [Mas Dariel sedang dalam perjalanan ke gym dan akan tiba dalam 30 mnt. Mohon siap-siap, Mbak.]     Acha mengerutkan dahinya. Bagaimana bisa Ryo tahu bahwa dirinya sedang ada di gym? Dia sama sekali tidak merasa pernah memberi tahu pria berwajah oriental itu mengenai jadwalnya hari ini. Acha pikir mungkin tanpa sengaja dia memang memberitahukannya. Entahlah, ini saatnya dia fokus pada pekerjaan dan misinya.     Jika Dariel memang akan ke mari, berarti dia harus bersiap untuk menyerang. Dia tak boleh membuang waktunya secara percuma. Dia harus menyelesaikan syuting dalam sekali take, lalu bersiap untuk misi selanjutnya.     “Mbak Acha. Kita mau rehearsal, apa sudah siap?” seorang staf perempuan mendatangi Acha dan Lina.     “Make up –nya sudah selesai.” Jawab Lina.     Acha pun berdiri dari kursinya. Tetapi, bukannya langsung ke depan kamera, dia malah sedikit melingkis crop top nya.     “Bikin abs dulu dong, Lin. Biar keren lah!” ujar Acha dengan nada cengengesan.     Staf dan Lina tak bisa menahan tawa mereka mendengar ocehan Acha. Tidak biasanya staf itu mendapatkan talent model yang blak-blakan begini.     Gadis berambut pendek itu mengambil lagi kuas dan shading pallet yang baru saja ditaruhnya dalam kotak make up. Dengan rapi dia menggambar kotak-kotak di perut Acha yang ‘cuma’ rata itu dan merapikannya agar terlihat seperti ‘abs’, sesuai permintaan Acha.     “Dah, sip!” ucap Lina begitu selesai.     “Tengkyu, Lin.” Balas Acha.     Dia pun beranjak untuk mulai gladi resik yang ternyata tak begitu lama berlangsung. Setelah sedikit briefing, mereka langsung take.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN