bc

Jebakan Cinta Ceo gila

book_age18+
836
IKUTI
3.2K
BACA
billionaire
contract marriage
friends to lovers
dare to love and hate
billionairess
tragedy
sweet
city
small town
gorgeous
like
intro-logo
Uraian

Seandainya pada pesta malam itu Sania tidak penasaran bagaimana sih rasanya wine, mungkin sekarang ini dia masih seorang gadis muda yang bebas menikmati dunia.

Bukannya menjadi teman tidur dari Bimo Lee, atasannya yang tampan dan kaya tapi menderita gangguan paranoia.

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1 Revisi
Hujan deras yang turun berbarengan dengan suara adzan subuh tadi masih menyisakan rintik-rintik kecil. Duduk santai, menikmati dentingan permainan piano Yiruma yang memainkan lagu Rivers Flows in You sambil menyesap secangkir latte yang asapnya masih mengepul, dan roti yang baru dikeluarkan panggangan pada hari Senin pagi yang dingin, adalah kemewahan yang hanya bisa didapatkan oleh segelintir orang. Salah satunya adalah Bimo Lee, pengusaha muda yang menjadi kaya raya lewat jalur warisan dari orang tua dan kakeknya. Selesai tiga lagu, isi cangkir sudah tersisa separuh. Pria tampan itu mengangkat tangan kirinya untuk melihat angka pada jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Masih jam setengah delapan pagi. Tetesan air yang memukuli jendela kaca rumahnya belum menunjukkan tanda-tanda berhenti. Bimo memutuskan untuk lebih lama lagi bersantai, sebelum akhirnya memanggil sopir yang akan membawanya ke perusahaan baru yang sudah resmi menjadi miliknya. Di dunia yang jauh berbeda dengan Bimo, Sania Wilmar berdiri berdesakan-desakan dalam kereta yang akan membawanya ke kantor. Seandainya dia Mark Zuckerberg atau Elon Musk yang tiap detik embusan nafasnya bernilai puluhat juta, mungkin Sania lebih suka tidur dirumah pas hujan-hujan begini. Sayangnya, setiap embusan nafasnya harus menanggung beban utang. Utang biaya sekolah, utang keluarga, untungnya tidak termasuk utang negara. Meskipun paginya sudah diwarnai drama genteng bocor dan rumah kontrakannya yang nyaris kebanjiran, dia sangat penuh energi saat ini. Dengan usahanya yang tak henti-hentinya selama dua tahun, akhirnya dia berhasil memenangkan hati bosnya untuk berinvestasi di StayToon, perusahaan rintisan yang menghususkan bisnis pada komik digital. Persetujuannya akan ditanda tangani siang ini, setelah itu, perusahaan yang baru berkembang itu akan segera mendapatkan dana inkubasi dari Paragorn, perusahaan tempatnya bekerja. Ini adalah proyek pertama yang berhasil disetujui sejak dia bergabung dengan Paragorn dua tahun lalu, dan ini adalah pertama kalinya dia dipercaya menjadi perantara yang mengurusi semua kontrak dari awal sampai akhir. Berarti ini menunjukkan apa? Ini menunjukkan ketidakberuntungannya selama lebih dari 20 tahun yang mengikutinya akhirnya pergi menjauh darinya. Dengan kepercayaan diri yang lebih dari biasanya, Sania turun dari angkot, dan bergegas ke Paragorn.   Dalam perjalanan ke pintu utama gedung yang singkat, dia telah membuat rencana untuk masa depan dalam pikirannya. Semua rencana itu baru akan dimulai ketika dia sudah mendapatkan kontrak yang tiga rangkap yang ditanda tangani oleh bos besarnya, dan menyelesaikan inkubasi investasi dengan StayToon studio. Setelah kesepakatan ditandatangani, langkah selanjutnya adalah menunggu bonus kinerja di akhir tahun.   Dengan uang bonus ini, Sania Wilmar tidak hanya dapat membayar utang orang tuanya, tetapi juga memiliki kesempatan untuk menyewa rumah yang lebih dekat dengan kantor. Sania sendiri sangat optimis untuk perkembangan StayToon di masa depan. Baca buku secara digital semakin banyak peminatnya, memiliki banyak seniman komik yang bergabung dan genre cerita yang beragam, dia yakin StayToon bisa mengambil 20 persen pasar pembaca Indonesia.   Ketika StayToon naik dan tumbuh semakin berkembang, Sania akan terkenal dan menjadi inkubator investasi dunia kreatif yang bertangan dingin dan pandai membaca peluang bisnis. Pada saat yang sama, kemakmuran dan kekayaan akan terus mendatanginya.   Karena itu lima menit sebelum jam masuk kerja, Sania tidak punya waktu untuk memperbaiki detail lamunan ini, dan berlari ke arah lift yang kedua sisi pintunya akan menutup. “Hei, tunggu! Tahan liftnya, aku ikut.” Lari Sania semakin kencang.   Olah raga tambahan ini dia lakukan hampir setiap pagi demi bonus kehadiran 100 persen. Untunglah ada orang baik yang mau menahan pintu lift supaya tidak tertutup. Masih dengan napas tersengal, Sania masuk ke dalam lift yang sudah nyaris penuh sambil tersenyum dan berkata, “Thanks.” Tepat ketika pintu akan ditutup, sekelompok orang masuk. di belakangnya -- semuanya dalam setelan rapi.   Apakah ini klien yang datang untuk rapat? Sania melirik ke arah rombongan itu, pada saat yang sama, matanya ditangkap oleh pria terakhir yang masuk. Satu-satunya pria yang berpakaian santai. Ini adalah pandangan yang sangat singkat, mata orang lain dingin, tetapi Sania memiliki perasaan berdebar sesaat, dia bukan orang yang menilai orang berdasarkan penampilan, tetapi pihak lain benar-benar terlihat sangat tampan. Pria di depan pintu lift itu memiliki wajah oriental-Amerika yang menawan. Semakin keren dengan potongan rambut hitam yang pendek dan rapi. Bibirnya tipis terlihat sangat seksi, mata sipit yang dalam serta jembatan hidung tinggi. Seluruh penampilan pria ini memiliki temperamen yang luar biasa, dan bahkan membawa sedikit kemewahan. Satu-satunya masalah adalah ekspresi wajahnya agak sok dengan aura kesombongan dan ketidaksabaran yang terlihat jelas.   Sania bekerja di bagian inkubasi proyek Paragorn. Paragorn adalah perusahaan investasi yang mengkhususkan diri pada dunia hiburan digital dan elektronik perusahaan ini di bawah grup Saleem. Bekerja di industri yang berkaitan dengan dunia selebritas online, bukan berarti dia mengenal semua selebriti di sini.   Jadi, orang ini termasuk artis jalur viral yang mana? Dilihat dari gaya dan penampilannya, dia kelihatan seperti jebolan Citayam Fashion week, tapi kalau dilihat dari visualnya, kayaknya bukan. Sania sudah hapal betul bagaimana penampakan anak-anak stasiun Dukuh atas yang sedang viral belakangan ini. Jebolan apapun dia, penampilan pria ini terlihat sangat baik sekaligus buruk. Menurut pandangan matanya, siapapun yang menangani pria ini harus memiliki kesabaran eksra, karena dia perkirakan pria ini akan sangat sulit dilayani. Sania hanya memikirkan itu secara acak. Sekarang dia hanya memiliki bonus absensi penuh di dalam kepalanya. Lima ratus ribu, itu nilai yang cukup besar buatnya, dan uang sebesar itu dan melayang dengan sia-sia kalau absennya merah. Sayangnya, lift hari ini seperti sedang menguji kesabarannnya. Pintu Lift yang tadinya normal-normal saja tiba-tiba macet dan tak bisa ditutup. Menurut pengalaman selama ini, lift ngambek begitu karena kelebihan muatan. Solusinya cukup mudah, salah satu dari orang yang ada di dalam lift harus turun, dan orang itu tentu saja bukan dirinya. Namun, tidak ada yang bergerak di dalam lift, seolah-olah ada jalan buntu menunggu seseorang untuk turun lebih dulu.   Terutama pria dengan tampang sombong yang masuk paling terakhir. Dia sama sekali tidak ada kesadaran untuk turun meskipun Sania sudah memelototinya.   Bagaimana ini bisa naik kalau nggak ada yang mau mengalah? Sania melihat jam tangan dengan ekspresi sebal. Dalam hitungan tiga menit, dia akan kehilangan uang absensinya. Sepertinya dia harus segera bertindak dan menegur pria tadi. Tidak peduli seberapa tampan penampilannya, itu tidak sebanding dengan kehilangan uang lima ratus ribu miliknya. Sania bergeser ke depan, dan menyentuh lengan pria itu dengan lembut. “Sorry, Mas. Liftnya ngga mau naik karena kelebihan muatan. Masnya kan naik paling belakang jadi silakan turun dulu, dan naik lift yang berikutnya.” Dalam keadaan normal, mendengar tegurannya, pihak lain, sebagai pria terakhir yang datang, akan secara otomatis keluar dari lift dan menunggu giliran berikut.   Namun, apa yang tidak diharapkan Sania adalah bahwa pihak lain tertegun untuk sementara waktu, dan meliriknya dengan wajah datar. Tidak ada ekspresi mengalah di wajahnya yang tampan, sebaliknya, dia malah bergeser mundur untuk memberi jalan kepada Sania yang terhalang oleh kakinya yang tinggi dan panjang, dan memberi isyarat dengan kepalanya supaya wanita itu yang keluar. “Kenapa bukan kamu aja yang turun?” “Hah?” Pria itu melirik Sania lagi, sedikit mengernyit, dan menambahkan, "Cepat, aku sedang terburu-buru." Sania melongo mendengar perintah semena-mena pria itu.   Apakah dia memiliki kesadaran diri sebagai seorang pria terhormat? Kenapa pria ini benar-benar tak tau malu? Kualitasnya sangat rendah!   Lihat bagaimana aku membalasmu. Sania sengaja berjalan keluar, tetapi ketika pria itu lengah, dia segera berbalik dan mendorong tubuh tinggi itu dengan kedua tangannya sekuat tenaga. Hanya dengan satu sentakan, pria yang kuda-kuda kakinya lemah itu terdorong keluar. Melihat pria itu nyaris jatuh tersungkur, orang berjas lainnya buru-buru keluar untuk menolong. Begitu sekelompok orang itu keluar dari lift, Sania dengan panik menekan tombol tutup lift. Pada saat kedua sisi pintu perlahan bertemu, Sania sempat melihat pria sombong tadi berdiri dan menatapnya dengan geram. Sania tersenyum sembari melambaikan satu tangannya, “Bye!” Dan kemudian pintu lift tertutup sepenuhnya di depan mata pihak lain yang melihat dengan tidak percaya.   Ketika lift naik sepenuhnya, Sania sedikit bangga dengan kemenangannya. Sekalipun, jangan pernah meremehkan seorang wanita yang mempertahankan uang bonus bulanannya.   **   Meskipun diwarnai drama lift, Sania masih berhasil menempelkan kartu identitas karyawan pada mesin absensi dengan tepat waktu biarpun ketek dan dahinya dibasahi keringat karena berlarian di sepanjang koridor. Ketika dia baru sampai di kubikel, dan belum sempat pamer tentang kehebatannya ke teman-temannya yang lain, dia melihat Barco Lemos, bos langsungnya yang sedang minum secangkir kopi sambil menonton sinetron azab lewat gawai di jam kerja. karyawan lama sudah tidak aneh lagi melihat kebiasaan Pak Barco Bisa dibilang, tidak ada hal penting yang dikerjakan oleh pria paruh baya itu selain tanda tangan berkas yang sudah dia periksa. Sisanya, dia hanya duduk diruangan main soliter di komputer atau nonton TV. Untuk pekerjaan lain, serahkan saja ke karyawan atau anak magang yang melek teknologi. “Tumben banget Pak Bar nonton sinetron azab di hape. Biasanya dia paling males gara-gara gambarnya kecil. Ada kejadian apa nih sampai perilaku normalnya berubah?” Rekan yang tahu segala macam informasi, Filma datang dan berkata dengan suara rendah. "Beritanya, Pak Bar kalah dalam perang bintang. Dia ditendang dari kelompok manajemen Paragorn dalam semalam, dan dikirim ke anak perusahaan tanpa ada power sama sekali.” Sania membalas dengan berbisik juga, “Siapa yang bisa nendang doi dari sini?” “Putra mahkota Saleem lah. Memangnya siapa lagi yang bisa kalau bukan dia?” Ketika Filma mengatakan ini, dia melengkungkan bibirnya. "Akhirnya, setelah bertahun-tahun terkekang, akhirnya kita terbebas dari generasi boomers sotoy yang maha tahu dan ngeyelan kayak dia.”   Barco adalah generasi tua yang tidak paham perkembangan dunia digital, dia diangkat sebagai direktur utama Paragorn hanya sebagai balas budi untuk masa baktinya diperusahaan pusat selama puluhan tahun. Tahu sendiri kan bagaimana menyebalkannya kerja bareng dengan generasi jaman dulu? Susah diajari teknologi terbaru, tapi sok tahunya minta ampun. Barco juga sering mengakui ide-ide fresh karyawan baru sebagai idenya sendiri, dan mengusulkan idenya ke pusat. Dia dijuluki si yang paling tahu sama anak-anak kantor, bukannya malu disindir begitu, dia malah bangga karena sudah diakui semua orang berkat layanannya yang tepat ke bos besar Paragorn. Pada saat ini, dia berlari liar di ruang percetakan dengan kedua tangan di pinggangnya. "Sania Wilmar?! Kamu akhirnya di sini!” pria berambut klimis itu menarik lengan kemejanya saat melihat jam di tangan kanannya. “Kamu telat delapan detik! Satu detik dari waktu CEO kita setidaknya senilai seratus ribu, dan kamu menghabiskan 800 ribu pagi ini! Dengan ketidakdisplinan ini, apa kamu masih merasa layak untuk kerja di sini. Berhenti gosip dan mulailah bekerja sekarang!"   Filma memutar matanya tak tertahankan, dan diam-diam berkata kepada Sania. “Ku dengar direktur baru kita, putra mahkota grup Saleem ganteng pakek banget. Itulah kenapa aku pakai baju baru hari ini. Mana tau dihari pertamanya dia sini, Pak Bimo melirikku untuk jadi ratu di perusahaannya. Andai itu terjadi, hal yang pertama yang aku lakuin membuang Barco Lemos jauh-jauh dari sini.”   Sania tidak mau ikut mengkhayal seperti Filma, dia hanya peduli pada satu hal. "Kalau Pak Sam dipindahin, bagaimana nasib proyek yang sudah dia setujui sebelumnya?” Filma berkata dengan simpatik. "Tepat setelah proses serah terima jabatan, kalau ada dokumen-dokumen yang belum disetujui atau sudah disetujui tapi belum ditanda tangani sama Pak Bar, itu akan dicek ulang sama Pak Bimo, direktur kita yang baru.”   Setelah dia selesai berbicara, dia menepuk bahu Sania dengan sungguh-sungguh. "Kamu pernah menyinggung Barco Lemes sebelumnya, dan kemudian dia mengganggu beberapa proyekmu . Sekarang Direktur Bimo sudah naik takhta, kesempatanmu telah datang. Kalau kamu bisa melakukannya hari ini, cukup tinggalkan kesan yang baik ke Pak Bimo, dengan begitu, kontrak kerjasama dengan StayToon bisa secepatnya ditanda tangani.”   Sania merasa bahwa kata-kata ini masuk akal, dan dia segera membuat keputusan——   Direktur baru ini, Sania Wilmar akan mencoba menjilat dengan hidupnya!   **

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.7K
bc

TERNODA

read
198.6K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.3K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.5K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
57.1K
bc

My Secret Little Wife

read
132.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook