CHAPTER 35

2088 Kata
"Geo, sampai kapan kamu mau lari dari aku?" tanya Savana yang duduk di sebelah Geo. Mereka saat ini sedang duduk di salah satu meja kantin. Hanya berdua. Karena Reno dan Aldi sedang memesan makanan. Geo bergeming di tempatnya tak menghiraukan Savana. Cowok itu masih sibuk memainkan ponselnya. "Geo, kamu gak capek lari dari Savana?" tanya Savana lagi yang lagi-lagi pula tak dijawab Geo. "Ge--," belum sempat Savana selesai berkata, Geo dengan cepat menyelanya. "Harusnya gue yang tanya sama lo!" bentak Geo menatap Savana tajam. "Lo gak capek ngejar gue? Lo gak capek gue bentak? Lo gak capek dianggep orang lain sebagai cewek murahan yang selalu ngejar-ngejar gue yang udah jelas-jelas gak suka lo?!" "Gue risih sama lo Savana! Lo itu gak lebih dari hama parasit di hidup gue! Lo harusnya sadar diri kalo cewek kaya lo gak pantes buat gue, ngerti?!" bentaknya lagi. Napas Geo tersengal, d**a cowok itu naik-turun tanda emosi. Wajahnya pun memerah. Savana terdiam kaku di bentak sebegitu kerasnya oleh Geo. Bukan sekali dua kali Geo membentak. Namun rasanya tetap sama sakitnya. Tapi entah kenapa, bentakan itu tak pernah membuat Savana gentar untuk memperjuangkan Geo. Meja Savana dan Geo saat ini menjadi perhatian seluruh penjuru kantin. Savana malu tentu saja. Tapi Savana sudah memasang muka tebalnya. Itu tak akan mampu membuat Savana gentar dan goyah dalam perjuangannya mendapatkan hati Geo. "Lo lihat," jari Geo terangkat menunjuk seluruh penjuru kantin. "Semua anak-anak ngelihatin meja sini. Mereka pasti denger omongan gue, lo gak malu?!" ujar Geo dengan suara rendah tertahan marah. Geram. Geo benar-benar geram dengan Savana. Savana menggeleng menatap Geo. "Aku gak pernah malu untuk memperjuangkan cintaku Geo, aku gak pernah malu," tukas Savana yakin. Gigi Geo bergemelutuk. Rahangnya mengeras. Hati Savana benar-benar tahan banting. "Urat malu lo udah putus?!" sentak Geo lagi. "Semakin kesini gue semakin jijik sama lo Sava! Harusnya waktu itu gue gak nolongin lo, harusnya waktu itu gue biarin lo di bully Raisa sampai lo mampus sekalian!" ujarnya penuh dengan emosi. Reno dan Aldi yang baru saja datang bisa mendengar ucapan tajam Geo yang dilontarkan untuk Savana. Kejam. Geo benar-benar kejam. "Lo jangan gitu lah Ge," ujar Aldi menaruh nampan yang berisi makanan mereka diatas meja kantin yang ada di depannya "Dia cewek Ge, hati dia sensitif. Gampang rapuh," lanjutnya berusaha memberi pengertian. Berharap Geo sedikit melembutkan perkataannya. Namun harapan Aldi harus lenyap ketika dia malah mendengar Geo menyeringai. "Ngomong lembut sama cewek modelan dia?" tanyanya terkekeh sinis. "Jangan harap!" tukasnya tajam. Penuh penekanan. "Jaga omongan lo Geo!" sentak Reno tak terima sahabatnya dianggap remeh. "Kalo lo gak bisa jaga omongan lo sama Savana, seenggaknya lo diem aja! Daripada ngomong, tapi buat hati Savana sakit doang! Lo sahabat gue Ge, tapi Savana juga sahabat gue!" Reno menatap Geo tajam. Cowok itu meletakkan nampan yang berisi minuman mereka dengan kasar di atas meja yang ada di depannya. Lebih tepatnya di samping nampan yang tadi Aldi letakkan. Tangan Reno terulur menarik pergelangan tangan Savana agar berdiri. "Ayo Sava, ikut Reno. Jangan disini ya?" ujar Reno menatap Savana teduh. Savana tersenyum kecil kemudian mengangguk. Gadis itu berdiri dan mengikuti Reno kemanapun cowok itu membawanya pergi. Yang jelas Savana percaya, Reno sedang menyelamatkannya dari rasa sakit yang sedari tadi dia rasakan. Kini Savana dan Reno tiba di bangku taman yang letaknya dekat dengan perpustakaan, bahkan tepat di depan perpustakaan. Disini tak sepi, namun juga tak ramai. Beberapa siswa-siswi terlihat berlalu lalang di koridor dekat taman ini. "Sava, kamu gak mau berhenti aja perjuangin Geo?" tanya Reno lembut sembari membawa Savana duduk di kursi yang ada di sebelahnya. Savana terlihat menggelengkan kepalanya. "Sava masih mau berjuang buat Geo Ren," ujarnya. "Maaf ya, untuk pertama kalinya aku nolak permintaan dan saran kamu cuma demi Geo. Aku juga gak tau aku kenapa bisa kaya gini Ren," lanjutnya. "Apa aku udah kena peletnya Geo ya Ren, makanya aku jadi berat banget ninggalin Geo. Padahal aku udah ditolak berulang kali loh ini," imbuh Savana mendadak heboh. Reno menggelengkan kepalanya dengan senyum tipisnya. Savana ini lucu, cantik, lugu, polos dan baik. Bagaimana bisa Geo tak menyukai Savana. Bagaimana bisa Geo tega menolak Savana dengan kata-kata yang tak pantas diucapkan seorang laki-laki kepada perempuan. Apalagi perempuan seperti Savana. "Geo gak main pelet Sava, kamu ada-ada aja sih," ujar Reno mengacak rambut Savana gemas disertai kekehannya. Kekehan Reno itu menular pada Savana. Gadis itu ikut terkekeh geli. "Oh iya Ren, kamu sama Lula gimana? Ada perkembangan gak?" tanya Savana antusias. Reno menghendikkan bahunya tak tahu. "Ribet Va ngurusin cewek," ujarnya. "Dia beda banget sama kamu." Savana menyunggingkan senyum manisnya. "Semua cewek itu beda Reno, kamu gak bisa memukul ratakan kaya gitu dong. Apalagi yang kaya aku, limited edition. Just one and only ini," ujar Savana menepuk dadanya dua kali dengan bangga. "Lula sebenernya gak ribet kok Ren, dia cuma pengen lebih kamu kasih perhatian aja. Lagian, kamunya ngegantung dia mulu. Kan dia kesel jadinya," lanjut Savana cemberut mengingat sedihnya Lula karena merasa di gantung tanpa kepastian. Sebenarnya, menurut Savana itu jauh lebih mending daripada dirinya yang bahkan dilirik pun tak pernah. Tapi Savana tak mau membandingkan kisahnya dan Geo dengan kisah Reno dan Lula. Itu jelas berbeda. Semua kisah punya permasalahan masing-masing. "SAVANA!" teriakan menggelegar dari koridor berhasil mengalihkan perhatian Reno dan Savana yang sedang mengobrol sedikit serius. "LULA JANGAN TERIAK, SAVA MASIH BISA DENGER!" Savana ikut berteriak membalas teriakan Lula. Teriakan Savana tak kalah kencangnya dari teriakan Lula. Reno yang duduk di sebelah Savana saja sampai menutup telinganya erat. "DIEM SAVA, RENO b***k NIH!" Reno ikut berteriak. Kini giliran Savana yang menutup telinganya. Sableng semua dasar. "Reno b**o! Jangan teriak-teriak di sebelah Savana anjir!" Lula berkacak pinggang kemudian menarik telinga Reno. "Aw aw, sakit La, sakit," ringis Reno kesakitan. "Aw, sakit Lula!!" lanjutnya karena bukannya Lula melepaskan tarikan tangannya di telinga Reno, tapi gadis itu malah semakin menariknya dengan kuat. Setelah dirasa cukup, Lula melepaskan tangannya dari telinga Reno. Gadis itu kemudian dengan segera berdiri di hadapan Savana. "Lo tadi di apain lagi sama Geo Va?" tanya Lula khawatir. "Gak diapa-apain kok La," balas Savana tersenyum manis. "Jangan bohong Va, gue tadi denger dari anak-anak kelas lo di bentak-bentak ya sama Geo?" tanya Lula masih dengan raut wajah khawatirnya. "Lah itu lo udah tau, kenapa masih nanya," ujar Reno sembari tangannya mengusap pelan telinganya yang memerah bekas jeweran tangan Lula. Telinga Reno rasanya panas ingin putus. Emang jeweran Lula bukan maen sakitnya! "Lo diem anjir, gue tanya sama Sava!" sentak Lula menatap Reno galak. "Jadi bener lo di bentak lagi sama Geo Va?" tanya Lula kembali menatap Savana. Savana mengangguk pelan tanpa meninggalkan senyum manisnya. "Gak apa apa kok La, kan udah biasa juga akunya," ujarnya bermaksud membuat Lula tenang. "Gimana bisa tenang Sava! Geo semakin lama semakin menjadi-jadi. Gue gak terima ya sahabat gue di perlakukan kaya gitu terus-menerus," ujar Lula dengan tangan terkepal erat. "Lo mending jauh-jauh dari Geo deh Va. Gue gak sanggup denger lo dibentak-bentak mulu sama si Geo," lanjutnya menatap Savana dengan tatapan memohon. Savana menggelengkan kepalanya pelan. Hal itu membuat Lula menghembuskan napasnya pasrah. Tak ada gunanya juga Lula meminta Savana untuk menjauhi Geo. Savana pasti tak mau melakukannya. "Maaf ya Lula, Savana bener-bener gak bisa," Savana menundukkan kepalanya. Gadis itu terisak kecil merasa bersalah. Reno dan Lula yang mendengarkan isakan Savana menjadi kelimpungan sendiri. "Stt Sava, cup cup sayang, jangan nangis," ujar Reno mengelus surai panjang Savana. Bermaksud menenangkan agar Savana tak lagi menangis. "Sava, gue gak akan maksa lo lagi buat jauhin Geo kok. Lo jangan nangis ya," ujar Lula ikut menenangkan. Savana menggeleng dalam isakannya. "Savana cuma ngerasa bersalah aja sama Lula sama Reno juga-- hiks," ujarnya diselingi dengan isakannya. "Maaf ya, Sava gak bisa ngikutin kemauan kalian. Savana tau kok, kalian mau yang terbaik untuk Savana. Kalian gak mau Savana sakit hati karena penolakan Geo. Tapi maaf, Savana bener-bener gak bisa jauhin Geo," lirihnya. Lula duduk jongkok di depan Savana. Meraih kedua tangan gadis yang ada dihadapannya itu untuk digenggamnya. "Iya Sava, Lula paham" ujarnya. "Lula sama Reno gak akan maksa Sava lagi buat jauhin Geo kok. Tapi Sava harus berhenti nangisnya ya?" Savana mengangguk, gadis itu menarik tangannya yang tadi berada di genggaman Lula untuk menghapus air matanya sendiri. Perlahan, Savana mulai menegakkan pandangannya ketika dirasa air matanya sudah tak menetes lagi. Savana cengeng. Savana akui itu. "Maaf ya, Sava cengeng banget," ujarnya terkekeh kecil dengan wajah yang masih terdapat sisa jejak air matanya. "Gak apa apa Sava. Nangis bukan berarti cengeng kok," ujar Reno tersenyum teduh masih dengan tangannya yang tak berhenti mengelus surai panjang Savana. Savana bahagia. Dua sahabatnya ini selalu ada untuknya. Menjadi penyemangatnya ketika banyak orang mencaci maki dirinya. Mendukung dirinya ketika semua orang mengejeknya. "Kalian cocok, kenapa gak langsung jadian aja?" celetuk Savana membuat Reno dan Lula bungkam. Tangan Reno pun mendadak berhenti mengelus surai panjang Savana. "Kenapa? Sava salah ya?" tanya Sava dengan wajah bingungnya. Reno dan Lula saling melirik satu sama lain, tak lama setelah itu Reno segera memutuskan kontak mata keduanya. Cowok itu beralih menatap Savana. "Sava jangan bahas itu dulu ya? Kita selesaiin masalah kamu dulu aja," ujar Reno tersenyum lembut kepada Savana. Cowok itu kembali mengelus surai panjang Savana. Savana hanya mengangguk sekilas tanpa bertanya lagi. "Lula, kita balik ke kelas aja yuk. Sava mau belajar. Besok ada ulangan harian sejarah kan?" tanyanya yang diangguki Lula dengan senyumnya. "Yaudah kita ke kelas sekarang yuk," ujar Lula. "Lo jangan lama-lama disini. Ntar lo bisa kena aura negatifnya Reno lagi. Kan gak lucu Va," lanjut Lula berbisik yang masih bisa di dengar Reno. "Suara toa mau bisik kaya gimana pun tetep kedengeran ya?" cibir Reno yang mendapatkan balasan kekehan dari Savana dan Lula. "Bagus deh kalo denger. Biar sadar diri sama aura sendiri. Ye gak Va?" ujar Lula kemudian menyenggol bahu Savana meminta persetujuan gadis itu. Savana hanya mengangguk masih dengan kekehannya. Benar-benar sekongkol! Reno sok-sok an memasang wajah kesalnya. Padahal mah, dia biasa aja itu wkwk. "Auah kesel gue," ujar Reno mencebikkan bibirnya sok kesal. Lula hanya menghendikkan bahunya acuh melihat itu. Tak peduli dengan raut wajah sok kesal yang Reno pasang. Tangan Lula kemudian menarik pergelangan tangan Savana untuk berdiri,kedua gadis itu kemudian melenggang pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun kepada Reno. "Kebahagiaan lo yang utama Savana," gumam Reno menatap punggung Savana yang menjauh bersama dengan Lula. *** Lain halnya dengan Reno yang membawa Savana pergi dari kantin ke taman setelah kejadian tadi, Aldi justru membawa Geo ke parkiran sekolah karena cowok itu tau, parkiran sekolah selalu sepi disaat jam istirahat. "Lo apa-apaan sih Al," Geo menarik paksa tangannya yang sedari tadi ditarik Aldi. "Lo kenapa bawa gue kesini?!" tanyanya masih dengan sedikit amarah. Sisa marahnya dengan Savana tadi. "Lo yang apa-apaan Ge?!" tanya Aldi ikut marah. "Lo tau Savana itu sahabat kesayangannya Reno, tapi kenapa lo masih aja kasarin dia sih?! Lo bisa hancurin persahabatan kita. Lo tau gak?!" Aldi mengacak rambutnya frustasi. Berbeda dengan Geo yang masih lempeng dengan wajah datarnya. Cowok itu bahkan memasukkan tangannya ke saku celana seragamnya. Bersikap santai layaknya tak terjadi apa-apa. "Lo gak jadi budeg kan Ge?!" tanya Aldi dengan tatapan frustasinya. "Terus masalahnya sama gue apa?" tanya Geo santai. "Gue bentak Savana biar cewek itu sadar. Gue gak suka dia nempelin gue mulu. Biar dia sadar. Kalo gue, gak suka dan gak akan pernah suka sama dia," jelasnya. "Tapi gak harus gitu caranya Geovano Adityaaa," geram Aldi. Aldi semakin frustasi dengan jalan pikiran Geo. Entah apa yang sahabatnya itu pikirkan sampai tega berbuat sebegitu kejamnya kepada gadis sebaik Savana. "Kalo gak gitu gue harus gimana?!" Geo mulai ngegas kembali. "Gue bentak aja gak mempan. Apalagi kalo pake cara baik-baik. Tuh cewek makin lama bisa aja makin ngelunjak!" Geo membogem pohon yang ada di sebelahnya. Darah segar mengucur keluar dari tangannya. Bahkan ada bekas-bekas kulit pohon yang menancap di kulit tangannya. "Masih banyak cara lain Geo! Gak harus bikin anak orang sakit hati kaya gitu!" sungguh, Aldi sangat sensitif jika sudah menyangkut hati perempuan. Apalagi sebaik Savana. Aldi memang playboy, tapi dia masih tau mana gadis baik yang patutnya di jaga. "Lo bikin hati Savana hancur sama aja kaya lo bikin hati mama lo sendiri hancur Geo. Harusnya lo sadar itu!" sentak Aldi berusaha menyadarkan Geo bahwa apa yang sudah cowok itu lakukan kepada Savana adalah kesalahan besar. Tapi Geo tetaplah Geo. Dia adalah cowok keras kepala yang sulit untuk paham dengan omongan orang lain kalau sedang dalam kondisi emosi seperti ini. Percuma. Aldi sadar percuma berbicara dengan Geo kalau cowok itu sedang dalam kondisi emosi. Tapi Aldi merasa setidaknya, dia sudah berusaha untuk membuat Geo sadar. Entah di dengarkan atau tidak, setidaknya Aldi sudah berusaha.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN