Javier berdiri tidak jauh dari stan dengan sebelah tangannya memegang gelas cristal berisi wine. Ia sedikit mendengus saat anak matanya menangkap seseorang yang sedari tadi menjadi pusat perhatiannya.
Ya siapa lagi kalau bukan Revano yang kini terus Javier pandangi. Apa lagi ia lihat di sofa ujung sana akan Alverno yang duduk sendiri hanya di temani oleh banyak wanita cantik dan juga sexy tentunya. Javier merasa risih sendiri melihat di pria itu diam saja ketika banyak wanita yang menyentuh tubuh Alverno.
“Apa ada orang yang begitu sangat mirip sekali dengan Revano, tetapi sifat dan kebiasaanya sama sekali bukan Revano.
"Apa Alverno itu bukan Revano? Karena secara muka memang sama, tetapi sifat keduanya yang bergitu terbalik dengan Revano pria yang begitu sopan dan lembut pada wanita,” gumam Javier seraya kembali memalingkan wajahnya.
“Hai Jav…” serunya dengan menepuk bahu Javier.
Javier tersenyum setelah sadar dari lamunanya yang sedari tadi masih ada pria yang menjijikan di depannya itu.
“Hai kau melamun? Dari tadi aku perhatiin kamu lihatin siapa sih?”
"Tidak ada!”
“Apa yang kau pandangi sejak tadi itu si Mr Stone?!”
“Ya begitulah, aku seperti tak asing melihatnya. Lalu kenapa kamu berada di sini Steve?” tanya Javier pada salah satu teman baiknya.
“Aku jelas di undang oleh Mr Statham di ulang tahunnya itu. Hai, apa kau tidak mengenal Mr Stone?
"Si Ceo playboy se-Amerika? Dia memang penggila one night stand meskipun dia sudah bertunangan juga,” ujar Steve sama pandangi Alverno yang terlihat tidak risih.
‘Semua orang mengenali Alverno, berarti pria itu memang bukan Revano,’ batin Javier.
***
Luxury Hotel, London.
Javier dan Andri kembali ke hotel. Meski Javier banyak mengantongi beberapa fakta kalau pria itu Alverno. Tapi Javier masih penasaran dengan semua tentang pria itu. Ia masih belum percaya penuh kalau pria itu adalah Alverno Stone.
Javier kembali membuang napas pelan, saat melihat Alverno bergandeng tangan dengan wanita cantik menuju lift.
Pria yang sedari tadi membuat dirinya penasaran kini berada di dalam satu lift dengannya.
“Kau sangat nakal Han. Jangan di sini malu ada orang,” bisik sensual wanita yang dipeluk Alverno.
“Aku sudah tidak tahan ingin berada di dalammu. Aku ingin menghajarmu habis-habisan di atas tempat tidur nanti,” bisik Alverno di telinga wanita.
Javier yang berdiri di depannya pun mendengar perkataan mereka rasanya jijik. Bisa-bisanya pria terpandang seperti Mr Stone bersikap memalukan.
“Bersabarlah Han,” jawab wanita itu bergelayut manja.
Javier bedecak kesal di dalam hati, “Wajahmu boleh saja mirip. Tetapi kelakuan benar-benar minus semua! Jauh berbeda dengan Revano yang aku kenal.”
Ting!
Suara pintu terbuka, bersamaan dengan Javier melangkah terlebih dulu untuk menuju kamarnya yang diikuti sekretarisnya.
Javier tidak menyangka kalau Alverno ternyata satu lantai dengannya setelah Javier melirik ke samping di mana pria itu tidak henti menjelajah tubuh wanita itu hingga keduanya masuk ke dalam kamar paling ujung.
“Sudahlah Jav, sebaiknya kamu tidak ikut campur urusan orang. Mungkin benar itu bukan Revano.”
Lagi lagi hati Javier mengingatkan, tetapi kenapa otaknya tidak berhenti dengan rasa penasaran yang begitu besar pada pria serupa Revano itu.
***
Revano membuka jas yang ia kenakan dan menghempaskan tubuhnya di single sofa.
“Kembalikah ke asalmu, saya sedang jenuh ingin sendiri dan tidak ingin diganggu!” serunya sembari melepaskan dasi kupu-kupu yang sedari tadi masih melingkar di lehernya.
“What?”
Revano menghembuskan napas pelan. “Apa aku nggak salah dengar?”
“Tidak! Pergilah dari kamarku!” ulang Revano seraya mengusir wanita yang berdiri dengan wajah terkejut.
“Kita belum ngapa-ngapin Mr Stone?!”
“Lalu kamu kira kita mau ngapain? Bercinta?” seru Revano menautkan kedua alisnya.
“Bukannya tadi sewaktu di lift—kau akan menghajarku habis-habisan di atas tempat tidur itu?!” tanyanya bingung dengan Mr Stone.
“Lalu kenapa anda meminta saya pulang?”
“Saya sedang tidak berselera apa kau tidak dengar dari tadi. Baiklah kalau kau ingin bersenang-senang denganku.” Revano meraih benda pipihnya dan menghubungi seseorang.
“Datanglah ke kemarku.” Hanya itu yang wanita itu dengar, entah siapa yang akan datang ke kamarnya.
Tidak lama seseorang yang Revano hubungi pun berdiri di hadapan Revano memunggil wanita yang masih menatap Mr Stone bingung.
“Dia ingin bercinta denganku, tapi aku sedang tidak berselera. Apa kah kamu mau menggantiku?”
Wanita itu mendongkak mendengarkan perkataan Mr Stone, bersamaan seseorang pria menariknya hingga ke tempat tidur. Revano bangun dari duduknya dan masuk ke kemar lainnya.
Di seberang sana, Javier merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia memijit keningnya yang pusing karena tidak henti memikirkan pria yang begitu mirip dengan Revano, Alverno Stone.
Di dalam lubuk hati Javier yang paling dalam, ada sebuah keyakinan kalau pria yang tadi ia temui adalah Revano, meski ya sifat mereka sangat berbeda. Bisa saja Revano memang sedang berperan sebagai orang lain.
Tapi nama Alverno William Stone, masih membuat Javier bertanya-tanya.
“Apa aku harus mengatakan pada Melanie kalau aku melihat orang yang begitu mirip dengan Revano? Apa aku harus mengatakan pada Mr Stone itu kalau Melanie kini sudah melahirkan anak kembar? Tapi—“
Javier menjeda kembali mengingat betapa ia ketakutan kehilang Melanie dan juga kedua anaknya itu setelah ia memberitahukan pada Mr Stone akan Melanie.
“Bolehkah kali ini aku meminta istrimu Rev? Aku sangat mencintai wanita itu sejak lama. Aku ingin memiliki Melanie seuntuhnya. Maafkanlah aku,” gumam Javier.
Drtt…
New message
‘My Heart’
Javier tersenyum lebar saat membuka pesan di mana Melanie mengirimkan sebuah foto.
Foto dirinya yang tertidur di samping Adia dengan gaya yang sama.
Melanie di seberang sana pun sama tersenyum melihat Javier yang tengah mengetik pesan.
‘Daddy kangen kalian semua. Daddy kangen ingin peluk dan cium kalian semua,’—pesan Javier.
***
“Javier Abaraham sudah melihatmu. Apa dia tidak akan memberitahukan Andi Sanjaya?”
Revano menghembuskan napas pelan. “Sepertinya tidak, dia percaya kalau aku adalah Alverno Stone hingga pria itu mencari data pribadiku!”
“Lalu apa kamu mau bekerja sama dengan Javier Abaraham, meski ya ini menguntungkan perusahan kake tua itu!”
“Sebaiknya memang begitu bukan? Ini juga menguntungkan untuk Stone Company?!” tanya Revano balik. Ia tidak peduli dengan Javier yang kini tengah mencurigainya.
Pria di depannya menyesap vodka sembari menari sudut bibirnya ke samping bersama dengan wanita yang tadi menghangatkan malamnya.
“Apa kau punya rencana padanya?”
Revano berdecak. “Kita lihat saja nanti.”
Pagi harinya…
Andri masuk ke dalam kamar Javier, di mana tuannya itu sudah duduk mengenakan pakian lengkap sembari menikmati sarapan paginya dengan wajah yang kembali ceria tidak seperti saat menginjakan kakinya ke London.
“Ini datang seseorang yang anda cari.” Andri memberikan map hitam yang langsung di terima oleh Javier.
Ia membuka dan membaca data pribadi dari Alverno William Stone pria kelahiran New York berusia dua puluh delapan tahun dan data pribadi lainnya.
“Apa sebenarnya Revano selama ini punya saudara kembar? Dan yang saat ini beneran saudara kembar Revano, Alverno William Stone” batin Javier.
“Sir, apa kita harus menghubungi sekretaris Mr Stone untuk masalah kerja sama. Ini akan menguntungkan perusahan kita.”
“Tolong kamu atur saja.”
“Baik sir, saya permisi,” ucap Andri berlalu pergi dari kamar Javier.
***
Javier kembali ke Indonesia, setelah tiga hari berada di London. Javier melangkah lebar bersamaan masuk ke dalam Mansion Andi Sanjaya untuk menemui Melanie dan juga kedua anak-anaknya.
Javier masuk ke dalam kamar samping untuk membersihkan diri tidak lama ia kembali ke kamar Melanie dengan tubuh dan pakaian yang sudah ganti dengan piyama.
Senyumnya kembali melukis saat melihat Melanie tertidur dengan posisi duduk sembari kedua tangannya memeluk baby boy yang tengah menyesap asi.
Karena takut putranya jatuh, melihat Melanie yang tertidur, Javier langsung mengambil alih dengan wajah bahagia tak henti tersenyum melihat baby boy yang tersenyum sembari melepaskan pusat asi itu bersamaan Javier menggendong baby boy.
“Hmmm… Jav…” lirih Melanie langsung bangun saat ia merasakan putranya terlepas dari pangkuannya.
“Kapan kamu pulang?” Melanie langsung merapihkan bajunya.
“Barusan. Hay boy daddy kangen kamu. Kenapa kamu nggak bobo kaya Adia, hmm? Apa kamu menunggu daddy pulang?” tanya Javier gemas pada Arkana.
“Kamu sudah makan kah?”
“Sudah sayang. Aku hanya ingin minum yang hangat-hangat saja.”
Melanie bangun dari duduknya. “Ya sudah aku buatkan tea hangat untukmu, tunggulah.”
Javier mengangguk namun anak matanya masih menatap wanitanya. “Kalau aku mau yang hangat itu. Apakah kamu mau memberikannya padaku?” pinta Javier menatap lekat pada dua buah bukit kembar yang sama besarnya itu.
Melanie mengeryit kening, bingung. “Maksudmu?”
“Sudahlah lupakan. Tea saja, no sugar sayang.” Melanie mengangguk dan pergi dari kamarnya.
“Sebenarnya otakmu nyangkut dimana?!”