Bab 10 — Seperti Ada Yang Mengambil Aksa Dari Aira

667 Kata
Malam itu, setelah Aksa tertidur, Aira duduk sendiri di ruang tamu. Lampu temaram membuat ruangan terasa kosong—sepi yang menusuk. Ia memandangi pintu kamar Aksa yang sedikit terbuka, memastikan anak itu benar-benar tidur. Aira takut sekali kalau Aksa terbangun dan menangis lagi. Sudah berhari-hari… Aksa terlihat gelisah. Semakin clingy. Semakin takut. Dan semakin sering menanyakan hal-hal yang membuat hati Aira teriris. “Ibu beneran nggak capek sama Aksa?” “Kalau Ibu pergi, Aksa ikut kan?” “Aksa salah apa?” Pertanyaan itu seperti pisau yang masuk perlahan-lahan. Tidak langsung melukai… tapi menyakitkan sampai ke tulang. Aira memeluk lututnya, tubuhnya bergetar. Ia ingin kuat. Tapi ia manusia… ia punya batas. Ponselnya bergetar. Nama itu muncul lagi. Arga. Untuk beberapa detik, Aira ragu. Tapi ia menjawab. “Halo?” Suara Arga terdengar lebih berat dari biasanya. “Aira… kita harus ketemu.” Aira menggeleng, meski Arga tak bisa melihatnya. “Arga, aku lagi nggak—” “Aku serius.” Ada sesuatu dalam suara Arga yang membuat Aira diam. “Aku nggak mau kamu salah paham. Ada hal yang harus kamu tahu.” Aira menelan ludah. “Kenapa sekarang? Setelah lama nggak ada kabar?” Arga menarik napas panjang di seberang telepon. “Karena semuanya ada hubungannya sama kamu… dan Aksa.” Detik itu, Aira berdiri spontan. Seakan tubuhnya disetrum. “Aksa?” suaranya pecah. “Arga, kamu jangan main-main—” “Aku nggak bercanda,” Arga memotong. “Aku tahu siapa yang ngomong hal-hal itu ke Aksa.” Jantung Aira serasa membeku. “Siapa?” Suaranya bergetar. Di seberang, Arga terdiam beberapa detik. Seolah ia sedang menimbang-nimbang apakah ia harus jujur atau tidak. “Arga… jawab!” Aira hampir berteriak. Arga akhirnya berkata lirih: “Aira… aku ketemu seseorang beberapa hari lalu. Dan orang itu bilang hal-hal buruk soal kamu di depan Aksa. Sengaja.” Aira menutup mulutnya. Dada sesaknya luar biasa. Tangannya gemetar hebat. “Si-siapaaa…?” katanya dengan napas terputus-putus. Arga menelan saliva. “Dia bilang… dia adalah ayah Aksa.” Aira jatuh terduduk. Tidak. Tidak. Tidak mungkin. Lelaki itu… yang dulu pergi tanpa penjelasan, yang meninggalkan luka paling dalam di hidupnya, yang tidak pernah menengok Aksa sekalipun… Datang lagi? Dan… menyakiti hati anak itu? Aira memejamkan mata kuat-kuat. Air mata menetes tanpa bisa ia cegah. “Kenapa… dia balik?” bisiknya. “Aku nggak tahu,” jawab Arga. “Tapi dia jelas punya niat buruk. Dia bilang hal-hal yang bikin Aksa takut kamu akan pergi. Dia tahu di mana rumah kamu. Dan…” Arga berhenti sebentar. “Dia bilang dia mau ambil kembali ‘apa yang seharusnya miliknya’.” Napas Aira pecah. “Arga… aku nggak siap. Aku… aku—” “Dengar aku, Aira.” Arga kali ini tegas. “Aku bakal bantu kamu. Aku nggak bakal biarkan dia ganggu kamu lagi. Tapi kamu harus kasih tahu aku semuanya. Dari awal.” Aira mengusap wajahnya yang penuh air mata. Ia ingin menutup telepon. Ia ingin kabur. Ia ingin menangis sampai tidak ada suara yang keluar. Tapi… untuk pertama kalinya sejak lama, ia merasa tidak sendirian. “Aira?” suara Arga memanggil lembut. Aira akhirnya berbisik: “Aksa adalah satu-satunya yang aku punya… Aku takut kehilangan dia…” Arga menjawab cepat: “Kamu nggak akan kehilangan siapa pun. Aku janji.” Dan entah kenapa, janji itu… terasa berbeda. --- Saat Aira masuk ke kamar Aksa untuk mengecek, ia menemukan sesuatu yang membuat tubuhnya kaku. Aksa terbangun. Sambil memeluk selimut erat-erat. Wajahnya pucat. “Bu…” suaranya pelan. “Kenapa Bapak bilang… Aksa bukan milik Ibu?” Aira menutup mulutnya. Tidak. Ini tidak boleh terjadi. Aksa tidak pantas mendengar itu—bahkan di mimpi paling buruknya sekalipun. Aira memeluk Aksa erat sekali, seperti memeluk hidupnya sendiri. “Nggak usah dengar siapa pun, sayang… Kamu milik Ibu, selalu. Ibu nggak akan biarin siapa pun ambil kamu…” Tapi dalam pelukan itu, Aira sadar sesuatu: Untuk pertama kalinya… ada ancaman nyata untuk mengambil Aksa darinya. Dan Aira tidak akan diam. Tidak kali ini. ---
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN